Darrel Winstown
Sepanjang perjalanan, Zane menatap layar ponselnya. Athena sudah berpesan padanya untuk menelepon atau mengabari Ellena begitu ia selesai dengan pekerjaannya hari ini. Tapi bahkan saat ini, Zane sudah ingin menghubungi Ellena hanya untuk meyakinkan gadis itu bahwa dia baik-baik saja. Kecemasan Ellena saat Zane pergi tadi masih mengusiknya.
"Zane," panggil Ronnie dari kursi belakang.
"Hm?" Zane membalas.
"Kamu harus konsentrasi, jangan teralihkan, jangan gegabah," Ronnie mengingatkannya.
"Hm," jawab Zane dalam gumaman, sebelum ia menyelipkan ponsel ke saku dalam jasnya.
Mobil yang mereka tumpangi itu berhenti di persimpangan tak jauh dari perusahaan Zane. Zane turun untuk berpindah ke mobilnya yang sudah menunggu, dengan Trian di dalamnya.
Saat Zane masuk, Trian menyapanya, "Selamat pagi, Pak."
"Pagi," Zane membalas. "Dan makasih, kamu udah mau bantuin aku."
Trian mengangguk. "Tapi Pak, tolong nanti di depan Pak Darrel Bapak berbicara lebih sopan ke saya, ya? Takutnya nanti mereka curiga."
Zane memutar mata. "Kamu tuh kebanyakan nonton film detektif, tahu nggak?"
Trian tersenyum. "Kayaknya liburan Pak Zane kemarin menyenangkan, ya?" singgung Trian.
Ya, berlibur. Itulah alasan yang Zane berikan pada Trian, sementara dia memberitahukan pada orang-orang perusahaan jika Zane sedang mengurus pekerjaan di luar negeri.
"Ibumu apa kabar?" tanya Zane seraya memperbaiki arah jam tangannya yang juga berfungsi sebagai kamera perekam.
"Udah makin baik, Pak," jawab Trian riang. "Udah bisa jalan-jalan juga sama Ria."
"Adekmu kuliahnya lancar, kan? Nggak ada masalah di kampus?" tanya Zane lagi.
"Pak Zane nggak perlu ngawatirin keluarga saya lagi, Pak. Mereka baik-baik aja, kok. Berkat Pak Zane," Trian berkata.
Zane tersenyum lega. "Syukur, deh." Ia lalu mendekat ke arah Trian, memasangkan alat pelacak kecil di kerah belakang kemejanya.
"Eh, kenapa, Pak?" tanya Trian bingung.
"Aku masang alat pelacak di bajumu. Jadi, kalau ntar ada masalah, atau kamu mendadak diculik, jangan panik, jangan khawatir. Aku bakal segera nemuin kamu," Zane berkata.
Trian, alih-alih takut, justru tersenyum lebar. "Ini beneran kayak yang di film-film itu ya, Pak?"
Zane mendesah berat. "Ini bukan main-main, Yan. Kalau kamu takut, kamu nggak perlu ngikutin rencanaku ini."
Trian mengibaskan satu tangannya. "Saya senang bisa bantuin Pak Zane berjuang untuk perusahaan."
Zane mendengus pelan. "Kamu tahu reputasinya Darrel Winstown, kan?"
"Sangat, Pak," jawab Trian.
"Hati-hati sama dia," Zane mengingatkan. "Kalau ke depannya kerja sama ini kacau, kamu mungkin bakal harus terlibat sama masalah yang ..."
"Pak," Trian menyela kalimat Zane, "saya bukan anak baru di perusahaan. Jadi, Pak Zane nggak perlu khawatir."
Ya, selain Zane bisa memercayai Trian tentang masalah ini, ia juga percaya akan kemampuan Trian meng-handle berbagai macam masalah dalam bisnis. Bahkan masalah kotor sekalipun. Ia selalu bisa mengandalkan Trian.
***
Darrel memasuki kantor pusat Dirgantara Group, membiarkan sekretarisnya memimpin jalan ke ruang meeting tempat ia akan bertemu dengan CEO yang juga adalah pemilik perusahaan ini, Zane Gabriel Dirgantara. Dari setidaknya sepuluh perwakilan perusahaan yang seharusnya ikut dalam meeting ini, itu pun setelah pihak Dirgantara menyeleksi perusahaan-perusahaan lain, Darrel sudah menyingkirkan enam kompetitornya. Lebih tepatnya, Sam membereskannya untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You (End)
Non-FictionMeskipun Zane mencintai Ellena, ia harus melepsakan gadis itu karena tidak ingin menyakitinya. Tapi siapa sangka, takdir justru kembali menyeretnya pada gadis itu, seolah tahu perasaan Zane padanya tak sedikit pun berubah sejak mereka berpisah lima...