Maaf
Zane merangkul Ellena, tak melepaskan gadis itu hingga ia lebih tenang kini. Satu tangan Ellena bertaut dengan tangan Zane dan gadis itu menggenggam erat tangan Zane.
Setelah Athena masuk ke kamarnya, gadis itu berusaha untuk tidak memikirkan apa pun, tapi Zane bisa melihat gadis itu menangis tanpa suara. Seperti yang dikatakan Ronnie, Athena menyakiti dirinya sendiri.
Teringat kata-kata yang dilemparkan Ellena pada Athena tadi, dan betapa itu juga menyakiti Athena, Zane merasa bersalah pada Athena. Ia yang membuat Ellena seperti ini. Jika saja ia tidak bertindak egois tentang perasaannya, seandainya ia tidak begitu egois demi menahan Ellena di sampingnya ...
"Athena marah sama aku?" tanya Ellena pelan.
Zane mendengus pelan melihat kecemasan Ellena.
"Makanya, kalau kamu bakal nyesal, ngapain tadi kamu ngomong sekasar itu ke Athena?" balas Zane, ikut menyalahkan Ellena.
Ellena merengut. "Aku juga nggak sadar kalau tadi aku kasar banget. Ini aku dalam sesi penyesalan."
Zane mendengus geli.
"Lagian, dia kok mendadak maksa aku gitu, sih? Padahal selama ini, aku pikir dia yang paling ngertiin aku," keluh Ellena. "Kemarin juga, dia bahkan nggak nyalahin aku."
"Ell," panggil Zane pelan.
"Hm?" Ellena mendongak.
"Kamu mau dengar cerita tentang kehidupannya Athena yang aku lihat dari pikiran dia?" Zane menawari.
Zane bisa melihat rasa penasaran Ellena ketika gadis itu mengangguk.
"Banyak yang aku pengen tahu tentang Athena," aku Ellena. "Aku bisa ingat potongan-potongan kecil ingatan tentang aku sama dia, tapi nggak lebih. Tapi yang aku tahu, aku sama Athena dulu dekat banget. Aku bisa ngerasain itu."
Zane menarik Ellena semakin dekat.
Bukan hanya dekat. Ketika Athena pikir ia kehilangan Ellena, ketika ia pikir tak akan bisa melihat Ellena lagi, gadis itu menangis histeris di pemakaman. Ellena bahkan tak tahu itu dan dia melemparkan kata-kata seperti tadi pada Athena.
"Athena sejak kecil tumbuh tanpa ibunya," Zane memulai.
"Tanpa ... ibu?" Suara Ellena menerawang.
Apa ia juga mengingatnya? Dulu, ketika Ellena masih tinggal bersama ayahnya, ia juga tumbuh tanpa seorang ibu. John bilang, ibu Ellena meninggal saat melahirkannya. Karena itulah, Ellena dan Athena dulu sangat dekat, saling mengerti satu sama lain, lebih dekat dari saudara kandung sekalipun.
"Hm. Tanpa ibu," Zane menegaskan. "Tapi, waktu dia umur sembilan tahun, dia harus berpisah dari kamu. Dan dia pikir, dia udah kehilangan kamu."
Ellena mendongak. "Aku sedekat apa sama Athena? Gimana aku bisa kenal dia? Gimana aku bisa dekat sama dia?"
Zane tersenyum. Bahkan meskipun ia tahu, ia hanya menjawab, "Itu bisa kamu tanya sendiri ke Athena."
"Dia lagi marah ke aku," rengut Ellena.
"Dia nggak marah ke kamu," Zane berkata.
Ellena kembali mendongak. "Nggak marah? Seriusan?"
Zane mengangguk. "Kamu tahu nggak, pas Athena bilang kalau dia nggak punya teman selain kamu sama Veryn itu, dia bilang yang sebenarnya," lanjut Zane.
Ellena mengernyit tak suka. "Nggak satu pun?"
"Kamu ingat nggak, pas dulu pertama kali dia nyariin kamu? Dia bilang kalau kamu satu-satunya orang yang bisa ngebantu dia tanpa terbunuh," Zane menyebutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You (End)
Non-FictionMeskipun Zane mencintai Ellena, ia harus melepsakan gadis itu karena tidak ingin menyakitinya. Tapi siapa sangka, takdir justru kembali menyeretnya pada gadis itu, seolah tahu perasaan Zane padanya tak sedikit pun berubah sejak mereka berpisah lima...