Beberapa hari kemudian...
Mirella berjalan santai menuju ruangan kerjanya. Sesekali ia membalas sapaan dari rekan kerja yang berlalu lalang dan berpapasan dengannya disepanjang koridor rumah sakit. Rutinitasnya akhir akhir ini memang cenderung sibuk dan menguras waktu. Namun, meski begitu ia tidak mau ambil pusing dan mengambil langkah yang cepat untuk memulai bekerja dipagi hari yang cerah ini. Langkahnya masih begitu santai dan tidak terburu buru. Ia bahkan menyempatkan diri untuk berbelok keruangan lain sebelum memasuki ruangannya sendiri.
"Masuk!" Perintah seseorang setelah ia mengetuk pintu lebih dulu. Mendengar instruksi dari dalam, Mirella berjalan masuk kedalam ruangan berpenghuni seorang pria yang tengah duduk dengan setelan jas berwarna putih.
"Mrs. Gilbert, duduklah." Sapa dokter tersebut mempersilahkan Mirella untuk duduk.
"Terimakasih." Seulas senyum Mirella lontarkan pada pria yang menatapnya penuh profesionalitas.
"Ini hasil pemeriksaan terakhir Brie." Selang beberapa saat, Darel menyodorkan amplop putih berisi hasil rekam medis Brianna. Ya, memang hari ini Mirella mendapat panggilan dari Darel untuk menemuinya diruangan pria berusia tigapuluhan tersebut, tentunya untuk membahas hasil pemeriksaan yang telah berlangsung beberapa hari lalu.
"Meski sampai detik ini dia belum bisa sadar dari koma, tapi hasil pemeriksan menunjukkan perkembangan yang cukup baik dan kita memiliki harapan lebih besar dari sebelumnya," ucap Darel memperjelas tulisan yang selesai Mirella baca.
"Huuuuh..." Mirella mengembuskan napas beratnya bersamaan dengan kertas yang ia letakkan kembali diatas meja kerja dokter yang menangani puterinya.
"Kenapa?" Darel memgernyit, merasa heran dengan ekspresi pasrah Mirella.
"Hampir setiap minggu aku membaca surat seperti ini. Tapi itu tidak membuatnya membuka mata," ungkap Mirella dengan raut wajah berubah muram.
"Kau menyerah?" Tanya Darel membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegak dengan ekspresi wajah serius.
"Tidak. Aku hanya lelah saja dengan semua ini." Jawab Mirella meralat kalimat yang dirasa tidak tepat ia lontarkan pada dokter yang trlah menngani puterinya.
"Aku harap lelahmu tidak mempengaruhi kondisinya saat ini." Lanjut Darel penuh harap.
"Jika semangatku saja tidak berpengaruh sama sekali, bagaimana bisa lelahku memperburuk kondisinya saat ini?" Membenarkan posisi duduknya dengan tangan bertumpu pada bahu kursi, Mirella balas bertanya diikuti tatapan tajamnya pada Darel.
"Baiklah. Maafkan aku karena sampai detik ini belum bisa membuatnya terjaga," ucap Darel memasang ekspresi wajah penuh sesal. Sudah satu tahun lebih ia menangani Brie, dan baru kali ini ia mendapat kalimat tidak menyenangkan keluar dari mulut Mirella. Mungkin ucapan Mirella memang tidak bermaksud mengeluhkan kinerja Darel selama menangani puteri kecilnya. Namun tetap saja, sebagai dokter, Darel merasa tidak enak hati karena sampai detik ini ia hanya bisa memberikan kemungkinan kemungkinan kecil mengenai kesadaran Brie tanpa memberinya kepastian entah sampai kapan.
"Tidak. Ini bukan salahmu. Seharusnya aku berterimakasih padamu. Bukan malah mengeluh dan membuat perasaanmu menjadi tidak nyaman." Kembali Mirella meralat ucapannya saat kedua bola matanya menangkap jelas raut wajah kecewa yang Darel tunjukkan.
"Aku akan memulai pekerjaanku sebelum semua perasaanku ini mempengaruhi kinerjaku sebagai dokter." Lanjutnya kemudian bangkit dan beranjak pergi meninggalkan Darel yang masih terdiam.
"Mirella..." Panggil Darel saat Mirella membuka pintu ruangan.
"Ya." Balasnya diiringi embusan napas ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breakable HEAVEN
RomanceSequel from JUST HOW TO LOVE AGAIN Aku sudah berjanji untuk tidak pergi darimu tapi kenyataannya kau pergi lebih dulu. Kau berjanji akan membuatku bahagia tapi nyatanya kau malah membuatku merasakan kesedihan yang mendalam dan membuatku terluka. Jik...