Dia Kembali
"Ellena." Panggilan Zane itu terdengar begitu nyata, tapi Ellena tak berani berharap.
Tatapannya masih terpaku pada sosok yang berdiri di depan pintu itu.
Haruskah kisahnya berakhir seperti ini dengan pria itu? Haruskah ia kehilangan pria itu ketika akhirnya ia bisa berada di sampingnya? Haruskah ia melepaskan pria itu ketika akhirnya ia menyadari betapa dalamnya perasaannya?
Saat itulah, Ellena tersadar. Ia tidak keberatan meski harus hidup dengan bayangan Zane saja. Selama ia bisa melihat pria itu. Karena ia tak bisa membayangkan hidupnya di masa depan tanpa bisa melihat pria itu lagi. Bahkan meski mereka akan menyebutnya gila, ia tidak lagi peduli. Selama ia bisa melihat pria yang dicintainya ....
***
Pikiran Ellena itu mencabik Zane. Itulah kehidupan yang akan dipilih Ellena jika Zane tidak kembali.
"Ellena, ini aku," Zane berbicara. "Aku balik."
Ellena mengerjap, air mata membasahi wajahnya kini. Melihat luka dan air mata Ellena karena dirinya, ini bahkan lebih menyakitkan dari peluru yang menghantam dadanya beberapa waktu lalu.
"Zane," gadis itu akhirnya menyebut namanya dengan penuh harapan, seolah itu adalah pegangan terakhirnya.
"Iya, ini aku. Aku balik buat kamu, Ell," Zane berkata.
'Dia balik. Dia ada di sini. Dia baik-baik aja. Dia balik.' Pikiran-pikiran itu berkelebatan dalam kepala Ellena.
'Emangnya kenapa kalau aku harus terluka? Emangnya kenapa kalau aku harus nangis sendirian? Itu semua nggak masalah selama Zane ada di sampingku. Asal aku bisa lihat dia kayak gini, asal dia bisa ada di sampingku kayak gini, aku nggak keberatan bahkan meski aku harus terluka.'
'Masa bodoh sama rasa sakit yang harus aku rasain. Masa bodoh sama masa depan yang bahkan aku nggak tahu. Masa bodoh sama kecemasan dan ketakutanku. Aku cinta sama Zane dan yang lain nggak penting lagi. Selama aku bisa lihat dia, selama dia ada di sampingku, selama dia baik-baik aja, itu cukup. Astaga, aku benar-benar cinta sama dia.'
Pikiran Ellena itu membawa Zane menyeberangi ruangan, berdiri di depan Ellena, menangkup wajahnya dan menciumnya dengan penuh cinta, mengungkapkan kerinduan dan rasa cintanya. Ketika Ellena membalas ciumannya, Zane bisa merasakan kelegaan, penyesalan, juga cintanya.
Ketika akhirnya ciuman mereka berakhir, Zane tak lekas menjauh dan menyandarkan keningnya di kening Ellena. Gadis itu masih memejamkan mata, dan ia tampak begitu cantik, seperti biasanya.
"Aku pulang, Ellena," Zane berkata lembut.
Ellena membuka matanya yang sudah kembali dipenuhi air mata, dan gadis itu berkata, "Aku cinta sama kamu, Zane."
Pernyataan cinta Ellena itu menyentuh hati Zane. Ellena tak akan tahu, betapa kata-katanya tadi mempengaruhi Zane. Tapi kemudian, dari kepala Ellena, Zane bisa melihat apa yang terjadi pada gadis itu selama ia tak ada di sampingnya. Zane mengumpat dalam hati melihat bagaimana ia telah menyakiti Ellena bahkan ketika ia tak berada di samping gadis itu.
Zane menarik diri hanya untuk merengkuh Ellena dalam peluknya, menenangkan kecemasan dan ketakutan gadis itu. Tapi, itu belum berakhir ketika dari kepala Zelo dan teman-temannya, Zane bisa melihat bagaimana Ellena mengurung diri di kamarnya seharian, bagaimana ia melamun dan lebih banyak diam, bagaimana ia menangis sembunyi-sembunyi di kamarnya, bagaimana ia ... terluka oleh penyesalannya sendiri.
"Astaga, Ell, sori. Sori karena aku pergi terlalu lama, sori karena aku baliknya terlambat banget, sori karena udah buat kamu nunggu aku, sori karena udah buat kamu nangis sendirian, sori ..." Zane bahkan tak akan merasa cukup dengan semua permintaan maafnya, tapi di depannya Ellena justru mengeratkan pelukannya dan memotong,
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You (End)
Non-FictionMeskipun Zane mencintai Ellena, ia harus melepsakan gadis itu karena tidak ingin menyakitinya. Tapi siapa sangka, takdir justru kembali menyeretnya pada gadis itu, seolah tahu perasaan Zane padanya tak sedikit pun berubah sejak mereka berpisah lima...