Pengakuan dan Tanggung Jawab
"Harusnya kamu nggak janji kayak gitu ke Ellena kalau kamu nggak bisa nepatin," serang Athena begitu mereka berada di ruang kerja Zane.
"Kali ini, aku bakal nepatin itu," Zane menjawab tanpa ragu. "Karena itu, aku butuh bantuan kamu."
Athena mengerutkan kening.
"Terserah kamu mau percaya atau nggak, tapi aku dengar pikiran Ellena dan ... ketakutan dia," Zane berkata.
Baiklah. Apa lagi ini?
"Jadi sebelumnya, pas Ellena tahu aku bisa lihat pikiran dia, dia takut aku bakal terluka, dan dia jelas bakal terluka juga kalau tahu aku terluka. Karena itu, dia ..."
"Nolak kamu," tandas Athena. "Ellena juga udah cerita."
Zane mengangguk, lalu terdiam cukup lama.
Oke, mereka perlu mengheningkan cipta untuk penolakan itu? Athena mengerti.
Zane mendengus, geli, dan Athena seketika tersadar. Pria ini mungkin benar-benar bisa melihat, juga mendengar apa yang dia pikirkan tadi.
"Makasih buat usahamu," Zane berkata.
Athena berdehem.
"Tapi masalahnya, habis aku balik sama kamu itu," Zane melanjutkan, "aku sebenarnya udah lihat ketakutan dia. Dia bahkan mikir kalau ... dia nggak peduli meski dia terluka, dia nggak peduli apa yang bakal terjadi di masa depan, selama aku ada di sampingnya ..."
"Ellena mikir kayak gitu?" Athena tak dapat menahan keterkejutannya.
Zane meringis, mengangguk.
"Tapi, bahkan meskipun aku tahu Ellena berada di sampingku saat ini karena ketakutan dia, aku nerima gitu aja. Nggak berusaha ngomong sama dia. Aku udah sempat ngomong sama Ronnie pas traumanya Veryn terungkap waktu itu, dan Ronnie nyaranin aku buat selalu ada di samping Ellena, mungkin ketakutan Ellena bakal mereda, karena toh, trauma Ellena belum separah Veryn. Dan ..."
"Sekecil apa pun, trauma itu punya efek besar dalam kehidupan seseorang," sengit Athena.
Zane memejamkan mata, raut bersalah tampak jelas di wajahnya.
"Salahku. Karena keegoisanku, aku ngabaiin ketakutan dia. Dengan egoisnya nerima semua usaha dan pengorbanan dia buat ada di sampingku. Dan ... aku bahkan nggak berusaha ngasih Ellena kepastian tentang masa depan kami."
Athena takjub. Baik Ellena maupun Zane, mereka jelas saling mencintai satu sama lain, dengan cara yang mengerikan. Membohongi terang-terangan seperti itu, bagaimana bisa mereka ...
"Karena aku dan Ellena sama-sama nggak mau kehilangan satu sama lain," Zane menyela pikiran Athena.
Pria ini benar-benar bisa mendengar pikiran Athena. Dan satu hal lagi, pria ini benar-benar sudah gila.
"Makanya, aku di sini sekarang, ngakuin semuanya ke kamu, sekaligus minta bantuan ke kamu," Zane berkata.
"Menurutmu, aku bakal bisa bantuin kamu?" sinis Athena.
"Kamu juga bisa bantuin Veryn," Zane menyebutkan.
"Oke. Tapi, hampir semua kemajuan yang dialami Veryn itu ada usahanya Zelo. Tapi kamu, apa kamu bahkan bisa ngelakuin semua yang aku suruh? Kamu tahu sendiri apa yang dilakuin Zelo buat Veryn. Dia ngungkapin semuanya. Lukanya, pekerjaannya yang berbahaya ... Zelo ngorbanin semua itu buat Veryn. Jadi, kalau itu kamu, apa kamu bisa?" tuntut Athena.
Zane mendesah berat. "Ini bakal jadi pekerjaan berbahayaku yang terakhir," ia berkata.
Athena mengerutkan kening. Yang terakhir?
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You (End)
Non-FictionMeskipun Zane mencintai Ellena, ia harus melepsakan gadis itu karena tidak ingin menyakitinya. Tapi siapa sangka, takdir justru kembali menyeretnya pada gadis itu, seolah tahu perasaan Zane padanya tak sedikit pun berubah sejak mereka berpisah lima...