Lampu kamarnya berkedip sekali sebelum akhirnya menggelap—membuat pandangan Seohyun hilang. Dia tidak bisa melihat apapun dari matanya yang terbuka. Dari balik pintu kamar, Seohyun memeluk dirinya sendiri lebih dalam. Membiarkan sisa–sisa luka dari hati yang patah, sembari terisak pelan. Dinding yang menyentuh punggungnya terasa sangat dingin, sampai tubuhnya bergetar hebat. Seohyun takut dan sakit.
Katanya, dulu mereka pernah tertawa setiap kali bertemu. Mengingat satu bayangan yang selalu sama didalam matanya. Lalu hari ini, mereka mengatakan bahwa segalanya tidak akan selalu sama—ada saatnya semua hal berubah begitu saja. Menghancurkan setiap kilas kenangan yang pernah dibangun, juga mimpi yang di pegang bersama.
“Kita berakhir karena sudah saatnya bagi kita untuk berakhir.” begitu kata ayahnya pada ibunya dari percakapan mereka di balik pintu. Seohyun kemudian mendengar suara ibunya yang melangkah maju, mencoba untuk meraih ayahnya dengan lembut. “Kau bilang kau senang menghabiskan seluruh mimpimu bersamaku? Bersama Seohyun?”
Detik kemudian, Seohyun menangis lagi. Membawa kepalanya semakin menunduk saat mendengar suara ibunya mulai bergetar. Seohyun takut ibunya terluka, karena dia pun sama. Dia takut terluka oleh seseorang yang sangat dia percaya.
“Kau bisa melakukan apapun yang kau mau setelah ini. Masa depanmu masih panjang.”
Suara ibunya memekik pada ayahnya. Seohyun tidak pernah mendengar suara ibunya yang berubah seperti itu selama dia mengenal ibunya. “Tapi kenapa? Kenapa kita harus mewujudkan masa depan kita dengan berpisah? Kenapa bukan kau dan aku yang mewujudkannya?”
Saat ibunya mulai terisak setelah mengatakan itu, Seohyun pun bertanya hal yang sama. Kenapa ayahnya mau mereka berpisah dan mewujudkan segalanya masing-masing. Kenapa tidak ayah dan ibunya sebagai kedua orang tua yang Seohyun banggakan. Kenapa harus berpisah dari semua pilihan yang ada.
“Karena aku tidak pernah tahu jika pada akhirnya aku yang tidak bisa mewujudkannya.” suara ayahnya menjawab lagi dengan nada lebih pelan. Tetapi nada suara ayahnya malah membuat kepala Seohyun pusing. Ayahnya tidak pernah bicara dengan nada terluka seperti itu. “Tidak di masa depan dengan bersamamu.”
Tangis ibunya pecah, dan lagi-lagi, Seohyun pun sama. Suara ayahnya terdengar sangat menyakitkan—suara ayahnya tidak keras, tidak juga membentak ibunya dengan kata-kata kasar. Tapi suara ayahnya berhasil membuat luka paling besar untuk ibunya.
“Apa aku salah? Apa aku kekanak-kanakan? Apa aku melukaimu dengan semua tindakanku? Apa aku—”
Langkah kaki ayahnya terdengar melangkah beberapa kali. Lalu ibunya menangis semakin keras bukan karena ayahnya pergi dari sana, tapi Seohyun bisa mendengar ketika suara tubuh ibunya bertabrakan dengan tubuh ayahnya. Juga kalimat-kalimat ibunya yang terdengar memberontak kecil dengan lemah, membuat Seohyun tahu jika ayahnya melangkah untuk memeluk ibunya.
“Bukan. Bukan salahmu. Tapi, ini aku—aku yang tidak tahu jika pada akhirnya aku harus melukai.”
Sebelum ibunya menjawab apapun, suara ayahnya terdengar lagi. Menciptakan satu bayang-bayang mengerikan di kepala Seohyun.
“Melukaimu dengan tidak lagi mencintaimu, seperti janjiku dulu.”
Malam itu Seohyun memeluk bantalnya dengan erat saat tubuhnya gemetar, dan tangisnya tidak meredam sedikitpun. Kalimat ayahnya bukan hanya melukai ibunya, tetapi juga melukai Seohyun dengan sangat. Melukai setiap kenangan yang pernah mereka miliki. Melukai setiap tawa yang pernah Seohyun lantunkan setiap kali mereka duduk berbicara.

KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOOT AREA
FanfictionBerisi Fanfiction One Shoot SeoKyu💜 #5 seohyun #4 maknaecouple #3 kyuseo