7

10.1K 748 23
                                    

Dari tadi Ara mondar-mandir mencari sesuatu, sesuatu yang baginya sangat berharga, ia harus menemukan benda itu, benda yang sudah sejak kecil ia pakai. Ara terhenti ketika melihat seorang pria yang sedang duduk di taman, pria itu memandang benda yang dari tadi Ara cari.

"Alhamdulillah..."

"Kenapa?" tanyanya

"Itu gelang saya?" ucap Ara sambil menunjuk gelang yang ia pegang

"Beneran?"

"Iya"

"Nih" ucapnya sambil menyodorkan gelang itu pada Ara

"Syukur ketemu" ucap Ara sambil memegang dan menatap gelangnya

"Sepertinya gelang itu sangat berharga"

"Iyalah, gelang ini sangat berharga"

"Pasti dari orang sepesial?"

"Iya" jawab Ara tanpa menatap orang yang ada di sampingnya

"Jadi benarlah kamu Ara?"

"Iya saya Ara, masa kamu gak tau nama saya"

"Ara anak Bunda Karin?"

"Iy...ya eh kok tau?"

"Tidak hanya nama Bunda kamu yang aku tau, nama ayah mu, Adik mu pun aku tau"

"Eh...kamu ini siap? Dari mana kamu tau?"

"Tanggal lahir kamu pun aku tau"

"Kamu ini siapa?" tanya Ara penasaran

"Aku Hanif lah, Hanif Azzam Afnan"

"Hanif Azzam Afnan? Siapa ya?"

"Ya Allah, kau benar-benar lupa. Ini Azzam Ra, Azzam"

"Azzam? Beneran Azzam? Masa Azam seganteng ini" ucap Ara spontan

"Kan benar aku genteng, kemarin katanya aku gak ganteng. Iya ini Azzam anak Mama Arini"

"Ya Allah Azzam" ucap Ara bahagia, Ara ingin memeluk Azzam namun

"Kita bukan anak kecil lagi Ra"

"Ya Allah maaf-maaf, jadi begini Azzam sekarang? Hem...handsome tapi ngeselin"

"Gak papa ngeselin yang penting ganteng"

"Is..."

"Pantas aku familiar melihat kamu Ra, aku ragu jika itu kamu, Ara yang selama ini aku cari"

"Pantas saja kamu selalu menganggu ku, sama seperti dulu waktu kita belum akrab kamu hobi membuatku marah"

"Sudah besar kamu sekarang Ra, sudah menjadi wanita yang dewasa, cantik, tapi masih cerewet, banyak bicara"

"Kamu rindu gak sama aku?" tanya Ara

"Rindu, tapi sedikit, nih segini"

"Gak papa sedikit yang penting rindu, aku sangat merindukan mu Zam, aku rindu masa kita main bersama-sama. Mama Arini apakabar?"

"Alhamdulillah Mama baik. Bunda bagaimana? Yang waktu di toko buku itu Rafiq adik kamu?"

"Bunda baik. Iya itu Rafiq, anak kecil yang sering kamu buat nangis dulu"

Hanif tertawa mendengarnya, ia juga merindukan gadis yang ada di depanya, ia rindu saat masih kanak-kanak, "Gak nyangka kita bertemu seperti ini Ra, aku lupa rumah kamu Ra"

"Di sini kamu sendiri?"

"Iya, Mama sama Papa di Jakarta, disini aku tinggal sendirian, tapi Nenek masih ada di sini"

Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang