Melawan Ketakutan
Tepat ketika Zane memasuki mobil, ia mengambil ponselnya dan menelepon Ellena.
"Zane." Suara Ellena terdengar cemas, tapi juga lega di seberang sana.
"Aku baik-baik aja, Ell," Zane memberitahu. "Aku bakal langsung balik habis ini," Zane berjanji.
"Hati-hati." Suara Ellena masih terdengar cemas.
"Hm," jawab Zane pendek. Tapi kemudian, Ellena masih tak memutus sambungan telepon.
Zane tersenyum, lalu berkata, "Aku kangen sama kamu, Ell. Dan aku cinta sama kamu."
Ellena tampaknya terkejut karena ia tak segera membalas, tapi suaranya terdengar geli saat membalas, "Aku juga cinta sama kamu, Zane."
Itu lebih baik daripada kecemasan Ellena tadi.
"Sampai ketemu di rumah," Zane pamit.
"Sampai ketemu di rumah," balas Ellena lembut, sebelum ia memutus sambungan telepon.
"Saya nggak percaya, Pak Zane sama sekali nggak ngabarin saya kalau Pak Zane nikah sama Bu Ellena," ucap Trian menuduh.
Memang, Zane baru memberitahu Trian di saat-saat terakhir dalam perjalanan menuju ruang meeting tadi, bahwa dia sudah menikah dengan Ellena. Niatnya memang agar Trian tidak bertanya. Tapi, Trian sepertinya tidak mau menunggu lebih lama untuk menyerang Zane dengan rasa penasarannya begitu ada kesempatan.
"Padahal, dulu juga saya yang ngebantuin Pak Zane dekat sama Bu Ellena," protes Trian berlanjut. "Apa Pak Zane tahu, betapa patah hatinya saya pas pernikahan Pak Zane dan Bu Ellena dulu gagal? Saya bahkan udah bantu nyiapin semuanya, bahkan nyembunyiin itu dari media karena Pak Zane bilang Bu Ellena pengen pernikahan yang sakral di rumah utama keluarganya Pak Zane."
Zane mengusap keningnya. "Well, itu ..."
"Jadi, liburan kemarin itu Pak Zane liburan honeymoon sama Bu Ellena? Pantas aja lama banget baliknya," komentar Trian lagi.
"Besok pas acara pestanya kan, kamu bisa ketemu Ellena sendiri," Zane berkata, sedikit frustrasi. "Kalau kamu tahu perjuanganku buat dapatin dia balik lagi ke aku, kamu nggak bakal ngomong gitu," tandas Zane.
"Apa Pak Zane bahkan sampai nembus hujan peluru buat bisa dapatin Bu Ellena lagi?" cibir Trian.
"Iya," Zane menjawab, tapi Trian kemudian tergelak.
"Pantas aja Bu Ellena langsung nerima Pak Zane lagi," ledek Trian.
Yah, Zane tak perlu memberitahu Trian tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya.
Sepanjang perjalanan menuju rumah cadangannya, Trian terus mengoceh tentang tingkah konyol Zane karena Ellena di masa lalu. Rumah cadangan itu sendiri memang Zane siapkan sebagai tempat ia pulang dari kantor, untuk mengelabui Red Dragon yang memang tadi mengikutinya sejak ia keluar dari kantor, dan juga Darrel yang mulai memasang pelacak padanya.
"Kenapa Pak Zane pindah ke rumah ini?" tanya Trian begitu mobilnya berhenti di depan sebuah rumah mewah di kiri jalan.
Trian termasuk dalam sedikit orang yang tahu alamat asli Zane.
"Biar Darrel nggak ngikutin aku sampai rumah dan ngeganggu Ellena juga," Zane menjawab.
Trian mengangguk setuju. "Kita harus hati-hati, Pak. Darrel Winstwon itu berbahaya banget soalnya."
Zane mendengus geli. "Kamu juga harus hati-hati," balas Zane seraya menepuk bahu Trian, sebelum ia turun dari mobil, menolak Trian mengantarnya hingga ke depan pintu, beralasan ia malas membuka gerbangnya, padahal itu gerbang otomatis.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You (End)
Non-FictionMeskipun Zane mencintai Ellena, ia harus melepsakan gadis itu karena tidak ingin menyakitinya. Tapi siapa sangka, takdir justru kembali menyeretnya pada gadis itu, seolah tahu perasaan Zane padanya tak sedikit pun berubah sejak mereka berpisah lima...