BAB 57

741 73 3
                                    

Hi Wellcome Back!

Hope you enjoy my story🖤

Di baca sampai habis yaaa....

🖤HAPPY READING🖤

--------------------------------------------------------



Hi,

apa ini terdengar canggung?

Maaf, ini pertama kalinya aku menulis surat untuk seseorang. Hehehe....

Mungkin kamu akan marah saat tahu bahwa aku menggadaikan cincin pernikahan kita, tapi aku melakukannya karena terpaksa. Saat itu rekeningku dibekukan, aku dalam pelarian. Aku tidak punya pilihan lain. Aku harap kamu tidak marah, karena aku sudah membelinya kembali, dengan uangmu. *peace

Aku tidak tahu, apa yang membuatku menulis surat ini.  

Setiap malam aku berpikir, bagaimana jika saat-saatku bersamamu hanyalah mimpi? Bagaimana jika saat aku terbangun, ternyata aku harus kembali membunuhmu?

Memikirkannya saja sudah membuatku takut.

Bukankah tidak ada bedanya mati sekarang atau nanti? Kerap kali aku selalu bertanya, mengapa orang – orang mempertaruhkan nyawanya untukku. Aku tidak bisa membayangkan jika kamu menjadi orang yang selanjutnya.

Aku tidak bisa.

Berjanjilah bahwa kamu akan hidup dengan baik. Menikah, memiliki anak, dan menua bersama pasanganmu.

Irinya..... Aku selalu bermimpi bahwa aku memiliki kesempatan itu, tapi saat ini aku tidak bisa egois. Aku tidak bisa terus membohongi diriku sendiri dengan terus meyakinkan kalau semua pasti baik-baik saja. Pasti ada alasan kenapa VSA tidak membunuhku walau mereka punya kesempatan itu, dan dilihat dari sikapmu. Kamu tidak akan pernah membiarkan mereka mendapatkanku.

Kamu selalu menjagaku, untuk itu biar aku yang kali ini menjagamu.

Konyol, bukan? Aku berbicara seolah sudah mengetahui masa depan. Hahaha... entahlah, aku hanya takut. Memilikimu, membuatku takut pada sesuatu.

Aku tidak tahu apa yang harus aku tulis. Yang ingin kusampaikan adalah, bertemu denganmu sama dengan sebuah keberuntungan dalam kesialanku. Aku masih ingat sewaktu kamu mengubah altar suci pernikahan menjadi tempat pelelangan untuk pasar gelapmu. Saat kamu mengancamku pertama kali, aku benar-benar ingin memukul wajahmu samapi sulit dikenali. *emoji kesal.

Lalu, apa kamu ingat malam pertama kita, astaga, aku masih ingin menjedukkan kepalaku ke dinding jika mengingat kejadian memalukan itu. Percayalah, itu bukan aku.

Haih... jadi, pada intinya adalah aku sadar, bahwa aku, Chessy Abilene. Aku mengaku kalah darimu. Aku kalah dalam permainan yang kubuat sendiri.

Terima kasih telah mencintaiku. Terima kasih telah memperlihatkanku asam manisnya sebuah hubungan. Maaf aku terlalu malu untuk terang – terangan mengatakannya,

bahwa aku mencintaimu, Axele Archiller.

---------------------------------------------------------



Axele melipat kertas itu dan memasukkannya asal ke dalam kotak cincin. Dia menjalankan kursi rodanya pergi dari tempat itu.

"Kamu mau kemana?" Melihat Axele yang cukup tenang justru membuat Matteo semakin khawatir.

Axele menghentikan kursi rodanya sejenak. "Mengurus pemakaman Chessy. "

♠ ♠ ♠ ♠ ♠

Matteo mengetuk pintu ruang kerja Axele. Sudah tiga jam sejak pria tua itu datang ke mansion dan membuat Axele menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

"Axele, Pemakamannya sudah bi―Hei! Siapa yang mengijinkanmu minum alkohol?" pekik Matteo saat mendapati Axele tengah memegang sebotol alkohol berukuran besar di tangannya.

"Siapa yang mengijinkanmu masuk kemari?"

Matteo menutup pintu setengah terbanting, dan langsung menghampiri meja Axele. Dia menghela napas kesal ketika melihat ada tiga botol alkohol lainnya yang sudah kosong, tersimpan di balik meja kerja Axele. "Aku doktermu. Kamu dalam pengawasanku selama pemulihan, Axele. Kemarikan botol itu!"

"Aku hanya minum sebotol! Jangan ganggu aku," jawab Axele ngaur.

"Kamu mabuk." Matteo membulatkan mata tidak percaya yang dilihatnya.

"Aku tidak mabuk!" teriak Axele keras.

"Baiklah, kamu tidak mabuk. Sekarang kemarikan botol anggur itu," pinta Matteo sembari menunjuk botol anggur yang ada di genggaman Axele.

"Kamu tahu? Ini anggur yang biasa Chessy minum diam-diam, dan aku juga diam-diam menukar gelas anggurnya dengan jus rasberi." Axele tersenyum miris sembari mengoyang-goyangkan botol anggur di genggamannya.

"Jangan seperti ini. Chessy akan sedih jika dia melihatmu―"

"Benarkah? Kalau begitu baguslah, siapa tahu dia bangkit lagi," kata Axele diakhiri dengan tawa kecil.

Matteo mendengus kesal. "Kamu benar-benar mabuk. Kemari, aku bantu pindah ke kursi roda."

Matteo menarik paksa botol anggur yang ada di genggamannya dan memapah Axele pindah ke kursi roda. Axele terus mengigau tidak karuan tentang Chessy. Bahkan dalam tidurnya Axele masih menyebut nama wanita itu.

Matteo merasa kesal, dia marah, tapi apa yang bisa dia lakukan untuk temannya itu. Dia seorang dokter, bukan necromancer.

"Matt," panggil Max saat menemukan Matteo yang baru keluar dari kamar Axele. "Please tell me that I was wrong, is he drunk?"

Matteo memijit pangkal hidungnya penat sembari mengangguk pelan, menjadi sebuah jawaban yang membuat Max menatap Matteo tidak percaya.

"Aku pikir dia punya toleransi tinggi dengan alkohol?"

"Tiga botol red wine kurang dari dua jam, siapa yang tidak akan tepar?"

Maxvellius mengusap wajahnya yang lelah. "Dia memang pintar menyembunyikan sesuatu, tapi kali ini dia tidak bisa menyembunyikan seberapa besar rasa kehilangannya."

"Bagaimana dengan lukamu?" Matteo berusaha mengalihkan pembicaraan. Dia tampak lelah dengan semua yang Chessy tinggalkan untuknya.

"Better. Thanks to you, Dude."



TBC.

Jangan lupa Vote dan Comment untuk support yaa, agar author makin semangat bikin ceritanya❤

Hope you enjoy this story(*^3^)/~♡

🖤THANKYOU🖤

Perfect Villains✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang