Chapter 58

64 1 0
                                    

Detik telah berganti menjadi menit, menit telah berganti menjadi jam, jam telah berganti menjadi hari, dan hari telah berganti menjadi bulan.

Satu bulan sudah keluarga kecil Fikri dikaruniai seorang anak, ya anak, anak angkat. Meski hanya seorang anak angkat yang entah apa asal usulnya. Mereka bahagia, sangat bahagia.

Hari demi hari mereka lalui dengan bahagia, tak ada hal-hal yang membuat sedih dikeluarga, kecuali ingatan Ica. Ingatan nya belum 100% pulih.

Hari demi hari pula kasih sayang mereka semakin bertambah pada anak angkat mereka.

"Bundaa! Gamis Ara yang warna coklat, dimana?" teriak seorang anak kecil di dalam kamar, ia tengah mencari kesana-kemari gamis yang dicarinya, setiap lemari ia cek satu persatu. Tapi, ia tak menemukannya sama sekali.

"Dimana, sih." gumamnya kesal, sejak tadi ia sama sekali tak menemukan.

Ceklek!

Pintu kamar terbuka, menampakan wanita cantik terbalut kaos panjang hitam dengan jilbab hitamnya pula.

"Kenapa, Sayang?" tanya wanita itu menatap heran sang putri dari pintu.

"Gamis Ara, dimana, Bunda?" tanyanya yang masih sibuk mencari gamis yang dicarinya, gadis manis yang tengah memakai handuk kecil yang melilit badan mungilnya.

"Gamis yang mana?" wanita itu memasuki kamar, ia mendekat ke arah sang putri mungilnya.

"Gamis coklat Bunda, yang waktu itu dibeliin, Oma." jawabnya, ia masih mengubrak ambrik pakaian di dalam lemari.

"Yaudah, biar Bunda cariin, ya? Kamu duduk aja di sana," tunjuknya ke arah sofa.

"Gak usah, Bunda. Ara, Bisa cari sendiri kok, Bunda kasih tau aja, dimana letak gamis Ara," jelas gadis itu, ia merasa tak enak dengan sang Bundanya yang tengah beres rumah harus terjeda dengan membantunya.

"Gapapa, biar bunda bantu, ya?" kekeuh wanita itu.

"Yaudah, deh." akhirnya, gadis itu menyetujui ucapan sang Bunda.

Ica, wanita yang terbalut kaos hitam itu segera melakukan aksinya, aksi mencari gamis sang putri.

"Tadi Ara udah nyari, dimana?" tanya Ica berjalan ke arah lemari.

"Ara udah cari di lemari, di ranjang baju yang belum di beresin, pokonya semuanya deh." jelas Ara membuntuti Ica dari belakang.

"Kalo gak salah, Bunda simpen di tempat biasa deh. Tapi, kok kamu gak nemu, ya?" Ica terheran-heran, ia sangat ingat betul dimana ia letakan gamis putrinya tempo hari itu.

Ica mulai mencari gamis di tempat lemari khusus tempat pakaian Ica. Matanya tak diam, terus mencari letak baju tersebut.

"Ini apa, Sayang? Gorengan?" tanya Ica kesal. bagaimana mungkin, baju gamis berwarna coklat itu terlihat jelas di tumpukan baju kedua.

Ara menatap sang Bunda dengan tawa yang menampakan giginya. "Ehehe, tadi Ara cari gak ada loh, Bun." jelas Ara diiringi cengengesannya.

"Kamu ini, ish!" Ica kesal sendiri pada putrinya.

Tapi, emang seperti itu kan? Seorang anak ngadu baju gak ada di tempat, eh! Giliran sang Ibunda cari, langsung dapet. Astagfirullah, nasib-nasib.

"Maafin Ara, Bunda. Ara gak akan kaya gitu lagi, Ara akan cari semampu Ara sampe ketemu," jelas Ara dengan tatapan menunduk.

Ica yang melihat putrinya menunduk menyesal, ia tersenyum dengan menggeleng-gelengkan kepala.

"Bunda, gak marah 'kan?" lanjut Ara menatap sang Bunda yang tengah menutup pintu lemari.

Ica menatap tajam putrinya, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Ara yang merasa takut dengan tatapan sang Bunda, menundukan kepalanya.

Ica mensejajarkan badannya dengan putrinya, kemudian ia menggangkat perlahan dagu Ara. "Bunda gak marah kok, tapi ...," ucap Ica dengan sengaja menjedanya.

"Tapi apa, Bunda? Bunda mau hukum Ara? Yaudah deh Ara terima," lengkungan indah di bibir Ara terlihat jelas oleh netra Ica.

"Gak, Sayang. Gak ada tapian kok," Ica mengelus lembut puncak kepala putrinya, kemudian ia kecup dengan sayang keningnya.

"Yaudah, kamu pake baju ya. Nanti kalo udah, turun kebawah," titah Ica.

Ara hormat pada sang Bunda, layaknya pemimpin pada pembina, dengan mengucap. "Siap bosqu."

Ica menggelengkan kepala, ia mengelus rambut putrinya hingga berantakan.

"Iiih, Bunda. 'Kan rambut Ara jadi berantakan," keluhnya membereskan rambut yang berantakan.

Ica terkekeh geli melihat putrinya.

....

Cinta Sang Dokter (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang