Promise
Setelah satu minggu membiarkan Ellena sendirian, membiarkan gadis itu menangis dan berduka sendiri, menelan rasa sakitnya melihat Ellena terluka sendirian, akhirnya Zane mendengar Ellena memanggil namanya. Zane yang sepanjang minggu kemarin bahkan tidak meninggalkan rumah sama sekali, menunggu saat ini, bergegas berlari menaiki tangga menuju tempat Ellena berada.
Ketika Zane membuka pintu kamar mereka, dilihatnya Ellena berdiri menghadap jendela dan menatap keluar. Ketika gadis itu berbalik, ia menatap Zane tajam dan berkata,
"Apa lagi yang kamu rahasiain dari aku?"
Zane tersenyum. "Kalau kamu ngizinin aku datang ke kamu, aku bakal ceritain semuanya, Ellena," janjinya.
Ellena tak menjawab selama beberapa saat, tapi ketika akhirnya gadis itu mengangguk, Zane mendesah lega. Ia melangkah lebar menghampiri Ellena dan rasanya ia bisa bernapas lagi begitu ia memeluk Ellena. Ia pikir, Ellena tidak akan pernah mau lagi melihatnya. Ia pikir, Ellena akan membencinya. Ia pikir, Ellena akan meninggalkan Zane ketika tahu berapa banyak yang Zane sembunyikan darinya.
Tapi minggu lalu, dari pikirannya, Zane mendengar pinta Ellena,
'Aku butuh waktu buat sendiri. Tapi aku nggak mau kamu pergi. Satu hal yang perlu kamu tahu, kalau pas nanti aku manggil kamu dan kamu nggak datang, jangan pernah lagi muncul di hadapanku.'
Ellena tidak membencinya. Ia marah. Sangat marah. Dan ia menghukum Zane sepanjang minggu kemarin. Tak mengizinkan Zane melihatnya, tak mengizinkan Zane menyentuh ataupun memeluknya. Ia bahkan terus menyiksa Zane dengan pikiran-pikiran sedihnya. Ketika Ellena menangis, berkali-kali, itu membunuh Zane saat ia bahkan tak bisa berada di samping gadis itu untuk menghiburnya, atau sekadar menghapus air matanya.
"Sori, Ellena. Maafin aku, karena udah nyembunyiin semua itu dari kamu dan nyakitin kamu kayak gini," Zane berkata.
"Aku masih marah sama kamu," Ellena berkata.
"Aku tahu, aku tahu," balas Zane. "Kamu bisa marah, kecewa, sedih, benci aku sesukamu, Ellena. Tapi, lakuin itu di sampingku. Aku bakal nerima semuanya."
"Dasar bodoh," Ellena mendengus kasar, sebelum kemudian ia menumpahkan air matanya di dada Zane.
Bahkan meski ini menyakitkan, tapi setidaknya, saat ini Zane bisa memeluk Ellena. Selama Ellena membiarkan Zane berada di sisinya, ia tak keberatan menerima semua amarah, maupun kesedihan Ellena. Selama itu Ellena, Zane akan menerima segalanya.
***
"Sesuai janjiku, aku mau ngungkapin semuanya ke kamu. Termasuk tentang Athena juga," Zane memulai.
Ellena menarik napas dalam. "Athena minta kamu nyembunyiin sesuatu dari aku?"
Zane meringis. "Dia takut kamu bakal benci dia dan nggak mau lihat dia lagi."
Ellena mendesah berat. "Aku bakal mutusin itu nanti, begitu kamu selesai nyeritain semuanya," putusnya.
Zane mengangguk, lalu berkata, "Mama angkatmu adalah salah satu orang kepercayaan papanya Athena. Pas kamu kehilangan papamu, papanya Athena nyelamatin kamu dan nyembunyiin kamu di bawah penjagaan mama angkatmu. Tapi, buat ngehapus jejakmu, papanya Athena terlebih dulu ngirim kamu ke panti asuhan. Dua puluh tahun lalu, setelah kebakaran itu, kamu dinyatakan meninggal bersama papamu, dan hanya beberapa orang yang tahu kalau kamu sebenarnya masih hidup.
"Waktu Athena pikir dia kehilangan kamu, dia yang paling terpukul. Histeris di pemakaman. Dia benar-benar hancur pas kehilangan kamu. Padahal waktu itu, dia masih berumur sembilan tahun. Kamu bisa bayangin kan, betapa sayangnya dia sama kamu? Makanya, kamu juga tolong sedikit ngertiin dia kalau dia sampai ngelakuin hal bodoh dan ikut-ikutan aku buat nyembunyiin semua ini dari kamu. Dia cuma nggak mau kamu terluka."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You (End)
Non-FictionMeskipun Zane mencintai Ellena, ia harus melepsakan gadis itu karena tidak ingin menyakitinya. Tapi siapa sangka, takdir justru kembali menyeretnya pada gadis itu, seolah tahu perasaan Zane padanya tak sedikit pun berubah sejak mereka berpisah lima...