Angin senja yang mampir ke taman rumah sakit, menyibakkan helaian surai gelap milik seorang laki-laki yang tengah merenung di sana. Netranya tajam menerawang langit. Ingin rasanya bisa menempus gumpalan putih yang sekarang terpulas jingga. Apakah di sana ada dunia lain yang bisa ia tinggali?
Dia menunduk dan tersenyum sinis menertawakan diri sendiri. Apa-apaan maksud dari pikirannya barusan? Apakah baru saja dia menyerah? Tidak, tentu tidak boleh. Dia tidak boleh menyerah sebelum bisa menghancurkan ayahnya.
Hanya saja email yang ia terima tadi pagi membuat dirinya sedikit gentar. Ternyata sang ayah lebih tahu jika Jungkook adalah ancaman bagi dirinya sedari dulu. Jika sang ayah bisa melakukan hal buruk itu di masa lalu, tentu saja dia bisa memberikan pelakukan yang lebih buruk pada Jungkook bukan?
Jungkook menghela nafas sembari menetralkan gigilan di tangannya. Tidak lagi. Dia tak ingin terkurung dalam ketakutan ini. Sudah 6 tahun berlalu. Dia tak boleh menjadi pengecut. Dia sudah memulainya dia tak bisa menyerah begitu saja. Semua penderitannya dan ibunya harus terbalaskan. Lagipula, masih ada yang harus ia perjuangkan bukan? Laki-laki itu beranjak dari bangku taman. Dia harus kembali ke kamar sekarang.
"Jungkook-ah!"
Jungkook menoleh dan mendapati Seokjin yang sedang berjalan ke arahnya.
"Ada apa?" tanya Jungkook.
"Lusa aku akan ke Seoul" jawab Seokjin. Jungkook diam. Jika Seokjin pergi ke ibu kota, itu artinya Jungkook akan sendirian.
"Ada urusan apa?" tanya Jungkook. Seokjin berdeham.
"Bukan sesuatu yang penting. Aku akan segera kembali" jawabnya. Jungkook tak menaruh curiga. Sebenarnya dia lebih tidak terlalu peduli, meskipun Seokjin pergi ke Seoul hanya untuk mengejar gadis yang dia sukai, bukan urusan Jungkook kan?
Jungkook hanya mengangguk.
"Jangan melupakan obatmu" pintanya yang disetujui oleh Jungkook. "Ah satu lagi, Namjoon mengirimkan ini untukmu" susulnya sembari menyerahkan amplop coklat yang tidak terlalu besar.
Jungkook menerimanya. Setelah mengucapkan terima kasih, laki-lai itu kembali ke kamarnya. Sesampainya di kamar, laki-laki itu tak langsung membuka amplop coklat yang diberikan oleh Namjoon. Dia hanya butuh kekuatan untuk menghadapi kemungkinan apapun. Dia butuh sesuatu untuk menghabisi rasa putus asanya.
Akhirnya dia memasukkan amplop itu ke lemari kecil disamping ranjang pasien yang ia tempati. Dia menuju kamar mandi untuk sekedar menyedarkan diri. Kepalanya butuh sesuatu yang mendinginkannya dan hatinya butuh sesuatu yang bisa merengkuhnya.
.
.
.
.
.
"Maaf, aku tidak bisa" sudah yang ketiga lakinya Bona menolak ajakan temannya. Dia tak ingin pergi ke klub lagi. Dia tak akan menginjakkan kakinya di sana lagi.
"Apa alasanmu?" kini Yuju menuntut asalan Bona.
Bona menghela nafas sembari mengambil tasnya. Dia bangkit dari kursi kuliahnya. Kuliahnya sudah selesai 10 menit lalu, sejak Yuju mengajaknya menuju klub malam.
"Nenekku sakit. Aku harus menjaganya" jawab Bona yang sedikit berbohong. Neneknya memang sedang sakit, tapi Bona tidak harus menjaganya karena sang nenek sudah di Seoul.
"Ck! Tidak asik" Yuju kecewa.
"Maafkan aku" ucap Bona yang sesungguhnya tidak ada penyesalan sama sekali. Dia tak benar-benar minta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Women Addict [M] [End]
Romance[Complete] Apa jadinya jika seorang gadis yang masih "murni" harus terjebak dalam SMA Helios yang penuh dengan orang-orang dengan pergaulan bebas? Bagi Soeun yang mendapatkan beasiswa, dia harus berjuang mempertahankan harga dirinya hingga lulus dar...