Enam tahun juga sudah berlalu di kehidupan Soeun. Bagaimana dulu ia ingin menjadi dokter, kini jalan menuju ke sana sedang ia rintis dengan baik. Dia sudah bisa mengenakan snelli putih ketika menjalani koasnya.
Berprestasi memang membanggakan. Dia bahagia bagaimana ayah dan kakaknya bangga dengan semua pencapaian Soeun. Hanya saja semuanya tidak sejalan dengan kebahagiaannya saat ia ditempatkan untuk menjalani koas di rumah sakit milik Keluarga Kim.
Bukan karena rumah sakitnya yang jelek. Justru rumah sakit ini adalah rumah sakit yang terbaik. Hanya saja dia memiliki kenangan buruk dengan pemilik rumah sakit ini. Begitu buruk hingga rasanya dia tak ingin kembali melihat mereka.
Kabar baiknya, dia hanya sementara di sini hingga koasnya selesai. Dia akan memilih bekerja di rumah sakit di kota kelahirannya. Hidup nyaman dan tenteram di sana.
"Berapa kali aku bilang jika aku tidak sakit!"
Perhatian Soeun beralih pada seorang nenek tua yang terlihat begitu kesal pada beberapa dokter yang sepertinya sedang membujuknya untuk melakukan sesuatu.
"Tapi, Nyona. Anda harus—"
"Aku tidak sakit! Aku ingin pulang! Aku ingin bersama cucuku!" nenek itu sepertinya keras kepala.
Soeun prihatin dengan dokter yang merawat pasien itu. Tentu saja akan membutuhkan kesabaran ekstra untuk merawatnya. Begitulah kenyataan hidup sebagai seorang dokter. Bukan hanya menyembuhkan penyakit pasien, tapi dokter harus bisa menjaga dan memberikan dorongan positif pada mental dan psikologis pasien yang dirawatnya. Beban berat. Dokter bukan hanya pekerjaan prestis belaka.
Soeun melanjutkan langkahnya menuju tempat seharusnya dia ditugaskan. Dia ada di departemen khusus untuk ibu dan anak. Tempat yang memang Soeun inginkan.
Akan tetapi hidup pasti penuh dengan kejutan bukan? Seoun memang memperkirakan bahwa harinya akan menjadi berat semenjak dia masuk menjalani koasnya. Sebagai 'junior' di sana, dia dimanfaatkan oleh semua dokter untuk menjalankan tugas remeh temehnya, seperti memasang infus dan menggantinya, membawa hasil lab pasien untuk diobservasi lebih lanjut—oh ayolah itu seharusnya dikerjakan oleh perawat bukan?—memeriksa kondisi pasien untuk melihat gejala-gejalanya, mengantarkan obat dan segala macam pekerjaan lainnya.
Soeun tak menyerah. Tiga bulan di rumah sakit itu membuat dirinya terbiasa. Tidak mengeluh dan menghujat oknum-oknum yang memperlakukannya seperti pembantu dibandingkan sebagai junior.
Anggap saja ini masa orientasi. Begitulah yang selalu dia ucapkan.
Kini ia memanjakan diri di kafetaria setelah melakukan seluruh scrap work—sebuah istrilah yang dipakai dimana dokter melakukan 'pekerjaan kasar', kasus yang tidak terlalu menarik. Seperti memeriksa infeksi ringan, menjahit luka kecil, memeriksa pasien radang tenggorokan, dan scrap work yang lain.
Ia melepaskan penat setelah berurusan dengan anak kecil yang kelewat aktif. Ia harus merapikan rambut dengan bercermin di kaca kafetaria setelah ia dijambak oleh pasiennya. Dan ia mengerti kenapa pekerjaan ini disebut scrap work.
"Bagaimana bisa dokter seperti dirimu ada di sini? Padahal katanya rumah sakit ini adalah yang paling elit diantara yang lain. Lihatlah penampilanmu itu! menyedihkan sekali" cibir seseorang.
Soeun menoleh. Matanya memincing memperhatikan wanita yang sudah berumur mengatai dirinya. Bukankah dia adalah nenek keras kepala yang dia lihat tadi pagi?
"Maaf?" Soeun lelah, dia tak ingin meledak hanya perkara seperti ini.
"Min Soeun. Kau dokter baru di sini?" tanyanya tak menyahuti pertanyaan Soeun sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Women Addict [M] [End]
Romance[Complete] Apa jadinya jika seorang gadis yang masih "murni" harus terjebak dalam SMA Helios yang penuh dengan orang-orang dengan pergaulan bebas? Bagi Soeun yang mendapatkan beasiswa, dia harus berjuang mempertahankan harga dirinya hingga lulus dar...