Wound

719 60 1
                                    


Dentuman musik di salah satu klub malam terdengar begitu meriah. Lampu disko yang menjajaki remang-remang di sana, mengguyur semua manusia yang candu menggoyangkan tubuhnya. Hanya saja, itu tak berlaku bagi seorang yang tengah meyangga kepalanya sembari menegak minuman yang membakar tenggorokannya. Dia tersenyum sarkas menertawai dirinya sendiri yang berubah terlalu jauh.

Ia melihat sekeliling. That's so hyped up. Pesta alkohol dengan kedok pesta topeng. Begitulah keunikan klub malam yang selalu ramai pengunjung. Semua pelanggan yang datang harus mengenakan topeng. Bukan apa-apa, tapi kebanyakan orang, lebih nyaman untuk bersenang-senang dengan orang yang tak mengenalnya sama sekali.

Kebanyakan orang yang datang untuk mabuk di sini adalah orang-orang yang tengah dirundung banyak masalah dan beban pikiran. Mereka ingin mencari kesenangan sesaat dan melupakan dunia. Mereka ingin melampiaskan semua rasa sakitnya dengan alkohol atau dengan menari sampai puas tanpa ada orang lain yang tahu dia siapa.

Begitu pula dirinya. Menerima tawaran dari teman-temannya untuk bergabung di pesta ini. Wanita itu membenarkan topeng yang bertengger di wajahnya. Yah, hanya sebuah topeng hitam dengan bulu-bulu yang mengiasinya. Tidak sepenuhnya menutup wajah. Hanya bagian mata saja, sehingga setiap orang bisa melihat bagaimana bibir merah merona yang menantang ingin dipagut.

"Hei, Bona! Berhentilah minum dan segera turun ke lantai dangsa" ucap seseorang. Bona menggeleng kemudian mengibaskan tangannya. Dia menolak. Dia ke sini bukan untuk meliuk-liukkan tubuhnya diantara kerumunan manusia. Sehingga jika ada yang sengaja menyenggolkan tubuhnya pada Bona, dirinya tak bisa protes—sesak, penuh dengan manusia, senggol-menyenggol menjadi hal yang tak terhindarkan, begitulah dalihnya.

Meskipun dirinya sudah berubah sekarang, bukan berarti tubuhnya bisa disentuh dengan sembarangan orang. Dia tahu jika ia sudah tidak ada harganya, setelah laki-laki sialan Jeon terkutuk Jungkook memperkosanya. Sesungguhnya dia telah kehilangan semangat hidupnya.

Dia lari, pindah dari Seol untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Sayang sekali, dirinya tak mendapatkan itu. Ia malah terjerumus dalam lingkaran seperti ini. Awalnya ia ingin melawan rasa traumanya. Sayang sekali, ia menceritakan perihal ini pada orang yang tidak tepat. Teman-temannya menyeret Bona pada kehidupan malam seperti ini untuk melawan rasa takutnya. Berhasil? Sayang sekali, Bona harus mengakui jika mereka berhasil.

"Shit!" umpatnya semakin kesal. Dia semakin menyadari bahwa dirinya tambah menyedihkan.

Dia meneguk cairan keras yang berada di gelasnya. Dirasa kurang, Bona meminta bartender untuk memberikan minuman haram itu lagi. Dia tak menyadari jika ada yang memperhatikannya dari jauh. Bukan hanya sekali dua kali. Semenjak Bona menjadikan klub ini sebagai rumah keduanya, seseorang itu terus mengawasi Bona.

"Wah, kau benar-benar sudah mabuk" seorang laki-laki mendekati Bona. Bona yang sudah menggeletakkan kepalanya di meja, kemudian mencoba duduk tegap, menatap seseorang yang mengajaknya bicara.

"Siapa kau?" tanya Bona.

"Haha, panggil saja Mr. A" sahutnya. Bona sudah benar-benar mabuk. Dia tersenyum kemudian menyodorkan tangannya untuk menyalami. Tentu saja laki-laki itu menyambutnya dengan senang hati.

"Call me bitch then. Nice to meet you" sahut Bona membuat keduanya tertawa terbahak. Benar bukan jika Bona tak ada bedanya dengan jalang? Sudah kehilangan harga diri.

"Lemme treat you some drinks" balas laki-laki yang mengaku sebagai Mr. A. Bona mengangguk, menerimanya dengan senang hati.

Minuman datang. Mereka saling tersenyum satu sama lain, dan menabrakkan gelas mereka pelan hingga menimbulkan bunyi dentingan khas kaca—bersulang. Isi gelas itu habis dalam sekali shoot.

Women Addict [M] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang