Chapter 46

81 1 0
                                    


Tiga hari sudah aku terbaring dikasur tanpa melaksanakan aktifitas apapun selain minum obat, makan dan tidur.

bosen, satu kata lima huruf yang terus muncul dirasakan saat aku baring dikasur. Kini aku sudah tau silsilah keluargaku dan keluarga mertuaku.

Makan dengan disuapi dokter ganteng adalah aktifitas yang slalu dilakukan, sebelum ia pergi memeriksa pasien lain. Ia slalu memprioritaskan aku, meski hanya menyuapi saja ia lakukan untukku.

Jam masih menunjukan pukul 6.00 pagi, dan makanan di dalam piring masih banyak. Rasanya sudah enek makan, tiap hari itu-itu mulu. Gak tau apa, itukan hambar.

Ku tatap lekat wajah dokter tampan berjabat suamiku itu, rasanya tak mau memalingkan wajah. Seperti telah bertahun-tahun tak menatap jadi rindu hehe.

"Aku tau kok aku ganteng," hawar-hawar ku dengar seseorang berbicara, ntahlah siapa. Aku tak tertarik pada suara itu, aku hanya tertarik pada wajah di depanku. Rasanya adem gitu.

"Jangan diliatin dong, kan salting nih," ungkap seseorang dengan mengusap sisi bibirku, dan otomatis aku kaget dan langsung tersadar.

Ternyata oh ternyata suara itu muncul dibibir dokter didepanku, nah kan aku yang jadi salting sekarang diliatin kek gitu.

Dikamar inap ku hanya aku dan suamiku, keluargaku dan keluarga suamiku pulang. Ntahlah mau apa, mungkin mandi ya.

"Hey, balik sini dong," ujar suamiku dengan memutar kepala, karna saking salting tadi aku memalingkan wajah hehe.

"Nah kan jadi enak dipandang kalo gini," ucap suamiku dengan menatapku, ntahlah dia mentap ku inci atau tidak. Karna aku malu melihat hehe.

Ia memengang mengangkatkan daguku, dengan berkata. "Ish ... liat sini napa, di bawah kan gak ada apa-apa."

Setelah tepat mataku dan matanya bertemu, lagi ku terpana melihat wajah dan mata indahnya.

Perlahan wajahnya mendekat ke wajahku, dan kini jantung ku hampir melompat dari tempatnya. Ia berdetak lebih cepat dari sebelumnya, ya ampun dia mau apa.

Dekat, dekat, dekat sekali wajahnya. Dan jantung ini malah semakin dekat, arggh tolong aku.

"Permisi dok," ungkap seseorang, ntah dimana.

"Ma--maaf Dok, ma--maaf saya menggangu,"

Dengan cepat wajah suamiku berbalik ke arah seseorang disana, aku tak melihatnya aku malu lah, kepergok seperti itu rasanya mati rasa.

Karna penasan siapa yang datang, aku memutar kepala melirik ke arah seseorang yang tengah berdiri didekat pintu dengan menundukan kepala. Kalian tau siapa dia? Suster ya, ua suster. Dasar ganggu momen aje ahaha.

Kutatap suamiku yang terlihat malu, ia memasangkan wajah datar melirik ke arah suster itu. "Kenapa?"

"I--itu pasien dikamar jingga drop," jelas suster itu dengan gelagapan.

"Nanti saya menyusul, kamu duluan saja," ucap suamiku dengan nada dingin.

Etdah, baru tau dia bisa berwajah datar dan berbicara nada dingin. Lucu hihi kaya siapa gitu.

"Sayang ... mas periksa pasien lain ya," ucap suamiku dengan manis, wajah yang datar tadi berubah menjadi wajah menggemaskan. Uhhh aku terpana melihatnya.

"Nanti dilanjut lagi, oke," lanjut suamiku dengan tersenyum dan menunjukan jari jempol dan telunjuk berbentuk O.

"Ish, yaudah gih," jawabku malu-malu, apa coba dilanjut-dilanjut ia kira lagi bermain game apa.

"Kalo butuh apa-apa pencet bel itu ya, jangan ngambil sendiri. Nanti jatuh, kan sakit. Tapi jatuh ke hati ini mah gak papa, seneng malah," jelasnya dengan menunjukan letak hati dibadan dan berkedip mata sebelah.

"Ish. Gih sana,"

Ku usir dia, mau gimana lagi? Orang aku udah malu level tinggi, dan rasanya pipi ini memanas. Kaca mana kaca, sekalian blasOn.

Ia mengecup lembut puncak kepala, kemudian turun ke pipi, Lama sekali. Arrgh tambah malu ini.

"Jangan pake blasOn tebel ngapa, pipimu bikin gemes," ia mencubit kedua pipiku dengan senyum manis yang terlihat sangat indah dipandang.

"Ishh sana gih, pasien nya nambah drop kan kasian."

Kuberi komentar, apa coba dari tadi gak pergi-pergi. Nanti tambah salting, pipi makin pink dan pingsan gimana? Kan repot kan.

"Yaudah deh ia, dahh. Cup." Sebelum melangkah pergi ia kecup lagi pipi ini.




Hmhm mksi dah setia baca:)

Cinta Sang Dokter (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang