Chapter 18

126 2 0
                                    

Selamat membaca")

____

Sayur asem, ikan goreng, ayam goreng, tahu, tempe, perkedel, buah-buahan dan seteko air putih telah tertata rapi diatas meja makan.

Seluruh keluarga telah duduk manis dikursi mereka masing-masing, Ica mulai menyajikan makanan untuk Fikri. Sama halnya dengan Dwi, ibu Fikri yang menyajikan untuk Mahesa.

Tidak ada pembicaraan sama sekali saat ini, semuanya tengah fokus dengan makanan mereka. Kecuali Ica, ia malah memandang makanannya tidak disentuh atau dimakan.

Fikri yang melihat Ica tak makan, melirik ke arah Ica. "Kenapa gak dimakan sayang?"

"Gak mau, males," balas Ica cuek.

"Loh sayang jangan males, kasian bayi diperut kamu. Makan yaa," ucap Dwi, sang mamah mertua memohon.

"Gak mau, enek bu." rengek Ica.

"Apa mau ibu buat makanan lain?" tanya Dwi.

"Gak usah bu, aku maunya makan mangga muda,"

"Tapi makan dulu yaa, nanti baru makan mangga nya,"

"Gak mau bu,"

"Harus mau, nih aaaa," Dwi menyodorkan sesendok nasi.

"Gak bu," Ica menutup mulutnya dengan tangan.

"Fik coba kamu yang suapin," pinta Dwi memberikan sendok yang terisi nasi.

"Nih sayang, aaa,"

"Gak mas."

"Pliss, lima suap aja yaa?"

"Gak! Maunya dua suap."

Fikri melirik ke arah Dwi seraya mengangkatkan alisnya, Dwi yang mengerti hanya menganggukan kepalanya seraya tersenyum.

"Yaudah iya, nih aaa," Ica langsung menyantap suapan dari Fikri.

____
Ica POV.

Hari ini adalah hari pertama males makan, dan makanan yang sangat aku mau cuma satu yaitu mangga muda.

Ibu terus saja memaksa agar aku makan, tapi aku gak mau enek, sumpah. Dan ibu yang nyerah dengan paksaannya padaku, meminta mas Fikri yang memaksa menyupi ku.

Dengan syarat dua suap, mau gak mau aku harus makan. Demi mangga muda yang siap menggoda litah ini.

"Udah mas, enek," ucapku menahan sesuatu yang ingin memuntahkan makanan dalam mulut ini, mau muntah gak enak sama papah dan ibu.

"Satu suap lagi yaa?" dengan cepat aku geleng-geleng kepala.

"Pliss sayang,"

"Tapi dikit yaa,"

"Iya, iya," mas Fikri mulai menyodorkan kembali sesendok nasi.

Aku langsung menerima sodorannya. "Ini ikannya aaaa," lanjut mas Fikri menyodorkan ikan yang telah dipotong.

"Gak, mau perkedel aja,"

"Yaudah nih," mas Fikri menyodorkan satu biji perkedel.

Dengan cepat aku kunyah, dan setelah habis aku meminum air putih digelas.

"Sekarang boleh yaa?" aku memohon pada mas Fikri yang tengah menyuyah makanannya.

"Apa?"

"Ihh mas!"

"Yaudah gih,"

Dengan semangat empat puluh lima, aku melesat pergi ke dapur mengambil buah mangga dikulkas.

Aku mengambil satu biji mangganya, dan mengambil pisau lalu membawanya ke meja makan. Dan kembali bergabung dengan keluarga.

Setelah sampai dimeja makan, langsung mengupas cangkangnya. Setelah terbuka semua, langsung aku makan dengan lahap.

"Mau bu?" ibu langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Papah mau?"

"Gak Ca, buat kamu aja," jawab ayah yang masih mengunyah makanannya.

"Mas kamu mau?" tawarku pada suami.

"Gak Ca, asem gitu ihh," mas Fikri mengidikan bahunya.

"Ayo mas, mau ah aaaa," aku memaksa mas Fikri untuk memakan mangga nya.

"Gak Ca, buat kamu aja,"

"Ayolah mas, nanti anak kamu marah mau?"

"Masa iya masih didalam perut marah. Aneh kamu," mas Fikri terus menguyah makanannya.

"Kan filling seorang ibu itu kuat mas, ayolah aaaa,"

"Gak Ca, gak mau." Dan kini mas Fikri telah menghabiskan makanannya.

"Atuh mas aaa," paksaku pada mas Fikri, entah mengapa mau gitu paksa mas Fikri untuk makan buah mangga ini. Ngidam kali ya haha

"Satu ya?" tanya mas Fikri memohon.

"Gak! Harus tiga."

"Yaudah iya,"

"Nih aaa," aku menyodorkan sebiji mangga yang sudah dipotong.

Mas Fikri langsung memakan suapan dari aku, dengan muka yang terlihat asam.

"Aaaa lagi,"

"Udah Ca, asem bangett."

"Satu lagi aja yaa, pliss." ucapku memohon.

"Iya iya," mas Fikri langsung menerima sodoran buah mangga, dan ia langsung meminum air putih didepannya.

"Makasii mas,"

"Hemm," balas mas Fikri yang tengah minum.

"Ihh cuman hem doang." ucapku memalingkan wajah.

"Jey marah, iyaiya sama-sama istriku," ucap mas Fikri mengacak-acak kepalaku yang terbalut hijab.

____





Cinta Sang Dokter (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang