Hi Wellcome Back!
Hope you enjoy my story🖤🖤HAPPY READING🖤
--------------------------------------------------------Aku terbangun tanpa Axele di sampingku. Ini adalah akhir pekan, sepagi ini kemana dia pergi? Aku pergi keluar kamar untuk mencarinya, tapi tidak ada seorang pun yang aku temui. Aku mendatangi ruang makan, dan menemukan sarapan sudah siap di atas meja. Kemana perginya semua orang?
"George!!"
Kuambil apel di atas meja makan dan membawanya pergi. Mansion sebesar ini yang biasanya penuh dengan para pelayan, sekarang mendadak sepi seolah hanya aku sendiri yang tinggal di sini.
"George―Atau, siapapun!" Ini aneh, tidak biasanya mansion sepi seperti kuburan. Aku memutuskan pergi ke ruang kerja Axele, berharap dia ada di dalam sana. Hasilnya, tidak ada siapapun di dalam sana. Aku pergi ke taman belakang mansion berharap menemukan satu pelayan, cukup satu pelayan agar aku bisa bertanya kemana perginya semua orang.
Alih-alih pelayan, justru aku menemukan noda merah yang menggenang di lantai. Napasku berhenti sepersekian detik. Dengan harapan kalau itu hanya noda sambal, tinta, atau apapun itu. Aku menyentuh noda merah itu dengan dua jari, dan menciumnya.
Amis, ini darah.
Dilihat dari warna merahnya dan kondisi yang masih basah, itu artinya darah ini belum lama. Apapun yang terjadi di sini, itu berlangsung sekitar 30 menit yang lalu.
Jangan bilang— Pikiranku sudah berkelana kemana-mana. Semua prediksi terburuk muncul dalam benakku.
Axele,
dia tidak mungkin mati, dia tidak mungkin semudah itu dibunuh.
Aku lari ke basement dan masuk ke dalam ruang latihan tembak. Tidak ada siapapun selain genangan darah di lantai dengan pistol yang Axele berikan padaku. Jantungku berdetak semakin cepat.
Sial, apa yang sebenarnya terjadi!?
Aku menarik napas panjang, mencoba untuk tetap bisa berpikir jernih dalam kondisi seperti ini. Aku mengambil pistol itu dari lantai dan membawanya bersamaku. Saat aku keluar dari ruang latihan, entah ide macam apa yang membuatku berpikir untuk menggunakan buaya Axele sebagai tameng jika sesuatu buruk terjadi.
Aku masuk ke dalam ruangan yang ada di ujung basemet. Ruangan putih polos dengan sebuah kolam besar di dalamnya. Kosong, tidak ada apapun. Semua orang menghilang entah kemana, genangan darah yang tidak aku tahu milik siapa, dan aku harus bergantung pada sebuah pistol yang tidak aku kuasai. Itu semua membuatku frustasi.
Seolah merasa belum cukup membuatku kesal, sesaat sebelum aku berbalik meninggalkan ruangan ini, sandal rumah yang kupakai putus. Dengan kesal kuambil sandal itu, melemparnya asal hingga membentur dinding dan masuk ke dalam kolam kosong. Air yang ada di dalam kolam itu menyiprat kemana-mana.
Awalnya aku tidak peduli. Sampai akhirnya aku merasa perih di bagian kaki, dan langsung mengalihkan pandanganku ke arahnya. Sembari mendesis kesakitan, aku tarik ke atas celana piyamaku hingga memperlihatkan bagian tulang kering. Saat itu aku menemukan ada bolongan kecil seperti terbakar di celanaku, dan di daerah yang sama di kulitku berwarna kemerahan.
Merasa ada yang ganjal aku berjalan lebih dekat dengan kolam itu. Aku tidak lagi menemukan sandal yang tadi masuk ke dalam sana, itu menghilang begitu saja.
Aku juga menemukan ada ventilasi udara yang lebar di atas kolan ini dan dua pengharum ruangan di setiap sudut. Untuk ruangan sekecil ini, memasang dua pengharum ruangan bukankah sesuatu yang berlebihan? Dan semua terjawab sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Villains✅
RomancePublished : 02/02/2020 ✖ DON'T COPY MY STORY‼✖ Axele Archiller, dia tidak lebih dari seorang pria yang punya masalah dengan EQ tingkat rendah dan untungnya dia terlahir kaya dan tampan. Hanya saja nasibnya kurang beruntung karena harus menikahi seor...