part32

6.5K 323 123
                                    

Mirella berjalan dibelakang Edward yang tengah melatih kaki kanannya dengan kedua tangan bertumpu pada kedua besi disamping kiri dan kanannya. Berkali kali Edward hampir terjatuh namun ia menolak Mirella untuk membantunya. Semuanya berjalan baik, sangat baik meski tidak ada percakapan berarti diantara keduanya. Mirella hanya berusaha menahan diri agar tidak membuat Edward marah atau kesal padanya dan berbicara seperlunya saja. Begitupun dengan Edward, ia bertahan dengan sikap diamnya yang juga enggan bersuara untuk hal yang tidak penting dan bisa membuat Mirella kembali marah padanya. Ya, sejak malam itu Edward mulai menjaga mulutnya dan sebisa mungkin tidak membuat Mirella tersinggung meski pada kenyataannya, ia tidak harus peduli sekalipun Mirella merasa sakit hati atas ucapannya yang kadang tajamnya melebihi pisau.

"Apa ini baik..." belum selesai dengan kalimatnya, pintu ruangan terapi terbuka dan menampilkan sosok pria yang berdiri diambang pintu. Mirella menoleh saat namanya dipanggil, begitupun dengan Edward yang penasaran dengan sosok pria yang membuat ucapannya terpotong.

"Kau bisa berjalan tiga kali lagi dan aku akan keluar sebentar," ucap Mirella kemudian pergi meninggalkan Edward yang masih mematung dengan ucapannya yang belum selesai.

Mengabaikan saran dari Mirella untuk melatih kakinya sampai tiga kali lagi, Edward memilih untuk mengambil posisi duduk dikursi roda dan mendekati jendela yang tertutup rapat. Ia memperhatikan Mirella dan pria berambut pirang yang terlihat tengah membicarakan hal penting namun tidak bisa terdengar jelas. Jangankan untuk mendengar percakapan keduanya, untuk melihat dari balik gorden saja Edward sampai menggunakan kedua tangannya bertumpu pada bahu kursi roda. Ya, tidak baik memang mengintip bahkan sampai menguping pembicaraan orang lain. Dan itu terjadi pada Edward Williams. Ia seolah mendapat karma atas kesalahan yang tidak disadarinya karena beberapa menit berlalu, tangannya tidak bisa menjaga keseimbangan sampai kursi roda yang ia gunakan terjungkal kesisi kirinya. Sontak Edward berteriak dan meringis kesakitan karena terjatuh dengan posisi kursi roda berada diatasnya.

Tidak lama setelah teriakan Edward, pintu ruangan terbuka menampilkan sosok wanita berjas putih memasang ekspresi terkejut dan khawatir saat melihatnya.

"Sudah aku bilang untuk berlatih disana. Kenapa kau malah menaiki kursi roda seorang diri?" Tanya Mirella setengah memprotes.

"Aku ingin sembuh dengan cepat." Elak Edward yang berusaha duduk setelah Mirella mengangkat kursi roda dari atas tubuhnya.

"Ikuti saranku kalau kau ingin pulih dengan cepat." Tegas Mirella yang kini menaruh kembali kursi roda disambingnya.

"Baiklah, maafkan aku. Kenapa kau senang sekali marah padaku?" Gumam Edward pelan. Entahlah, biasanya Edward akan berbalik marah pada Mirella setiap kali wanita dihadapannya ini menegur atau bahkan menghinanya. Tapi kali ini berbeda, sejak malam itu Edward menjadi lebih hati hati padahal ia tidak perlu melakukannya. Menjaga hati Mirella agar tidak kembali sakit hati bukanlah tugasnya tapi iapun tidak mengerti dengan perasaannya. Entah rasa benci dihatinya sudah terkikis seiring berjalannya waktu atau karena ia merasa belum siap mendapati Mirella kembali marah dihadapannya seperti kemarin.

"Karena kau terlalu senang membuatku marah." Edward mendongak memperhatikan wajah Mirella yang berdiri tegak dihadapannya dengan tangan dilipat kedepan. Rasanya aneh bagi Edward melihat sosok Mirella dari posisi seperti ini dan seulas senyum tanpa sebab tersungging begitu saja menghiasi wajah tampannya yang masih berantakan. Baiklah... salahkan Elea yang sampai sekarang belum juga mendatangkan asistennya untuk membantu Edward membersihkan diri secara keseluruhan.

"Sekarang ayo berdiri!" Perintah Mirella menyadarkan Edward dari pemikiran anehnya.

"Kau tahu kakiku masih sakit." Keluh Edward melirik sekilas kearah kakinya.

Breakable HEAVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang