Urusan perasaan memang tak sesederhana memecahkan persamaan garis linier. Terlalu banyak variabel yang menentukan bagaimana perasaan akan berakhir nantinya. Seperti Jimin dan Lusi saat ini. Mereka masih berkecambuk dengan keheningan meskipun mereka tahu ke mana hati mereka bermuara.
Lusi kembali dari titik awal. Hatinya kembali hancur saat mendengar bahwa Jimin telah memiliki Rose sebagai kekasihnya. Tapi Lusi tak boleh egois bukan? Dirinya percaya suatu hari nanti Jimin akan mendapatkan perempuan yang sangat mencintanya dengan tulus dan Jimin balas mencintainya. Sekarang harapan itu telah terwujud, meskipun bukan Lusi yang menjadi pasangan Jimin.
Gadis itu benar-benar butuh kekuatan untuk menerima kenyataan. Maka Lusi mengambil beberapa tangkai bunga lili. Setelah berpamitan pada Bibi Hani dan Chaerin, Lusi segera pergi ke makam di sana.
Tak butuh waktu yang lama hingga Lusi sampai di pemakaman. Dia berjalan menuju gundukan kecil yang berada sedikit di puncak. Perlahan dia bersimpuh. Ia menatap haru sembari membersihkan gundukan itu dan meletakkan bunga lili di sana.
"Ibu merindukanmu, Nak" lirih Lusi sendu. Dia mengusap pusara itu dengan sayang.
Di bawah gundukan itu, anaknya telah tidur tenang selamanya. Padahal Lusi belum tahu jenis kelaminnya. Padahal mereka belum sempat bertemu. Langit sudah merenggut bayi itu darinya.
Lusi membiarkan airmatanya mengalir. Dia berharap anaknya bisa merengkuhnya dan menyalurkan kekuatan untuk dirinya. Hanya saja rasa bersalah Lusi pada si kecil tak bisa begitu saja dihapuskan.
"Padahal Ibu sudah bersumpah untuk memberimu cinta. Bagaimana ini? apakah kau bisa merasakan kasih sayang Ibu? Maafkan Ibu membiarkanmu tidur di dalam sana sendiri" Lusi terisak.
Suara Rose berdengung di telinga Lusi. Laki-laki yang begitu ia cintai benar-benar sudah jatuh di pelukan wanita lain. Kenyataan bahwa Jimin telah melepaskan cintanya dan mencintai wanita lain, membuat Lusi semakin limbung.
"Maaf, Ibu membuatmu kehilangan ayahmu"
Begitulah realita pahit yang harus selalu Lusi telan. Anaknya tidak bersalah, tapi dia harus menderita menanggung dosa dari ibunya. Sungguh apapun akan Lusi lakukan untuk menebusnya. Lusi akan melakukan apapun asalkan anaknya memaafkannya.
"Hik.. maafkan Ibu" lirihnya pilu. Dia tak menyadari jika ada seseorang yang mendengarnya sedari tadi.
Jimin. Laki-laki itu terpaku di tempat. Hatinya teremas kuat ketika mendengarkan apa yang terucap dari bibir Lusi. Netranya memanas menatap gundukan kecil yang berisi janin yang telah ia bunuh. Dia yang membunuhnya. Dia membunuh darah dagingnya sendiri.
Lalu kenapa Lusi yang bersimpuh di sana untuk meminta pengampunan dari anak mereka? Seharusnya Jimin yang melakukannya. Seharusnya dia menangis di depan pusara anaknya agar dia memaafkan kebodohan Jimin.
Awalnya Jimin ingin menemui Lusi untuk menyelesaikan permasalahan mereka. Dia ingin mempertegas perasannya pada Lusi dan berharap bisa memulainya dari awal. Dia ingin Lusi memberinya kesempatan untuk bersamanya. Akan tetapi, tempat yang dikunjungi Lusi, justru membuatnya takut.
Akhirnya Jimin bersembunyi. Dia tak ingin Lusi mengetahui keberadaannya. Setelah gadis itu beranjak dari pemakaman, perlahan Jimin mendekati pusara yang ia yakini milik anaknya.
Jimin berlutut. Dia tak malu memamerkan air matanya sebagai bukti bagaimana Jimin menyesal. Sungguh dia tak ada bedanya dengan kedua orang tuanya yang mengharapkan dirinya untuk mati. Padahal dia membenci sikap orang tuanya, tapi justru dirinya mempraktekannya pada anaknya sendiri.
"Maafkan aku... maafkan Ayah" sesalnya. "Maaf telah merenggut kehidupanmu. Bagaimana Ayah bisa menebus semuanya agar kau tak membenciku?" lirihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Women Addict [M] [End]
Romance[Complete] Apa jadinya jika seorang gadis yang masih "murni" harus terjebak dalam SMA Helios yang penuh dengan orang-orang dengan pergaulan bebas? Bagi Soeun yang mendapatkan beasiswa, dia harus berjuang mempertahankan harga dirinya hingga lulus dar...