part41

5.2K 367 157
                                    

Sejenak Edward memejamkan kedua matanya dengan posisi tubuh yang ia sandarkan pada bagian belakang kursi mobil yang ia duduki. Sebisa mungkin pikirannya tidak terpengaruh oleh kehadirannya ditempat kini ia berada. London. Ya, setelah kepergian Elea dengan pesawat pribadinya dan kedatangan Grey yang kini duduk dibalik kemudi sambil mengendarai mobil mewah miliknya, dengan berat hati Edward memutuskan untuk pasrah mengikuti kemauan Alex dengan turut tinggal diLondon untuk beberapa hari kedepan atau lebih tepatnya sampai urusan dengan Antoinette selesai.

Bukan perkara mudah baginya kembali tinggal diLondon meski hanya untuk beberapa hari saja. Hatinya bergejolak dengan pikiran kacau yang turut mempengaruhi ketenangan jiwanya mengingat setiap kali Edward hendak mendatangi pusat kota Britania Raya tersebut, setiap kali juga ia dipaksa kembali mengenang masa lalu yang membuatnya jatuh dan hancur dipermalukan hanya dengan berbagai berita buruk yang belum tentu kebenarannya. Tidak pernah mudah baginya untuk melupa terlebih orang orang disekitarnya selalu membicarakan berbagai hal yang terjadi dikota kelahiran pria berusia 32 tahun tersebut. Berbagai kejadian dan peristiwa diLondon tak pernah luput dari pemberitaan kawan kawannya yang tinggal diAuckland dan itu cukup mengganggu meski Edward diam sekalipun. Hal itu juga yang mendasari Edward untuk sebisa mungkin menghindari kota London yang dulu menjadi saksi dari masalah pelik yang sampai kini urung untuk selesai. Edward enggan mengenang masa lalunya yang kelam bersama orang orang yang dulu meninggalkan dirinya dimasa masa tersulit dalam kehidupannya.

"Berhenti disini dan kabari aku setelah semuanya siap." Setelah mengalami perdebatan dalam hatinya, Edward memang memilih untuk tidak kembali pulang kemansion mewahnnya sesuai perintah Elea. Sebaliknya, ia memutuskan untuk tinggal diapartemen dan meminta Grey untuk menyiapkan segala keperluannya termasuk tempat tinggal yang mungkin dipenuhi oleh debu mengingat tidak pernah ada seorangpun yang menginjakkan kaki disana setelah empat tahun lalu. Dan selama menunggu tempatnya siap, untuk sementara waktu Edward akan bersantai disalah satu cafe disekitaran pinggiran sungai Thames yang tenang.

"Baiklah." Sudah mengerti, Grey menghentikan mobilnya lalu membiarkan Edward turun sebelum akhirnya ia kembali melaju.

Espresso Americano, kopi yang ia pesan sesaat setelah ia duduk dikursi yang menghadap langsung kearah jendela. Sepertinya musim dingin diLondon sudah mulai membuat Edward kedinginan sampai ia butuh espresso panas untuk menghangatkan suhu tubuhnya yang mulai menggigil. Salahkan pria berjaket kulit tersebut karena ia menolak tawaran Grey untuk meminjamkannya mantel tebal yang jelas akan membuat tubuhnya lebih hangat tanpa harus memesan kopi panas yang kini sudah datang dan segera Edward raih dan ia minum sebelum pelayan menyimpannya diatas meja lebih dulu. Sedikit menghangatkan kedua kata tersebut mewakili rasa dari kopi yang sudah Edward teguk sampai habis. Kini tubuhnya sudah tidak menggigil meski tidak dapat dipungkiri kalau udara dari luar masih enggan diam dan terus mengembuskan hawa tidak menyenangkan pada tubuh pria berbalut jaket kulit berwarna hitam tersebut.

"Huuuuh! Aku harus segera pulang andai Grey bisa menyiapkan tempatku secepat kilat." Ujarnya sambil menggosok kedua tangannya yang juga dingin.

Kembali Edward mengembuskan napas sampai tanpa sadar bayangan masa lalu mengusik jiwanya yang mulai tenang.

Empat tahun lalu...

Hari itu adalah waktu dimana terakhir kali Edward menempati ruangan rapat sebagai pemimpin perusahaan Williams Corporation. Setelah mendapat kabar kalau beberapa perusahaan mundur dari kerjasama yang sebelumnya sudah disepakati, Edward langsung mengadakan rapat guna membahas kebenaran dari kabar yang Grey sampaikan padanya. Benar saja, setelah Steve yang merupakan sahabat karibnya memilih mundur dan membatalkan kerjasama, perusahaan lain juga dengan cepat mengikuti langkah Steve. Mundur dan membatalkan kerjasama dengan alasan tidak ingin perusahaannya ikut tercoreng oleh kabar buruk yang beredar.
Rasanya sudah tidak ada daya dan upaya apapun lagi selain pasrah. Edward hanya diam, mendengarkan namun tetap berpikir keras mencari jalan keluar terbaik bagi perusahaan. Rasanya memang sulit untuk berpikir disituasi seperti saat ini terlebih kondisinya yang mengalami beberapa memar dibeberapa bagian tubuh terutama wajah membuatnya ingin memejamkan mata andai beban perusahaan lepas dari pundaknya meski untuk sesaat saja.

Breakable HEAVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang