a pool of tears

17.8K 317 26
                                    

Aku masih tak sanggup berkata. Meski caci maki telah berkumpul di tenggorokan, meronta ingin keluar dari mulutku ke telinganya.

Bertolak belakang dengan tubuhku yang ingin memeluknya. Memeluknya erat. Sekuat tenaga aku menahan agar tak melompat ke arahnya.

"Ra buatkan aku kopi donk !" Pintanya.

Dan aku, bagai robot dengan kendali ditangannya, tanpa berpikir panjang pergi kedapur dan membuatkan secangkir kopi panas. Percis seperti pelayan kepada tuannya. Hebatnya aku, bahkan bisa menyingkirkan segala luka yang perih karenanya.
*
*
Setelah kopi dia teguk, tubuhnya menuju pada tubuhku. Masih dengan cara yang sama. Senyumnya dan tatapan matanya, menyetubuhiku lebih dulu. Aku, juga tak kuasa menolak. Kunikmati setiap sentuhan darinya. Sambil membayangkan, rasa sakit yang akan hadir selepas rasa nikmat ini. Setelah malam ini, akan ada malam-malam lebih panjang lagi untukku tak bisa terpejam merindukannya. Mungkin akan lebih parah.

Dia lepas bajuku satu demi satu. Dia nikmati setiap sudut tubuhku penuh gairah. Tak ada secuilpun kulitku yang tak kena kecupannya.
Air liurnya kini membasahiku. Sesekali, ia seka keringat di keningku. Melihat wajahnya yang mengerang menikmati, entah mengapa sangat membuatku puas.
Kupeluk tubuhnya yang kini lengket oleh keringat. Rambutnya yang gondrong, menggelitiki wajahku. Pinggangnya naik turun, bekerja keras menuntaskan gairah yang sekian lama terpendam.
Desah nafasku dan nafasnya bersaut-sautan sepanjang malam sekali lagi.

Setelah selsai, dia terbaring di sebelahku. Kutatap wajahnya dengan nafas yang cepat dan terengah-engah.
Lalu tiba-tiba dia genggang tanganku. Jari-jarinya masuk ke ruas jari-jariku. Lalu dia kecup punggung tanganku.

"Ra, sehabis ini mungkin aku takkan menemuimu lagi" itulah kalimat yang dia lontarkan selepas selesai memakai tubuhku untuk memuaskan birahinya.

Dengan bodohnya aku bertanya, "kenapa ? Kenapa lagi sekarang?"

Bukankah seharusnya aku menikamnya dengan belati saat itu juga ? Lelaki yang dengan tega dan tak berperasaan, dengan sengaja terus menyakitiku tanpa ampun.

"Emangnya mau sampai kapan kita begini? Bertemu hanya untuk bercinta?!"
Kalimat Ricky seolah-olah jika semua yang terjadi adalah pintaku. Aku tak pernah merajuk padanya untuk datang memuaskan gairahku. Dia yang selalu datang padaku.

"Sebenarnya apa kesalahanku? Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"
Dengan suara yang bergetar menahan tangis aku memohon sebuah penjelasan darinya.

"Karena kamu begitu sulit dilupakan Ra, aku sangat menyayangimu. Setelah bertemu aku sadar bahwa kamulah wanita yang selama ini aku cari untuk menghabiskan sisa hidupku. Aku takut jika aku jatuh lebih dalam lagi padamu. Tapi kamu tau kan kalau kita gak mungkin bersama? Dari awal hubungan kita ini sudah menduakan Tuhan. Aku tak mau kamu menyakiti kedua orangtuamu dengan mengajakmu berpindah keyakinan, begitupun aku tak kuasa menyakiti ibuku jika ikut keyakinanmu"

Aku hanya terdiam mendengar pengakuannya.

"Maafkan aku Ra, aku tidak sanggup melupakanmu. Setiap aku datang kesini, sepanjang jalan aku berjanji pada diriku sendiri, bahwa ini akan jadi pertemuanterakhir. Tapi merindukanmu, adalah hal yang paling sulit aku kalahkan. Aku seperti ingin mati, setiap aku berusaha melupakanmu, semakin jelas kamu terbayang. Betapa sakitnya aku setiap mengabaikan pesan-pesan darimu. Aku tak ada pilihan, bertemu adalah satu-satunya obat"

Tangisku pecah mendengar apa yang sebenarnya dia rasakan selama ini untukku. Ternyata aku tak merindu sendirian. Aku menangis dipelukannya malam itu.

My Sex Partner | COMPLETE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang