Serakah

8.9K 237 6
                                    

Julian terduduk disampingku yang terisak. Menangis menahan rasa malu dan bersalah yang hebat. Sedang Julian, terdiam sekuat tenaga menahan kecewa dan marah. Entah apa yang menahannya. Aku sudah siap mendengar semua caci maki yang akan dia katakan padaku.

Kini dia serupa denganku. Kami berdua adalah dua orang bodoh yang sama-sama menyayangi orang yang salah. Tak heran, didunia ini mungkin dialah satu-satunya manusia yang bisa mengerti, mengapa aku tak bisa melupakan Ricky, sama sepertinya yang masih saja menyayangi perempuan yang menjadi sumber kecewanya.

"Tinggalkan saja aku Kak, jangan membuang-buang waktu untuk menyayangiku, sungguh aku belum layak menerima semua kasih sayangmu" kataku.

"Bagaimana jika kubalik? Tinggalkan Ricky, jangan buang-buang waktu menyayanginya lagi, dia tak layak untuk kasih sayangmu?!" Jawab Julian.

Bagai ditampar, kata-kata Julian tak mampu ku jawab lagi. Aku tau rasanya, ketika menyayangi seseorang yang bagai memelihara luka.

Aku sangat menyayangi Ricky, dan aku tau diapun menyayangiku. Namun rasa sayangnya tak cukup besar untuk membuatnya memperjuangkanku. Dan aku dengan bodohnya masih berharap Tuhan berubah pikiran.

Lebih teganya, aku kini melakukan hal sama, menyianyiakan orang yang dengan tulus menyayangiku.

Tapi sungguh, aku tak pernah meminta jatuh hati pada Ricky. Mereka bahkan terus tumbuh dan kuat meski tak kurawat.

Jika boleh memilih, aku ingin jatuh hati dengan sedalam-dalamnya pada Julian. Pada dia yang rupawan tak hanya parasnya, namun juga hatinya. Yang lembut bahkan saat amarahnya datang.

Bukan berati Ricky tak baik. Jika mau memaki, padakulah seharusnya sumpah serapah itu tertuju. Telah kusampaikan seribu kali, dan masih akan terus kukatakan. Ricky tak pernah mencariku, aku juga tak sedang menunggunya. Kami dipertemukan semesta yang berkonspirasi dengan Tuhan.

Mungkin hidupnya juga sangat damai sebelum aku ada. Terlepas dari ribuan bulir air mata yang jatuh karenanya, dialah dulu satu-satunya yang membuatku merasa berharga. Kami pernah menangis dan tertawa bersama. Marahnya adalah rasa cemas. Pelukannya pernah jadi tempat ternyaman untukku benamkan wajahku.

Bukankah putus cinta artinya kita pernah sangat dicintai?
Tapi ternyata, usai belum tentu selesai. Seperti perasaanku padanya.

"Ra, aku tau ini aneh, tapi biarkan saja seperti ini. Aku akan tetap dibelakangmu, menjagamu semauku dan semampuku. Aku tak keberatan jika kamu belum bisa jadi milikku sepenuhnya, tapi biarkan aku khawatir denganmu, jangan memintaku berhenti mencemaskanmu, sementara ini hanya itu yang bisa aku lakukan"

Entah darimana keberanian ini muncul, tiba-tiba saja aku sangat ingin menciumnya. Tanpa menunggu lama, kuraih kedua pipinya yang merona. Ku kecup bibirnya yang merah. Julian nampak kaget, bola matanya bergetar.

Kulepas perlahan, kuakhiri dengan sebuah senyum.

"Boleh sekarang giliranku Ra?" Ucapnya.

Lalu ciuman yang lebih intim terjadi antara aku dan Julian. Tak bisa aku pilih, mana yang lebih enak. Ricky atau Julian. Dua-duanya kini membingungkanku.

Ah entahlah. Lebih baik seperti ini. Lebih baik kami beradu mulut dalam arti kata yang sebenarnya. Terlalu sulit dan rumit berdikusi tentang perasaan.

Tentang Ricky yang besar sayangnya tak sebanding dengan nyalinya.

Tentang Julian yang sialnya karena menyayangi wanita yang terjebak pada perasaan yang salah.

Dan tentangku si jalang yang serakah.

My Sex Partner | COMPLETE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang