Untuk Lusi
Sebelumnya, maafkan aku yang tidak jantan untuk menemuimu secara langsung. Bukannya aku tidak mau, hanya saja jika kau menerima dan membaca surat ini, berarti ada sesuatu yang membuatku tak bisa menemuimu.
Aku tak tahu memulainya dari mana. Permasalahan yang terjadi antara kau dan aku terasa telah selesai setelah malam itu kau memaafkanku. Terima kasih, Lus. Hatiku lega setelah mendapat pengampunanmu. Aku tahu banyak luka yang telah aku torehkan padamu, tapi kau tetap sudi untuk memberikan maafmu. Terima kasih.
Setelah pertemuan denganmu, aku lebih banyak merenung. Untuk pertama kalinya, seorang Jimin yang brengsek memikirkan baik-baik apa yang pernah kau katakan dulu, soal cinta. Aku yang pecundang ini memang takut untuk mengakuinya, Lus. Kehilangan cinta lebih menyakitkan dibandingkan apapun, hingga akhirnya aku memutuskan untuk menampik kenyataan jika cinta memang ada.
Tapi semuanya berbalik, Lus. Pertemuanku denganmu yang kedua, memberikan hantaman keras pada hatiku. Detik itu aku menyadari bahwa aku tak menyukai saat kau bersama laki-laki lain. Aku benci dengan realita saat dirimu membagi senyum hangatmu untuk laki-laki lain.
Maaf
Aku tahu bahwa kita sudah tidak memiliki hubungan apapun. Hanya saja perkataanmu dulu membuatku kembali menjadi Jimin yang egois. Aku teringat bagaimana dulu kau mencintaiku dengan tulus. Betapa bodohnya aku menginjak-injak perasaanmu. Aku tahu aku bajingan. Dan sekarang aku lebih bajingan karena berani mengharapkan dirimu lagi.
Saat aku melihatmu dengannya, rasanya kesal setengah mati ketika kehangatanmu kau bagikan untuk dirinya. Aku yang tiba-tiba lupa dengan posisiku, medadak nekat masuk ke tokomu. Setidaknya keberadaanku bisa mengalihkan perhatianmu darinya.
Cemburu memang memperburuk semuanya. Padahal aku belum mendapatkan penjelasan atau kebenaran darimu, tapi aku malah sudah mengambil kesimpulan sendiri. Aku pikir kau memang tengah berkencang dengannya, Lus. Maka aku mengatakan hal yang memicu kesalahpahaman diantara kita.
Aku tak pernah berniat membeli bunga, Lus. Bahkan aku tak pnya teman yang sedang sakit, apa lagi seorang wanita. Tidak ada. Aku tak memiliki siapapun. Semua yang terucap oleh lisanku kala itu, hanya untuk menunjukkan bagaimana aku cemburu. Aku ingin menyakitimu sekali lagi untuk memastikan bahwa kau masih mencintaiku juga. Maaf Lus, aku rasa kebrengsekkanku masih tetap melekat.
Aku tak tahu harus aku apakan bunga lili itu. Lalu aku melihat seseorang yang sedang tersedu di pinggir jalan. Aku tak memiliki maksud apapun hingga akhirnya menyerahkan bunga itu begitu saja. Dunia memang sempit. Ternyata wanita yang menerima bungaku adalah ibumu.
Salah paham yang terjadi diantara kita ingin aku selesaikan. Sungguh. Aku tak ingin mengubur kebohongan ini. Ketika aku menemuimu, takdir lagi-lagi belum mengizinkan. Aku tak bisa meluruskannya padamu. Hari itu berakhir dengan obrolan antara aku dan ibumu.
Rasa bersalahku semakin menjadi-jadi. Meskipun kau berucap bahwa kau telah memaafkan kesalahanku, semuanya yang menjadi keburukanku padamu di masa lalu, meminta keadilan. Ya, sebuah keadilan dimana kau bisa bebas bahagia tanpa egoku.
Aku terlalu jumawa mengatakan bahwa aku ingin memperbaiki hidupmu, hidup kita. Namun sungguh, begitulah harapanku, Lus. Hingga akhirnya aku tersadar siapa aku. Aku bukan bahagiamu. Bagaimana aku bisa mengatakan untuk memperbaikimu saat aku sendiri sudah hancur lebur?
Lus, izinkan aku mempertahankan keegoisanku di surat ini. Sungguh aku tahu kau berhak bahagia tanpa gangguan dariku. Aku hanya ingin kau memberiku waktu. Sekali saja lewat surat yang aku tulis ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Women Addict [M] [End]
Romansa[Complete] Apa jadinya jika seorang gadis yang masih "murni" harus terjebak dalam SMA Helios yang penuh dengan orang-orang dengan pergaulan bebas? Bagi Soeun yang mendapatkan beasiswa, dia harus berjuang mempertahankan harga dirinya hingga lulus dar...