Jika

8.8K 225 15
                                    

Kembali ke rutinitas kerjaku. Senin pagiku yang sibuk. 07.00 mobilku sudah melaju, menyusuri hamparan ladang hijau, pohon-pohon rimbun, tetes embun pagi dibalik kaca mobilku.

Perlu hampir satu jam untukku sampai ke kantorku. Jarak yang cukup jauh harus kutempuh. Namun pemandangan pagi menuju kesana, rasanya cukup untuk membayar jarak yang jauh.

Tak ada yang istimewa dikantor. Terimakasih karena setumpuk pekerjaan cukup menguras pikiranku. Sehingga aku bisa rehat sejenak dari pikiran tentang Ricky dan Julian.

Julian? Aku baru ingat, dia sama sekali tak menghubungiku beberapa hari ini. Setelah malam panas itu, apa dia juga meninggalkanku?

Tapi aku tak punya hak untuk marah, karena apa yang kulakukan dibelakangnya jauh lebih parah.
*
*
"Ra muka kamu pucet banget deh Ra!" Kata Oky.
"Masa sih? Aku memang sedikit lelah Ky, nanti dirumah aku minum obat deh!" Jawabku
"Mau aku anter ke dokter gak Ra?" Ajak Oky.
"Gak perlulah Ky, kayak sakit apa aja, btw thanks yaa !" Ucapku berterimakasih pada Oky, sahabatku di kantor.
*
*
Diperjalanan pulang kerumah, tubuhku semakin terasa tak enak. Kepala berat, keringat dingin mulai bercuciran disana dan disini. Rasanya ingin cepat-cepat sampai kerumah.
*
*
Aku bergegas turun dari mobilku, namun langkahku terhenti diteras rumah. Ada seseorang yang sedang menungguku disana. Terduduk dengan kaos berkerah warna abu-abu. Aroma parfumenya semerbak sampai kehidungku.
Julian.

"Hai Ra, maaf aku gak kasih kabar dulu" sambut Julian atas kepulanganku kerumah.
"Mengapa kalian berdua senang mengejutkanku akhir-akhir ini? Datang tanpa memberi kabar. Menunggu diteras sendirian" ucapku dalam hati.
"Kak sejak kapan nunggu disini?" Tanyaku canggung. Ini pertemuan pertama kami sejak malam itu. Wajahku pasti terlihat aneh sekarang. Aku benar-benar tak siap menemuinya, setelah dosa besar yang aku buat dibelakangnya.
"Baru aja kok Ra, Ra kamu kok pucet banget sih?" Julian menyadari keadaanku yang kurang sehat. Dia lalu mendekat, dan menyentuh kening dan leherku.
"Kamu demam Ra, ayo masuk, buka pintunya"
Julian sibuk mencari obat demam di kotak obatku. Selsai berganti baju aku langsung berbaring sesuai perintahnya. Aku terbaring di tengah rumahku. Agak canggung jika aku harus berbaring dikamar sedang Julian bolak balik mengecek suhu tubuhku.

"Nih minum Ra obatnya, kalo kamu merasa badan kamu semakin tak enak segera bilang aku ya Ra, kita ke dokter!"
"Iya Kak, ini udah malem Kak, besok kan kamu harus ngantor" kataku.
"Aku sudah ijin, besok gak kan masuk kerja"
"Loh kenapa?" Tanyaku heran.
"Jaga-jaga besok kondisimu belum membaik" jawabnya.

Lalu aku merasa jadi wanita paling beruntung namun juga paling tak bersyukur di dunia.

Apalagi yang aku cari? Semua Julian miliki. Cinta, cepatlah tumbuh untuk Julian. Sebesar cinta ku pada Ricky, yang bahkan tetap subur meski tak kurawat sekalipun.

Setiap aku menggerakan tubuhku, Julian langsung sigap "kenapa Ra? Ada yang sakit? Tidurmu kurang nyaman? Mau aku tambah selimutnya?" Wajah cemas dan khawatir kulihat pada wajah Julian malam ini.

Bayangkan, jika lelaki tampan dan baik ini, adalah ayah dari anak-anakku? Dia begitu khawatir dan menjagaku meski aku hanya demam. Bagaimana jika aku melahirkan anaknya?

My Sex Partner | COMPLETE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang