Chapter 39

85 1 0
                                    


Dua orang berjalan ke arah mereka, dengan berkata. "Tapi aku gak setuju!" ucapnya dengan memutar kedua bola matanya.

"Aku juga gak setuju!" ucap seseorang di samping nya.

Fikri, Dwi juga Mahesa memutar bola matanya untuk melihat siapa yang berbicara. Setelah mereka tau siapa yang berbicara itu, perlahan mereka berdiri dari duduknya.

"Loh kenapa Isyah? Fattah?" tanya Mahesa heran.

"Isyah gak suka!"

"Fattah juga!"

"Kenapa gak suka?" tanya Mahesa semakin bingung.

"Gara-gara bocah kecil itu kakak kesayangan kami masuk rumah sakit!" Isyah menjeda ucapannya.

"Dan gara-gara dia juga, Isyah kehilangan keponakan Isyah!" lanjut Isyah dengan menunjuk ke arah Ara.

"Dan juga gara-gara Ara si gadis kecil itu, kak Ica amnesia!" sambung Fattah dengan nada tak suka.

"Kalian ...!" Mahesa hampir saja melayangkan tangannya ke kedua anaknya, tapi dengan cekalan dari Dwi Mahesa tidak jadi menampar.

"Pah, tenang pah," ucap Dwi mencoba menenangkan Mahesa.

"Isyah, Fattah sini sayang," ujar Dwi lembut dengan memengang kedua tangan mereka untuk lebih dekat dengannya.

"Isyah sama Fattah santri kan?" tanya Dwi sangat lembut.

"Hem," jawab mereka dengan deheman saja.

"Tau kan apa itu takdir Allah?"

"Hem," mereka kembali menjawab dengan deheman yang berbarengan.

"Nah berarti tau apa yang dialamin kakak kalian itu adalah takdir Allah, bang Fikri juga udah ikhlas calon bayi nya di ambil lagi sama Allah, masa Isyah sama Fattah engak," jelas Dwi dengan lembut.

"Tapi bu ... Isyah gak suka sama Ara," kekeh Isyah.

"Sayang Ara kan gak punya rumah sama orang tua nya udah gak ada, masa kamu gak kasian dia tinggal di jalanan ... dia kan anak kecil loh," ucap Dwi meyakinkan Isyah.

"Kasian sih bu, tapi ...,"

"Udah yah gak ada tapi-tapian, kalian berdua harus terima Ara di rumah kita. Yah? Kalian sayang ibu kan?"

"Ya sayang lah bu ...," jawab Isyah juga Fattah berbarengan.

"Yaudah terima yah ... Oke?"

"Hem," dengan terpaksa Isyah dan Fattah mengaguk pasrah.

"Nah gitu dong,"

"Ayo dek kita keluar," ajak Isyah menarik lengan Fattah menuju keluar.

"Ini Ara nya ajak dong," ucap Dwi.

"Gak!"

Aisyah juga Fattah melesat pergi ke arah pintu, mereka terus menggerutu di sepanjang kalidor rumah sakit. Banyak orang yang menatap mereka heran, tapi Isyah dan Fattah tidak menghiraukannya.

Menit berikutnya, mereka telah sampai di taman depan rumah sakit. Dengan hati yang membara Isyah duduk dengan kasar di kursi putih.

"Ihhhh kesel ... kesel ... kesel ...!" Isyah frustasi, ia memukul-mukul bangku yang didudukinya.

"Ka Isyah ih diem! Gerak mulu." ucap Fattah.

"Kakak kesel Fattah!" teriak Isyah lantang.

"Sstt! jangan teriak, berisik! Liatin tuh banyak yang liatin kakak," ucap Fattah menahan lengan Isyah yang akan mendarat memukul kursi lagi.

"Malu-maluin," gumam Fattah dengan memalingkan wajahnya ke arah lain.

"APA!!" teriak Aisyah semakin kencang.

"Allahumaaaa, ssstttt!" Fattah membekam mulut Isyah.

"Kakak ih malu-maluin deh! Tuh orang pada kaget," ucap Fattah dengan lihat ke arah ke kanan dan ke kiri.

"Emmb ... emmb,"

"Lepasin!" Aisyah menarik kasar lengan Fattah yang membekam mulutnya.

"Enggap tau!"

"Hehehe maaf," ucap Fattah dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Maaf maaf!"

"Ih kakak kok marah-marah, lagi pms yaa?" tanya Fattah dengan senyum-senyum aneh.

"Kakak gak suka Ara tinggal di rumah ibu ...," ungkap Isyah dengan cemberut.

"Emang Fattah mau gitu?" tanyanya.

"Ya gaklah!" jawabnya sendiri.

"Terus?"

Mereka berdua saling diam, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Fattah punya ide kak buat anak kecil itu gak tinggal di rumah kita,"

"Apa?!"

"Kalem dong jangan esmosi,"

"Bodo ah! Apa cepet!"

"Sini deh," Isyah mendekatkan telinganya ke bibir Fattah, dan Fattah langsung membisikan sesuatu ke telinga milik Aisyah.

"Ih Fattah, emang gak bahaya buat anak kecil itu?" tanya Isyah, sebab ia kurang setuju dengan rencana milik Fattah.

"Gak lah kak,"

"Tapi kasian nanti,"

"Lon kok kakak jadi kasian sama dia?"

"Ya ... ya bukan gitu maksudanya,"

"Terus?"



Cinta Sang Dokter (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang