Chapter 59

55 2 0
                                    


Matahari telah berada di atas kepala, tapi perlahan matahari itu tertutup oleh awan mendung.

Matahari yang tertutup awan berganti dengan rintik-rintuk hujan membasahi genteng hingga tanah, semakin lama rintik hujan semakin besar.

Tak seperti biasanya, hari ini matahari tidak mendukung pakaian basah di gantungan sana. Udara yang semula gerah, berganti dengan udara yang sangat dingin.

Wanita dengan rambut terurai dengan putri tercintanya tengah duduk manis di sofa kamar dengan menikmati teh panas ditambah beberapa kue lainnya.

Tok tok tok!

Mereka yang tengah asyik menikmati makanan itu terhenti dengan suara ketukan pintu dari pintu kamar.

"Siapa ya, Bunda?" tanya gadis mungil itu disela-sela memakan kuenya.

"Gatau, Sayang. Bunda liat dulu ya," balasnya, ia segera memakai kerudung dan beranjak dari duduk.

"Oke," balasnya tersenyum.

Ceklek.

Ica membuka pintu dan menampakan wujud sang adik iparnya. Oh ya, Ica telah kembali 1 minggu yang lalu ke rumah Mahesa, sang ayah mertuanya.

"Isyah?" Ica menatap sang adik dari bawah hingga atas, tubuh gadis remaja itu tertutup rapat oleh selimutnya.

Isyah tersenyum menampakan giginya. "Hehe."

Ia kembali melanjutkan bicaranya. "Isyah mau gabung, boleh? Soalnya kalau di kamar sendiri takut, hehe."

"Isyah bawa ini nih," lanjutnya dengan menunjukan dua toples kue yang di tutup oleh selimutnya.

"Boleh, ayo."

Aisyah juga Ica berjalan beriringan masuk kamar. Setelah mereka sampai, mereka mendudukan pantat nya di kursi sofa.

Mereka bertiga menikmati cemilan-cemilan dengan di temani teh panas, dan hujan di luar sana yang mengguyur bumi.

Cukup lama mereka memakan cemilan itu, bahkan hujan di luar sana pun tak kunjung reda.

***

Jam menunjukan pukul 3 sore, para wanita cantik juga gadis mungil itu baru saja terbangun dari tidurnya.

Setelah makan cemilan mereka melanjutkan dengan tidur, karena hujan begitu deras mengguyur bumi.

Adzan asar baru saja berkumandang di masjid, mereka bertiga segera bangkit dari tidurnya dan bergegas pergi.

"Isyah mau bareng shalatnya?" tanya seorang wanita dengan suara parau habis tidur dengan terus mengucek-ngucek matanya.

Isyah, remaja itu mengeliat. Ia menatap sang Kakak yang tengah menatapnya. "Iya, Kak." jawab Isyah.

"Yaudah, kamu ambil sejadah sama mukena gih. Terus wudhu," titah sang Kakak, siapa lagi kalo bukan Ica.

Tak menanggapi ucapan sang Kakak, Isyah menurut dan bergegas pergi.

***

Maaf klo mkin hambar🙏

Cinta Sang Dokter (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang