Chapter 42

82 1 0
                                    


Sang surya telah menunjukan diri di ufuk timur, udara pagi yang menyentuh kulit masih terasa dingin. Fikri, pria itu telah terbangun dari alam mimpinya beberapa menit yang lalu. Meski hanya tidur di sofa ia sangat nyeyak sekali, mungkin karna cape.

Fikri mulai berjalan ke arah sang istri yang masih tertidur pulas di ranjang, setelah semalem ia beritahu pada keluarga bahwa Ica telah sadar dan para anggota keluarga aj-jaya juga al-farizi akan kembali ke rumah sakit pagi nanti.

Fikri mulai mengecek badan Ica, karna memang kini sang istrinya adalah pasiennya. Sebab kemarin ia meminta pada dokter windi agar dia sendiri yang menjaga dan merawat istrinya.

Setelah Fikri mengecek tubuh Ica ia berjalan ke arah pintu untuk kembali ke ruangan memakai jas putih miliknya, sebelum Ica terbangun dari tidurnya ia cepat-cepat berjalan melewati karidor demi karidor.

Setelah sampai di ruangan, Fikri memasuki kamar mandi yang memang sudah terdapat di dalam ruangannya. Ia membersih kan badan sekaligus mengambil air wudhu untuk shalat subuh.

Beberapa menit kemudian, Fikri telah selesai dengan acara mandinya. Fikri mulai memakai baju satu persatu yang kemarin malem telah dibawakan oleh sang ibu.

Seelag selesai, ia mulai membentangkan sejadah dan memulai shalat nya dengan khusu.

4 menit kemudian.
Fikri telah selesai dengan shalat yang diakhiri dengan salam, kemudian ia menadahkan tangannya.

"Ya Allah ya rob, sembuhkanlah istri hamba, sehatkan kembali ia ya rob ... kembalikan lagi ingatan nya ya rob, dan beri kami titipan kembali. Aamiin aamiin ya robbal'alamin," Fikri mengakhiri doa nya dengan mengkenakan kedua tangannya ke wajah (eh apa sih namanya😂).

Detik berikutnya, Fikri berdiri dari duduk dan melipat kembali sajadahnya. Kemudian, ia mulai memakai jas putih yang tersampai (eh apa ya?) di kursi.

Setelah itu Fikri keluar dari ruangan dengan stetoskop yang telah tersampai di lehernya, Fikri berjalan menuju ruang rawat pasien lain untuk mengecek kondisi pasien lainnya.

Fikri mulai memutar knop pintu ruang rawat melati, ia memasuki ruang rawat itu yang telah terdapat pria paruh baya yang tengah terbaring di ranjang dengan netra yang telah terbuka.

"Selamat pagi pak, saya akan cek kondisi bapak dulu," ucap Fikri dengan sopan.

"Pagi dok, silahkan." balas pria paruh baya itu tersenyum.

Fikri mulai mengambil stetoskop yang tersampai di lehernya, kemudian ia pasangkan di telinganya dan mulai mengecek satu persatu organ tubuh pria paruh baya itu.

"Alhamdulillah, kondisi bapak semakin membaik. Oh ya bapak jangan terlalu sering merokok yah, itu dapat merusak paru-paru bapak. Dan satu lagi bapak harus minum obat secara teratur," jelas Fikri menasihati pria paruh baya itu dengan sopan, dan mengantung kembali stetoskop ke lehernya.

"Baik dok insyaa Allah," jawab pria paruh baya itu dengan mengaguk dan tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu. Mungkin sebentar lagi suster akan segera mengasihkan makan, jangan lupa minum obat nya pak," perintah kembali Fikri dengan di akhiri tersenyum simpul.

"Baik dok terima kasih," ucap pria paruh baya itu.

"Sama-sama, saya permisi assalamulaikum," pamit Fikri.

"Waalaikumsalam,"

Fikri kembali berjalan ke arah pintu untuk kembali pergi ke ruang rawat sang istri tercintanya, setelah menutup kembali pintu ruang rawat kamar melati, Fikri berjalan melewati para suster juga para anggota keluarga pasien lain.

"Fikri!" panggil seseorang dari belakang.

Fikri yang merasa terpanggil langsung membalikan badannya dan melihat wujud seorang wanita yang tengah berdiri tak jauh darinya.

Wanita itu kembali berlari mendekati ke arah Fikri. "Istri kamu masuk rumah sakit?" tanya nya dengan manis.

"Iya." jawab Fikri datar, setelah terlihat jelas wajah wanita itu.

"Kenapa?" tanya wanita itu lagi.

"Tabrakan." jawab Fikri tanpa ekspresi.

"Gue kesana dulu," lanjut Fikri dan kembali berjalan tanpa menghiraukan wanita di belakangnya.

"Eh Fik," cegah wanita itu dengan memengang pergelangan tangan Fikri.

Fikri berhenti dari langkahnya dan melepaskan tangan nya dengan kasar.

Cinta Sang Dokter (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang