Chapter 16

133 2 0
                                    


____

Fikri masih didalam mobil ia masih mencari kesana dan kemari dengan mobil yang sangat pelan, hasilnya nihil tidak ada toko buah dan juga toko kue yang buka.

Sudah hampir satu jam ia keliling-kililing, dan yah ia melihat satu toko buah yang mungkin akan ditutup oleh pemiliknya. Dengan cepat ia memarkirkan mobilnya dan berlari ke arah kakek penjual buah itu.

"Pak, pak," teriak Fikri sembari berlari-lari.

Sang kakek yang merasa dipanggil melihat kearah seseorang yang tengah berlari-lari ke arahnya, ia mengangkat kan satu alisnya.

"iyah kenapa anak muda?" tanya Didin, kakek penjual buah itu.

"Jangan dulu ditutup, saya mau beli,"

"Maaf anak muda, hari sudah larut jadi kakek harus tutup tokonya. Besok pagi bisa kembali lagi," jelas kakek Didin.

"Saya mohon kek, saya mau membeli mangga muda,"

"Mangga muda?"

"Iyah kek,"

"Tapi maaf Nak, kakek tidak menjual mangga muda, yang ada cuman mangga yang sudah mateng,"

"Aduhh bagaimana ini," lirih Fikri bingung.

"Emang untuk siapa Nak?"

"Istri saya kek,"

"Oh istrinya ngidam yah,"

"Iya kek, saya harus cari dimana lagi yaa. Belum saya harus cari toko kue lagi," Fikri memelas.

"Yasudah tidak apa kek, saya permisi." Fikri kembali berjalan meninggalkan sang kakek itu.

"Ehh, tunggu Nak," cegah kakek itu, Fikri menghentikan langkah nya dan berbalik ke arah sang kakek.

"Iya kek?"

"Kakek punya pohonnya dirumah, kalau gak salah adalah satu, dua mangga. Kalau mau mari ikut kakek,"

"Boleh kek, rumah kakek jauh gak?"

"Enggak, cuman kehalang beberapa rumah saja, ayo ikut kakek,"

Fikri membuntuti sang kakek itu, beberapa menit akhirnya mereka sampai di rumah sederhana milik sang kakek.

"Itu pohonnya, kalau mau ambil sendiri, kakek mah gak bisa naiknya." kek Didin menunjukan ke arah pohon mangga didepam rumahnya.

"Gapapa biar saya saja kek,"

"Demi istri dan calon bayi, apapun rintangannya harus gue lakuin," gumam Fikri.

Fikri melepaskan sandalnya, dan mulai menaiki pohon itu. Tapi karna pohon nya licin ia terjatuh kebawah.

"Aduh, susah amat ini," Fikri mengusap-usapkan punggungnya yang sakit akibat terjatuh.

Kakek Didin yang tadi masuk kedalam, kini ia keluar dengan seorang pria dengan membawa tangga yang cukup tinggi.

"Yaallah, kamu jatuh Nak?"

"Hehe.. iya kek licin pohonnya,"

"Yaudah ini pake tangga saja," kek Didin menyodorkan tangga yang dipegang oleh pria tadi, mungkin anaknya.

"Terima kasih kek,"

Fikri mensejajarkan tangga dengan arah mangga, ia mulai menaiki tangga itu. Dibantu oleh anak kakek itu yang memengang tangganya dari bawah.

"Hati-hati mas," ucap Alan, anak sang kakek itu.

"Iyaa,"

Fikri telah sampai diatas, ia mencabut mangga dari ranting itu, sekitar tiga buah ia ambil. Setelah itu ia turun dengan hati-hati.

"Tiga cukup?"

"Insyaa allah cukup kek,"

"Ini kek sebagai ganti mangga nya," Fikri menyodorkan lima puluh ribu uang pada kakek itu.

"Gak usah Nak, buat istrinya saja," Kakek didin.

"Gapapa kek, itung-itung saya beli,"

"Yaudah terima kasih banyak nak,"

"Sama-sama kek, saya juga makasih buah mangganya, saya pamit dulu assalamualaikum," Fikri menciumi punggung tangan kakek Didin, dan menyodorkan tangan nya pada Alan.

"Sama-sama,"

"Waalaikumsalam," balas kakek Didin dan Alan.

____

Cinta Sang Dokter (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang