Chapter 61

78 2 0
                                    

Hari sudah larut, wanita terbalut baju tidur itu masih setia membukakan matanya. Padahal ia sudah sangat ngantuk, tapi entah kenapa netranya itu tak mau menutup.

"Mas Fikri mana sih!" gerutu wanita itu kesal, sejak tadi wanita itu menunggu sang suami. Entah itu rindu atau nunggu martabak.

Perasaannya sungguh aneh, netranya tak mau bekerja sama. Dan kini ia sunguh sangat ingin melihat wajah suaminya.

"Apa aku vc aja, ya?" gumamnya, ia ambiu sekali disisi kanan matanya sangat ngantuk tapi, disisi lain ia mau melihat wajah sang suami.

"Tapi kalo lagi periksa pasien kan kasian," lanjutnya bertambah bingung.

Hari ini jam masih menunjukan pukul 8 malam, tak seperti biasanya netra wanita itu ngantuk tapi tak mau tidur.

"Haus," wanita itu mengusap tenggorokannya dan bangkit dan melangkahkan kakinya menuju dapur.

Dengan gontai wanita itu berjalan, bahkan rasa dingin dikakinya yang menyentuh lantai pun tak terasa.

Setelah sampai didapur, ia segera membuka kulkas dan mengambil air minum. Kemudian, wanita itu menuangkan ke dalam gelas.

Tiga kali legukan air dalam gelas itu habis, setelah merasa tidak haus lagi Ica, wanita itu bangkit dari duduknya.

Baru saja kakinya ingin menginjak tangga, tapi disini sangat gelap. Ica wanita itu mencium farpum, ia kenal betul dengan baunya.

Dengan cepat Ica memutarkan badannya, alhasil tadi yang gelap kembali seperti semula. Ada seorang lelaki tinggi dengan berdiri tegak memandang Ica tanpa berkedip.

Pria itu tersenyum manis hingga deretan ginsul giginya pun terlihat, sungguh manis!

"Hai!" pria itu melambaikan tanggannya.

Seperti tengah terhipnotis, Ica sama sekali tak berkedip melihat pria itu ada didepannya.

"Hufh." merasa dianggurkan, pria itu meniup mata Ica. Dan alhasil Ica tersadar.

"Masss!" Ica menubruk pria itu, ia memeluknya erat, sangat erat sekali.

"Hehe nih, Sayang." pria itu tersenyum kemudian ia menyodorkan bungkusan plastik berwarna putih. Yang isinya adalah pesannan Ica, iya martabak. Dan laki-laki itu? So, pasti Fikri dong, sang suami Ica.

***

Setelah selesai menghabiskan sekotak martabak berdua, kedua insan itu telah terduduk manis disofa kamar.

Jam menunjukan pukul sepuluh kurang lima belas menit. Rasa kantuk diantara mereka belum menyerang, mungkin efek nonton jadi, ya kek gini.

"Ara mana, Sayang?" tanya Fikri dengan memandang sang istri.

"Ara?" ulang istrinya disela-sela makan kentang goreng.

"Iya," jawab Fikri dengan mengagukan kepala mantap.

"Dikamar Isyah," balas singkat Ica.

"Ouuuh, iya iya."

"Assikk, ada kesempatan ini. Hahaha," ungkap Fikri dalam hati diiringi tawa jahat.

Ica memandang heran suaminya, dengan berucap. "Kenapa ketawa-ketawa?" Ia memengang kening hingga pipi suaminya. "Sakit?" lanjut Ica.

"Ehm, Sayang!" panggil Fikri dengan membelai lembut tangan Ica.

"Apa?" jawab Ica menatap sekilas Fikri.

"Emm, yuk!"

"Males ah." tolak Ica dengan terus menyunyah makanannya.

"Tau mau kemana?" tanya Fikri heran, belum dikasih tau udah nolak. Dasar Ica!

"Gak." balas Ica dengan menggelengkan kepala.

Fikri langsung mengendong Ica ala brydal sytle, Ica kaget ia menatap suaminya dengan tajam, ia terus memberontak agar dirinya turun.

"Diem!" tegas Fikri dengan melototkan matanya.

Ica menelan salivanya. "Kaya singa," ucap Ica dalam hati.

Fikri meletakkan tubuh Ica di atas ranjang dengan sangat hati-hati, setelah Ica nyaman berbaring Fikri ikut berbaring di samping Ica.

Fikri mendekatkan wajahnya ke telinga Ica, dengan berbicara. "Kita bikin dede bayi, Gak ada penolakan!"

Mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Fikri, mata Ica membulat sempurna ia kembali menelan salivanya dengan susah payah.

"Bi--bikin? Ga--," gugup Ica, melihat wajah sang suaminya begitu menakutkan. Macam singa mau memakan mangsanya.

"Gak ada penolakan, Sayang!" tekan Fikri.

Wajah Fikri semakin dekat dengan wajah Ica, Fikri mengecup lembut kening, pipi hingga bibir Ica dengan manja.

Setelah puas dengan kecupan hangat itu, akhirnya mereka melanjutkan aksinya. Dan entahlah apa yang terjadi, aye kayak tau.

Cinta Sang Dokter (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang