Daisy mendongakkan kepalanya, pagi ini awan pekat menggantung diatas langit jakarta, menimbulkan suasana kelabu yang kentara.
Perlahan, salah satu tangan Daisy bergerak mengeratkan pegangan pada jok belakang sepeda ontel Ayahnya, sedangkan tangan nya yang lain memeluk erat pinggang Ayahnya.
"Ayah" Seru Daisy dengan pandangan yang masih terfokus pada langit di atas sana.
"Hem…" Gumam Joko—Ayah daisy—cepat. Kebetulan jalanan jakarta tidak terlalu padat, jadi, Joko bisa dengan mudah mendengar ucapan anaknya.
"Kalo misalkan nanti di kelas sebelas Daisy gagal dapet ranking satu lagi, Ayah bakal marah?" Tanya Daisy serius,
Daisy tiba-tiba teringat kekecewaan nya saat pengambilan rapot smester dua, ia hanya bisa masuk lima besar. Padahal, dulu targetnya maksimal masuk tiga besar.
kini, pandangan Daisy tak lagi tertuju pada awan di atas sana, sekarang ia fokus menatap punggung Ayah nya, menunggu jawaban.
"Usaha dulu nak. Kalo memang belum dapat, berarti belum waktu nya" Jawab Joko tenang dengan mata yang masih fokus memandang jalanan di depan sana.
Daisy tersenyum tipis, kata-kata Ayah nya tak pernah mengecewakan, selalu memberikan ketenangan dan motifasi.
"Tapi usaha dulu. Pasti bisa" Lanjut Joko.
"Pasti dong yah!" Seru Daisy riang.
Detik berikutnya wajah Daisy berganti masam "tapi... kayaknya susah deh yah, soalnya denger-denger Daisy bakal sekelas sama anak-anak pinter yang pas kelas sepuluh nya pada juara kelas,"
"Iya kan usaha dulu" Jawab Joko gemas sambil membelokkan sepedanya, memasuki gerbang dengan plang bertuliskan SMA PANUTAN.
Ya, mereka sudah sampai di area sekolah dalam waktu singkat. Wajar saja, rumah mereka dengan sekolah ini hanya berjarak kurang dari 2 kilo meter saja.
Daisy meloncat turun dari sepeda ontel Ayahnya, menunggu Ayahnya selesai memarkirkan sepeda dan kembali berjalan beriringan melewati lapang sekolah. Semua murid yang lewat di sekitar mereka menyapa ramah, beberapa dari mereka menyalami Joko, maklum saja, Joko merupakan seorang Ayah sekaligus seorang guru yang di segani di SMA ini.
"Pak Joko!"
Joko dan Daisy refleks menoleh ke arah belakang. Disana, pak Agus, satpam yang bertugas di sekolah ini datang mendekat, seperti hendak mengatakan hal serius.
Joko menoleh pada Daisy "duluan saja nak"
Sebenarnya, Daisy masih ingin bercerita dengan Ayah nya. tapi, melihat gelagat Pak Agus yang terlihat serius, terpaksa Daisy mengalah, memberikan salam dan melangkah duluan ke area sekolah.
Daisy menghentikan langkahnya, kembali menatap awan pekat di atas sana, sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Detik berikutnya, ia menghela nafas pelan, menurunkan pandangannya, dan kembali melanjutkan langkah dengan harapan semoga saat pulang nanti langit sudah cerah agar Ayahnya bisa pulang tanpa harus menerobos hujan.
Daisy sudah lelah untuk mengingatkan Ayahnya agar datang kesekolah menggunakan motor, Ayah nya selalu beralasan bahwa menggunakan sepeda akan lebih menyehatkan. Tentu nya Daisy tak setuju dengan alasan itu, Ayahnya sudah tak lagi muda dan pasti akan kelelahan jika menggunakan sepeda, terlebih saat membonceng Daisy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul [SELESAI]
Teen FictionHidup itu sederhana, layaknya membentangkan benang. Namun, kita lupa, diluar sana ribuan bahkan milyaran benang dibentangkan, hal itulah yang memperumit. Benang-benang saling bertemu dan membentuk simpul tak jelas, yang bahkan si pembentangnya pun t...