Lusi berkali-kali menghapus peluh matanya saat perjalanan pulang. Setelah memberikan pesan singkat pada Jimin, dia memutuskan untuk menonaktifkan ponsel pintarnya itu. Dia sedang ingin sendiri. Sedetik kemudian dia menatap ponselnya yang telah mati dan tersenyum nanar.
"Apa yang kau pikirkan Lusi? Jimin tak akan menghubungimu, kenapa kau mematikan ponselmu? Memangnya Jimin akan menghubungimu?" lirih Lusi, menyindir dirinya sendiri.
Maka setibanya di rumah, Lusi mengurung diri di kamar. Dia merenung. Demi langit, dia sangat mencintai Jimin. Dia tulus mencintai laki-laki itu. Akan tetapi semuanya tidak berjalan baik. Lusi pikir, hati Jimin akan bisa segera terbuka, namun Lusi salah. Dia salah. Ketulusan cintanya tidak akan pernah membuka hati Jimin.
Alasannya karena satu. Kebohongan. Hubungan yang dipupuk dengan penuh kepalsuan tidak akan pernah berjalan dengan baik setulus apapun kau mencintainya.
Tidak! Lusi tidak menyerah. Dia hanya muak dengan cara yang salah ini. mungkin dia perlu memikirkan cara yang tepat. Dia perlu memikirkan cara lain. Mungkin dia harus lebih jujur terhadap perasaannya.
Sementara itu, di tempat lain, Jimin sedang mendesah karena mendapat oral dari Hwasa—sebagai penutup seks mereka. Laki-laki itu menarik kuat rambut Hwasa saat dirinya sampai di pelepasan.
"Kau mengagumkan Hwasa" ucap Jimin kemudian memberikan ciuman pada wanita itu. Hwasa membalas melumat Jimin.
"Kau juga, Jim. Aku harap kita bisa melakukannya lagi lain waktu" sahut lawan bicaranya. Jimin hanya mengangguk dan terkekeh. Jujur saja, Hwasa lebih menggairahkan dibandingkan perempuan lain yang pernah dia tiduri. Tubuh dan wajahnya sangat sensual. Pengalaman seks yang banyak juga menjadi poin bagi Hwasa. Jimin sangat menikmati seksnya kali ini.
"Kalau begitu aku pergi" ucap Jimin kemudian meraih tasnya dan pergi.
Di sepanjang koridor, Jimin mengerutkan dahinya menatap layar ponsel. Pesan singkat dari Lusi membuatnya bingung.
From : Lusi
Jimin, maaf aku tidak enak badan. Kita batalkan saja kencanya. Aku pulang duluan. Kunci mobilmu aku titipkan pada satpam.
Lusi tidak enak badan? Benarkah? Rasanya Lusi baik-baik saja sebelum Jimin melakukan kesenangan bersama guru muda itu. Mimik Jimin berubah. Seringai kini bertengger di bibirnya.
Wah, rupaya kau melihat adegan yang tidak seharusnya kau lihat, Lusi.
Laki-laki itu terkekeh pelan. Dia senang telah berhasil melukai hati gadis bodoh itu. Dengan santai dia berjalan ke pos satpam untuk mengambil kunci mobilnya. Tentu saja dia harus ke rumah Lusi untuk memerankan peran sebagai pacar yang perhatian. Dia akan berpura-pura khawatir.
Tak butuh waktu lama hingga Jimin sampai di kediaman Lusi. Jimin disambut oleh pelayan. Mereka tahu bahwa laki-laki ini adalah kekasih nona muda mereka. Jimin dengan leluasa masuk ke rumah itu dan langsung bergegas ke kamar Lusi.
Tiga suara ketukan terdengar. Lusi mengizinkan pengetuk pintu itu masuk. Sayang sekali gadis itu tak memiliki ide bahwa yang mengetuk pintu kamarnya adalah laki-laki yang sedang ia coba untuk hindari. Jika tahu dari awal, mungkin Lusi akan berpura-pura tidur hingga laki-laki itu meninggalkannya.
"Jimin!" Lusi kaget. Jimin sudah memasang topengnya. Menampilkan mimik khawatirnya.
"Kau sakit? Kita perlu ke dokter?" Jimin cemas—dibuat-buat. Dia berjalan mendekat pada Lusi dan memeriksa keadaan Lusi.
Lusi terperanjat dengan perlakuan Jimin. Hatinya nyeri begitu Jimin mendekat dan menyentuh Lusi. Aroma pergumulan antara dua orang tercium dari tubuh Jimin. Lusi hendak menghindar. Risih disentuh oleh Jimin, tapi dia tak bisa berbuat apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Women Addict [M] [End]
Romance[Complete] Apa jadinya jika seorang gadis yang masih "murni" harus terjebak dalam SMA Helios yang penuh dengan orang-orang dengan pergaulan bebas? Bagi Soeun yang mendapatkan beasiswa, dia harus berjuang mempertahankan harga dirinya hingga lulus dar...