Another Patient
"Wah, kamu hebat banget tadi." Pujian Ellena itu tak begitu dihiraukan Athena.
"Iya, kayak di film-film," Veryn menanggapi di sebelahnya. "Keren banget."
Athena tak membalas keduanya dan malah berbelok ke arah toilet. Ia bahkan memuji dirinya sendiri ketika ia berhasil menahan diri untuk tidak memutar mata karena reaksi berlebihan kedua gadis itu. Ketika Ellena dan Veryn juga mengikutinya ke arah toilet, Athena mendengus tak percaya. Ia benar-benar tak bisa menghentikan kedua gadis ini.
"Kamu kok bisa langsung tahu sakitnya orang itu tadi?" tanya Veryn penasaran.
"Dari keluhan pasien, gejalanya, riwayat penyakitnya, sama kecelakaan yang dia alami sebelum ke sini,"' jawab Athena cepat tanpa menatap Ellena maupun Veryn. "Aku cukup sering nanganin pasien kayak tadi."
"Kenapa tadi nggak dibawa langsung ke rumah sakit aja?" tanya Ellena penasaran.
"Dia bisa mati kalau udara di paru-parunya nggak dikeluarin." Athena memasuki toilet, dengan Ellena dan Veryn masih mengikutinya.
Keduanya memperhatikan Athena yang mencuci tangannya, dengan terlalu berlebihan, membuat Athena menatap mereka kesal.
"Kalian tuh ..."
"Tadi kamu bilang, sakitnya namanya apa?" Pertanyaan Veryn memutus kalimat kesal Athena. Ia sudah diperingatkan tentang ini, betapa Veryn akan sangat cerewet jika sudah ingin tahu akan sesuatu. Sekarang ia sudah membuktikannya sendiri.
"Pneumothorax," ucap Athena pendek. "Jadi, ada pengumpulan udara atau gas di rongga pleuranya, yang ada di antara paru-paru sama toraks," ia berbaik hati menerangkan. "Tadi aku cuma ngasih pertolongan pertama aja dengan ngelakuin dekompressi, buat ngehubungin rongga pleuranya sama udara luar, biar udara yang di dalam bisa keluar. Dia masih butuh perawatan di rumah sakit. Bisa sampai beberapa minggu buat ngeluarin semua udara dari paru-parunya tadi, tergantung banyak sedikitnya udara di sana."
Penjelasan Athena membuat Ellena dan Veryn bergumam kagum. Athena tak dapat menahan diri untuk memutar mata dan bergegas meninggalkan kedua gadis itu untuk kembali ke mejanya.
Tapi, saat ia baru akan duduk, dilihatnya Zane membungkuk di atas meja, kedua tangannya menahan kepalanya yang tertunduk. Di sebelah pria itu sudah ada Ronnie dan gadis itu tampak cemas. Saat Ronnie mendongak dan tatapannya bertemu Athena, gadis itu menggeleng.
Athena mendecak kesal lalu menghampiri Zane, menepis satu tangan pria itu, membuat kepalanya hampir jatuh ke atas meja. Pria itu menoleh dan wajahnya tampak pucat. Athena menarik bahu Zane ke belakang hingga pria itu bersandar di kursinya.
"Zane?" Suara Ellena terdengar kaget. "Kamu ... kenapa?" Kecemasan jelas dalam suara gadis itu.
Saat Ellena duduk di sebelahnya, Zane menepis tangan Athena dan menegakkan tubuh, tapi Athena kembali menarik bahu pria itu hingga ia bersandar di kursinya. Tatapan kesal Zane kemudian tertuju padanya, tapi Athena tak gentar.
"Kalau kamu nggak mau nginap berminggu-minggi di rumah sakit, mending kamu dengerin kata-kataku," tegas Athena.
Zane mengernyit, hendak protes, tapi Ellena sudah lebih dulu menyembur, "Zane sakit? Dia terluka?"
Zane menoleh pada Ellena, menggeleng. "Aku nggak pa-pa. Cuma kecapekan."
Athena mendengus kasar. "Jangan-jangan kamu juga kena pneumothorax," sebut Athena dengan sengaja.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You (End)
Non-FictionMeskipun Zane mencintai Ellena, ia harus melepsakan gadis itu karena tidak ingin menyakitinya. Tapi siapa sangka, takdir justru kembali menyeretnya pada gadis itu, seolah tahu perasaan Zane padanya tak sedikit pun berubah sejak mereka berpisah lima...