BAB 9

1.5K 163 12
                                    

Hi Wellcome Back!
Hope you enjoy my story🖤

🖤HAPPY READING🖤

--------------------------------------------------------

Aku mengetuk ruang kerja Axele.

"Masuk," jawab Axele dari dalam ruangan.

Dengan enggan aku mendorong sedikit pintu itu. Aku masuk dan berdiri di ambang pintu. "Apa aku mengganggumu?" tanyaku hati-hati.

Axele yang sedari tadi berkutat dengan laptopnya langsung berhenti, dan menatapku datar. "Duduklah di sana, sebentar lagi aku akan selesai." Perkataannya tertuju pada sebuah sofa hitam di dalam ruangan yang tidak jauh dari meja kerjanya. Setelah itu, dia kembali berkutat dengan laptopnya.

Aku mengikuti perkataannya dan duduk di sofa hitam itu. Sembari menunggu, mataku menelusuri setiap inci ruangan. Tidak aku temukan sesuatu yang spesial di sini. Hanya ada dua lukisan portrait modern di dinding, satu kulkas kecil di atas nakas putih dan sebuah rak buku besar di belakang meja kerja Axele.

Aku menatap lama ke arah rak buku itu, mencoba menebak apakah ada sesuatu yang terselip di antara buku-buku itu, atau adakah file penting di antara binder-binder yang ada.

"Aku tahu kalau wajahku membuatmu tidak bisa berhenti menatapku, tapi tolong hentikan itu," kata Axele tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

Perkataannya membuatku membulatkan mata tidak percaya, dengan apa yang baru saja aku dengar. Aku tidak tahu kalau patung es itu juga bisa menjadi sangat narsis.

Tanpa mengatakan apapun, aku mengalihkan pandanganku dari rak buku yang ada di belakang Axele ke arah kulkas kecil yang ada di seberangku. Aku menghela napas, lalu berdiri mencari cemilan yang bisa kumakan dari kulkas itu. Alih-alih cemilan, ternyata isinya dipenuhi dengan minuman alkohol.

Tidak buruk.

Aku mengeluarkan sebotol red wine dari dalam kulkas. Siapa sangka aku langsung dikejutkan oleh suara Axele yang tiba-tiba memenuhi ruangan kecil ini. "Jangan ambil itu, ambil botol yang di sebelahnya," kata Axele sembari menunjuk ke arah botol yang dia maksud.

"Ini?" Aku menunjuk sebuah botol anggur lainnya.

"Yang di sebelah kiri," kata Axele.

Dengan ragu aku menunjuk sebuah minuman alkohol kaleng yang ada di sebelah kiri. "Tidak mungkin yang ini, kan?"

"Ya, yang itu. Kadar alkoholnya paling rendah." Axele langsung kembali berkutat dengan laptopnya.

"Tapi aku mau―"

"Pilih yang aku pilihkan, atau tidak minum sama sekali. Kamu yang tentukan."

Aku berdecih kesal dan langsung mengganti botol yang sudah kukeluarkan, dengan minuman kaleng yang Axele pilihkan tadi. Kututup pintu kulkas itu dengan sedikit kencang dan kembali ke sofa. Tanpa sadar karena kesal, kuketuk sisi kaleng terlalu kuat sampai ketuk sisi kaleng yang digunakan untuk membuka minuman itu rusak. Bahkan minuman itu belum sempat terbuka.

Aku menghela napas kesal, lalu kulempar ketuk sisi kaleng yang rusak itu ke belakang sofa, dan meletakkan minuman kaleng itu di atas meja.

"Apapun yang kamu lempar, ambil kembali dan buang ke tempat sampah."

Aku menatap Axele kesal. "Bukankah kamu punya banyak pelayan yang bisa membersihkannya?"

"Ruang kerja ini aku sendiri yang membersihkan. Pelayan tidak diijinkan masuk ke sini," jelas Axele tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

Perfect Villains✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang