BAB 31 part 2

1K 126 52
                                    

-pic : bayangan Chessy waktu hadapin 2 agent VSA yang jagain pintu masuk.

Hi Wellcome Back!

Hope you enjoy my story🖤

🖤HAPPY READING🖤
--------------------------------------------------------

'BRAK!!' Sebuah suara benturan membuatku terbangun dari alam bawah sadar. Inilah alasan aku benci sekali menangis. Pertama, aku akan terlihat lemah. Kedua, akan banyak belek di mata. Dan yang ketiga, mataku bengkak dan sulit untuk melihat.

Aku membersihkan kotoran yang menutupi penglihatanku, mengerjapkan mata beberapa kali dan melihat sekeliling kamar. Sepertinya malam ini bulan bersinar lebih terang.

'BRAK!!' Suara itu terdengar lagi, dan lebih dekat. Kali ini diikuti oleh jeritan perempuan yang tertahan.

Sial! Perampokan?

Aku sembunyi di balik lemari. Beberapa detik setelahnya, pintu kamarku di dobrak. Dua orang pria masuk ke dalam kamar dengan pistol di tangan. Dari belakang aku menyekap salah satu dari mereka yang berjarak lebih dekat denganku. Satu pria yang ada di depan sana terkejut dan langsung menembakiku.

Sayangnya mereka tidak tahu dengan siapa mereka berurusan.

Aku menjadikan rekannya sebagai tameng, membuat pria itu menembak temannya sendiri. Di saat dia lengah, terkejut karena salah menembak orang. Aku mengambil pistol dari tangan pria yang kusekap tadi dan balas menembak.

'PRANG!!'

Tentu saja aku tahu tembakanku sangat buruk dan tidak akan pernah bisa mengenainya. Kulempar tubuh pria yang kusekap tadi ke arah temannya. Di saat seperti itu, aku memiliki jeda untuk berlari ke arah pria yang ada di depanku. Kutabrak dia dan mendorongnya jatuh dari jendela lantai empat. Dia yang berada di bawahku, membuatnya jatuh lebih dulu ke tanah dan mati.

Aku bangun dan menjauhkan diriku dari mayat pria itu. Inilah alasan aku tidak suka pria dengan roti sobek. Otot perut yang terbentuk sempurna dan seragam militer adalah kombinasi buruk untuk dijadikan sebagai bantalan.

Pakaian militer.

Ketika menyadari kalau mereka bukan perampok, aku langsung menggeledah tubuh pria itu. Kutemukan sebuah lencana dengan lambang burung Pheonix.

"Sedang apa mereka di sini?" gumamku pelan.

Bunda.

Aku harus melindungi bunda. Kulucuti baju anti peluru milik pria itu, dan mengambil persenjataannya. Walau agak kebesaran di tubuh, ini lebih baik daripada masuk ke kandang harimau tanpa perlindungan apapun.

Aku lari menuju pintu utama rumah ini. Terdapat sebuah mobil besar terparkir di depan rumah dan dua orang yang berjaga di depan pintu masuk.

"Hei, kalian."

Ketika menemukan adanya ancaman, mereka langsung menembakkan peluru ke arahku. Dengan nekat aku lari mendekati mereka sembari membalas tembakannya secara acak. Terus menembak secara membabi buta membuat mereka lebih cepat kehabisan amunisi. Sementara aku sudah beberapa langkah di depan wanita berseragam itu.

Panik, dia langsung mengeluarkan belati dari sabuk militernya.

Aku menyungging senyum. Inilah yang dimaksud dari, setiap keputusan yang agen ambil dalam medan perang menentukan seberapa dekat mereka dengan ambang kematian. Dia hanya mendapat zonk saat mengeluarkan belati itu. Kalau aku jadi dia, aku lebih memilih bertaruh dengan waktu dan mengisi amunisiku secepat kilat.

Tepat saat wanita itu mengarahkan belatinya, aku berhasil menghindar. Pertarungan jarak dekat menguntungkanku. Aku memukul lengan wanita itu, dan mematahkannya layaknya ranting pohon. Melihatnya masih bisa berkutik, kuarahkan tangannya sendiri untuk menancapkan belati yang dia gengam ke lehernya. Semua kulakukan dengan cepat.

Perfect Villains✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang