One

2.1K 75 10
                                    

"Ali itu tidak tampan, hanya saja ia manis dan orang-orang tidak akan pernah jenuh melihatnya ..."

~Syafana Aliyya~

6 June~

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Derap langkah kaki menggema keras di koridor SMA favorit semua remaja. Perempuan berhidung mancung itu tak mempedulikan bagaimana bentuk hijabnya lagi sekarang, padahal ia adalah salah satu dari besarnya wanita yang tiap detik merapikan hijab. Tangannya menarik sedikit rok abu-abunya, membuat kaki jenjangnya leluasa berlari tanpa tersangkut apa pun. Tentu saja, kakinya dibalut dengan kaos kaki panjang.

"E-eeh!"

Perempuan itu menggapai sebuah tiang agar tubuhnya pun ikut berhenti saat kakinya me-rem mendadak. Ia tersenyum senang saat mendapati tepuk tangan bergemuruh di tengah lapangan. Seorang perempuan berwajah manis tengah mempertontonkan senyumnya saat ia diberi piagam serta medali atas semua kerja kerasnya.

"Syaaah!" seru perempuan di koridor sambil melambaikan tangan.

Perempuan yang dipanggil itu menolehkan kepala. Ia tersenyum pada Sang Pemanggil namun tak dapat melakukan balasan serupa karena dirinya sedang berhadapan dengan ratusan siswa serta puluhan pendidiknya.

"Syafana!"

Perempuan di koridor itu menolehkan kepala saat nama lengkapnya dipanggil cukup keras. Wajah cantiknya memberikan cengiran dengan tangan memainkan jari jemari.

~Syafanna Aliyya Farisi--3 SMA Favorit~

"Eh, Bu Deby ..." kekeh gadis itu.

"Kamu telat lagi?!" ah, tidak. Mata Bu Deby memancarkan kilatan dengan aura hitam di sekeliling.

Tiada kesempatan buat gadis itu mengelak.

Ah, sudahlah ...

🌼🌼🌼

"Kak Syafa, sih ..." perempuan di sebelah Syafa terkekeh pelan.

"Eh, gue, tuh, senang liat lo dapet prestasi gitu. Niatnya mau dukung jadi sorak penyorak, eh, Bu Deby lewat," gerutu Syafa sambil mengepel toilet wanita di sekolahnya. Itu pun ia kerjakan dengan setengah hati.

Aisyah tersenyum. Bagi Syafa, Aisyah bukanlah hanya sekedar adik kelasnya saja, ia tidak memandang jika dirinya lebih senior darinya. Bahkan ia menganggap Aisyah sebagai teman seangkatan. Mereka dekat karena Aisyah sering mengajaknya menghadiri majelisan, dan bila Syafa memerlukan teman curhat maka Aisyah menjadi tempatnya bersandar untuk berceloteh ria.

~Aisyah Hilwa Haeddad--1 SMA Favorit~

Begitu pun dengan Aisyah. Gadis yang selalu positive thinking dengan wajah pemalu serta sering dicap gadis lembut nan pendiam itu, menganggap Syafa sebagai saudara sendiri walau ia memiliki dua saudara lelaki.

"Kak Syafa lewat dari belakang kantin lagi?" tanya Aisyah.

Syafa menyengir ria. Ah, entah mengapa sifatnya tidak menurun dari keluarganya yang berwibawa. Ayah Syafa adalah seorang Dokter, ibunya seorang desainer, adiknya pun yang hanya terpaut satu tahun dengannya itu juga menaruh cita seperti ayahnya. Keluarga besarnya terkenal dengan keluarga dokter, bahkan sepupu-sepupunya juga menuntut ilmu kedokteran. Dulu kakeknya bercita membangun sebuah rumah sakit untuk menolong orang-orang. Namun saat pembangunan rumah sakit tersebut, kakeknya meninggal dunia. Namun anak-anak dari kakeknya meneruskan keinginan Sang Ayahanda untuk menolong orang dengan menjadi seorang dokter. Mungkin, hanya satu dari tujuh bersaudara Ayah Syafa yang mengubah jalur ke perkantoran. Paman Zaky Saleem Farisi.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang