"Akhir akhir ini aku senang melihatmu begitu rajin datang kerumah sakit bahkan menghabiskan waktu istirahatmu dengan menggantikan tugas beberapa dokter yang mengambil cuti secara mendadak. Tapi jujur saja Mirella, aku merasa kau tidak sedang benar benar mengabdi pada pasien sebagai dokter yang berdedikasi tinggi." Jelas seorang pria yang bersandar dibalik kursi kerjanya.
"Maksud anda?" Mirella mengernyit tidak mengerti dan merasa bodoh mendapat panggilan dari atasannya hanya untuk sebuah penilaian tanpa alasan yang jelas.
"Yang aku lihat, meski kau melakukan tugasmu dengan baik tapi aku tidak bisa menutup diri mengenai alasanmu yang berubah secara mendadak seperti ini."
"Aku menilaimu tidak lebih dari seorang manusia yang sedang mengisi waktu luang. Entah untuk alasan apa kau menjadikan profesimu sebagai pelampiasan namun yang pasti, caramu bekerja tidak lebih baik dari Caroline yang menjadi asistenmu. Kau selalu terlihat kacau dan tidak tenang meski dengan riasan make up yang seharusnya membuatmu terlihat lebih berani dan tegas." Jelasnya panjang lebar.
"Anda bilang saya melakukan semuanya dengan baik. Bukankah itu cukup? Bukankah saya hanya perlu melakukan semuanya dengan baik tanpa harus mempedulikan pendapat orang lain tentang perasaan saya apalagi riasan yang tidak pantas dijadikan alasan anda menyalahkan kinerja saya disini." Balas wanita berseragam dokter tersebut. Kesal yang dirasakannya bukan karena ia sulit menerima masukan dari kepala rumah sakit tempatnya bekerja melainkan ia merasa tersinggung saat seseorang menilai penampilannya. Mirella akui ia sedikit berlebihan dalam memoles wajahnya saat bekerja. Jika biasanya ia merias wajahnya hanya dengan makeup flawless dengan efek natural, kini ia berubah menjadi lebih menyukai riasan yang terkesan glamour dengan alasan untuk menutupi sendunya raut wajah Mirella semenjak pertemuan terakhirnya dengan Edward Williams. Sejak saat itu pula Mirella mengalami pola hidup buruk yang mempengaruhi tubuh dan juga wajahnya sampai akhirnya hanya polesan make up lah yang bisa ia andalkan untuk menutupi wajahnya yang selalu kelelahan karena terlalu banyak pikiran dan kurangnya istirahat.
"Karena itu penting Mrs.Gilbert. aku tidak mau mempekerjakan dokter yang pikirannya melanglang buana kemana mana." Mirella terduduk tegak dengan dagu sedikit terangkat pertanda ia mulai kehilangan kendali akan sikapnya yang harus selalu hormat pada atasannya kini.
"Apa maksud anda dengan pikiran saya yang kemana mana?" Tanyanya terlontar dengan begitu mudah. Ia bahkan tidak membutuhkan jeda sekedar untuk membuat otaknya berpikir dengan lebih baik lagi.
"Katakan apa yang mengganggu pikiranmu sampai membuat raut wajahmu terlihat muram meski kau berusaha untuk terlihat baik baik saja?" meski nada bicaranya terdengar formal, namun tidak dapat dipungkiri kalau Mirella merasa tidak nyaman dengan pertanyaan pria yang kini memasang ekspresi wajah dengan begitu santai.
"Maaf jika saya lancang Mr.Jaimee. Hari saya tidaklah mudah. Kini saya bekerja hampir setiap hari dengan beban dipundak yang terasa semakin berat. Mengambil keputusan untuk selalu berada dekat dengan salah satu anak saya yang sakit dan membiarkan anak saya yang lain menjauh entah kemana bukanlah hal mudah yang bisa saya terima dengan lapang dada. Tapi disisi lain saya harus tetap bertahan dengan situasi seperti ini. Saya mohon, selama pekerjaan saya cukup baik untuk diterima, jangan berusaha untuk mencari celah dan kesalahan yang sama sekali tidak merugikan pasien dan juga rumah sakit ini." Jelas Mirella dengan nada tegas tanpa menghilangkan rasa hormatnya pada Jaimee.
"Saya bekerja sesuai porsi saya. Mungkin sedikit berlebihan akhir akhir ini karena saya berusaha untuk menjadi lebih baik. Tapi jika usaha saya malah mendatangkan masalah dan membuat anda mendapat celah lebih mudah, saya berhenti menggantikan dokter tulang yang mengambil cuti sampai akhir pekan nanti." Lanjutnya dengan sedikit penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breakable HEAVEN
RomanceSequel from JUST HOW TO LOVE AGAIN Aku sudah berjanji untuk tidak pergi darimu tapi kenyataannya kau pergi lebih dulu. Kau berjanji akan membuatku bahagia tapi nyatanya kau malah membuatku merasakan kesedihan yang mendalam dan membuatku terluka. Jik...