part3

6.1K 309 6
                                    

Mirella mengetuk ngetuk jarinya pada lengan kursi yang ia duduki. Sudah satu jam ia menunggu Ryan dan perasaan bosan sudah menghinggapinya sedari tadi. Ditatapnya kembali pintu berukir bunga itu dengan penuh harapan agar Ryan keluar dan membawa ibunya dari balik pintu yang cukup besar. Tapi Mirella kembali mengembuskan napasnya pasrah saat pintunya tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Mirella memejamkan matanya untuk sesaat membayangkan wajah ibunya yang tersenyum manis dengan sedikit kerutan dibagian sudut matanya sampai akhirnya pintu berbunyi menandakan seseorang keluar dari baliknya. Mirella tersadar dari lamunannya dan mendekat kearah Ryan yang memasang ekspresi datar. "Apa aku bisa menemui ibuku sekarang?" Tanya Mirella saat tubuhnya sudah berada tepat dihadapan Ryan. Hening, tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Ryan dan hanya gelengan kepala yang membuat Mirella kembali kecewa.

Matanya mulai memanas saat harapannya untuk bertemu dengan Stephanie digoyahkan hanya dengan gelengan kepala. Sudah bertahun tahun Mirella mencari ibunya dan kini hanya ada dinding yang menjadi pembatas antara dirinya dengan Stephanie tapi ia masih tidak bisa menemuinya. Mirella marah dan kecewa diwaktu yang bersamaan. Bahkan disaat dirinya sudah bersabar dan menunggu ia masih saja dipersulit. "Aku hanya ingin menemui ibuku. Kenapa kau melarangnya seperti Grey melarangku menemui Edward? Kenapa semua orang membenci pertemuanku dengan mereka?" Protes Mirella dengan suara bergetar berusaha menahan air mata yang memaksa ingin keluar.

"Tidak Mirella, ini bukan saat yang tepat. Kita bisa menemui ibumu di lain waktu." Balas Ryan dengan nada yang melembut.

"Kapan waktu yang tepat untukku bertemu dengan wanita yang sudah melahirkanku? Dua puluh empat tahun aku hidup tanpa kasih sayang dari ibuku apa itu tidak cukup untukmu mempertemukanku dengannya? Aku hanya ingin menemuinya sekali saja aku mohon." Pinta Mirella mulai memberontak.

"Dia belum..." ucapannya menggantung saat Mirella sudah berlari lebih dulu dan membuka pintu dengan kasar. Jantungnya berdegup kencang, napasnya memburu tapi langkah kakinya terhenti seketika saat melihat lima orang dengan seragam putih berdiri disekitar ranjang dengan seorang wanita yang terbaring lemah tak berdaya.

"Maafkan aku, ibumu sakit dan dia harus beristirahat." Ryan berusaha memberi pengertian dan membuat Mirella tenang.

"Sejak kapan?" Tanya Mirella gemetar.

"Sejak kematian Rose."

"Kenapa kau tidak memberitahuku sejak dulu?" Terdengar datar namun dari nadanya Ryan bisa menangkap rasa kecewa yang mendalam dari Mirella.

"Maafkan aku," ucapnya dengan nada penuh sesal.

"Hanya itu yang bisa kau katakan?" Tanya Mirella menginterogasi.

"Sekali lagi maafkan aku. Sebaiknya kita bicarakan hal ini diluar. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi."

"Apa maksudmu sesuatu yang buruk? Aku hanya ingin melihat ibuku bukan membunuhnya!"

"Kau tidak mengerti Mirella, dia frustasi dan bisa melakukan hal diluar batas. Selama satu jam aku dan tim dokter berusaha membuatnya tenang dan aku tidak mau ibumu kembali marah dan tidak terkendali."

"Kau berbohong! Aku tidak mendengar apapun sejak satu jam yang lalu!" Serunya dengan kilatan emosi.

"Tentu saja karena ruangan ini kedap suara. Sekarang ikut aku atau ibumu akan tiada tepat dihadapanmu!" Bentak Ryan membuat Mirella menutup mulutnya dan menggelengkan kepala. Ia tidak mempercayai hal ini. Ibunya depresi dan tidak mau menemui dirinya. Tubuhnya melemas saat Ryan meraihnya dan membawa Mirella keluar membiarkan Stephanie terlelap sendirian.

"Rose..." Tepat diambang pintu, Mirella mendengar suara parau dari dalam ruangan. Ia berbalik dan mendapati Stephanie berusaha duduk dengan susah payah. Mirella menoleh pada Ryan, berharap pria disampingnya mengijinkan Mirella mendekat meski bukan namanya yang dipanggil. "Kau boleh mendekatinya tapi tetap jaga jarak, aku tidak mau kau atau ibumu terluka," ucap Ryan memperingatkan. Bukan tanpa alasan Ryan melarang Mirella untuk berada dekat dengan ibunya. Berulangkali Stephanie berusaha menyakiti dirinya sendiri dan juga orang lain yang ada disekitarnya dan ia tidak mau Mirella menjadi korban dari ketidakwarasan Stephanie.

Breakable HEAVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang