Chapter 62

79 3 0
                                    

Mentari hampir menunjukan dirinya diufuk timur, kedua insan itu masih terbaring di atas ranjang dengan mata tertutup yang masih menikmati mimpinya yang indah.

"Bunda! Ayah! Bukain pintunya." seseorang dibalik pintu terus memanggil sang orang tuanya, tapi sejak lima menit yang lalu ia berdiri di depan situ, sang empu di dalam kamar tak membukakan pintu sama sekali.

"Bundaa! Bangun, ini udah pagi." gadis kecil di depan pintu kamar itu kembali bersuara, ia kesal dengan sang Bunda dan Ayahnya. Mereka pura-pura gak denger apa emang masih tidur.

"Ihhh, pada kemana sih. Ara pegel nunggu Bunda sama Ayah di sini, terus tenggorokan Ara juga kering banget lagi." gerutu gadis kecil itu.

"Ara ambil minum dulu aja ah," gadis kecil itu bergegas pergi dari depan pintu kamar sang Bunda.

***

"Huamm!"

Kedua insan itu sama-sama mengeliat, netra mereka belum sempurna, penglihatnya pun masih kabur.

"Jam berapa ini?" gumam seseorang dengan netra setengah tertidur.

Setelah netra itu tutup buka, tutup buka akhirnya penglihatannya kembali normal. Wanita itu melirik jam yang berada tepat didinding.

Jam menunjukan pukul lima lebih, netra wanita itu membulat, ia melirik sang suaminya yang masih tertidur pulas. Kemudian ia tepuk-tepuk pipinya. "Mas, bangun! Udah jam lima." ucapnya.

Pria itu mengeliat, netranya kembali menutup. "Lima menit lagi, Sayang." jawabnya dengan suara serak, pria itu kembali menarik sang istri kedalam pelukan.

"Ihhh bangun! Kamu bau!" tekan wanita itu dengan memajukan bibirnya.

"Kenapa tuh bibir? Kode, minta dicium?" entah tau dari mana bahwa wanita itu tengah menyunkan bibirnya, padahal netra pria itu tertutup.

Dengan cepat wanita itu menormalkan kembali bibirnya, ia kembali menepuk pipi suaminya dengan tangan yang bebas dari pelukan.

"Bangun, ishh!"

"Bentar, Sayang. Dua menit lagi." ucapnya dengan masih memeluk erat sang istri.

"Ica dingin, Mas. Gak pake baju ini." wanita itu mendorong dengan kuat tubuh sang suami agar tidak menempel ditubuhnya.

"Kan udah dipeluk, masa iya dingin. Apa kode lagi hm?" tanyanya dengan netra tertutup.

"Buka matanya, ihhhh!"

Menurut! Pria itu membukakan matanya dengan sempurna, ia menatap dalam istrinya yang membuat sang empu malu tingkat dewa.

"Kenapa suruh buka mata? Mau lagi?"

"Ya--ya gak. Lepas ihh, Ica mau kekamar mandi." wanita itu masih berusaha melepaskan tubuhnya dari pelukan sang suami.

"Mandi bareng?" tanya pria itu dengan senyum nakal dan menaik-naikan alisnya.

"Gak mau, Ica mau sendiri aja." tolak wanita itu dengan memajukan kembali bibirnya.

"Nah, nah. Itu bibir kenapa? Mau aku gigit?"

"Awas! Ica mau mandi."

"Mandi bareng dan gak ada penolakan!" Fikri, pria itu langsung bangun dari tidurannya dan langsung mengendong Ica hingga kekamar mandi.

***

Setelah melaksanakan ritual pagi dan melaksanakan kewajiban dua rakaat, kedua insan itu kini tengah duduk manis disofa.

"Sayang!" panggil Fikri dengan manja.

"Hmm," balas Ica berdehem tanpa melirik ke arah Fikri.

"Eh, Mas." Ica menatap suaminya.

"Apa?"

"Ica udah inget semua loh Mas, mulai dari kita PDKT, pacaran, nikah, honeymon, sampe Ica kecelakaan Ica udah inget, Mas." ucap Ica dengan girang. Tapi seketika kegirangan itu berubah menjadi sedih.

"Iyakah? Alhamdulillah," Fikri memeluk Ica dengan erat.

"Kenapa, Sayang? Kok sedih," tanya Fikri dengan melepaskan pelukannya.

"Maafin Ica, Mas. Ica gak jaga baik-baik calon bayi kita, padahal kamu sangat mendambakan sekali anak itu. Tapi aku ...," setetes air mata itu turun dari pipi putih Ica, ada rasa sedih tiada tara saat calon bayinya dulu pergi kembali ke pelukan Allah SWT. Kali ini setelah ia ingatan nya kembali, rasa bersalah dan sedih itu kembali muncul.

"Sayang, udah jangan sedih terus. Mungkin ini cara Allah untuk membuat kita menjadi hamba yang lebih taat lagi, membuat kita menjadi lebih dekat lagi dengannya dengan cara kita berdoa. Semoga suatu saat nanti kita diberi kepercayaan lagi untuk mengurus darah daging kita." jelas Fikri dengan tersenyum manis tak lupa tangannya menghapus air mata dipipi Ica.

Cinta Sang Dokter (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang