18

7.9K 645 13
                                    

Tidak akan lama lagi Azam akan menikah dengan wanita pilihannya. Perlahan Ara mulai membiasakan diri tanpa Azam, dulu mereka sering menghabiskan waktu bersama, sekarang Ara tidak pernah lagi keluar bersama Azam, ia tidak ingin karena kedekatannya akan menimbulkan masalah, Ara. Ara sudah ikhlas menerima kenyataannya, ia sudah mengubur semua mimpi-mimpinya bersama perasaannya.

"Eh...eh...Liat-liat. Handsome nya Ra" Farah menyenggol lengan Ara. Ara langsung melihat kearah yang Farah tunjuk.

"Iya ya Allah handsome nya. Zina! Astaghfirullah khilaf...khilaf...kamu sih Far ngajak aku liat dia"

"Handsome kan?"

"Iya. Kita ke sana yuk"

"Mau beli apa lagi?"

"Baju"

"Baju apalagi"

"Baju lah, ayo"

"Kan sudah"

"Tidak cukup"

"Kamu ini banyak-banyak beli baju untuk apa?"

"Untuk dipakai lah"

"Ara jangan boros, ini sudah banyak baju yang kamu beli"

"Yaudah kalau gak mau nemenin, sekarang kita pulang"

"Alah...merajuk dia nya. Dah kita beli"

"Boros. Pulang"

"Aku bercanda Ra"

"Aku memang mau pulang Fah, sudah tiga jam kita di mall"

"Beneran nih?"

"Iya"

"Gak merajuk nih?"

"Enggak"

"Bohong"

"Dah males bicara"

"Aa...Ara...janganlah merajuk, mau gulali gak?"

"Hei! Kamu pikir anak kecil, kalau mau membujuk cara lain, belikan aku minuman kek atau aha...belikan aku batagor"

"Batagor?"

"Iya"

"Gampang, nanti kita stop di taman"

"Oke...dah kita pulang, ada yang mau di beli lagi gak?"

"Sudah cukup ini pun Dua ratus ribu habis uang"

"Nanti cari lagi"

"Hem...carinya itu yang susah, lelah, membelanjakannya gampang, sebentar saja habis, carinya sebulan"

"Ya gitulah. Makasih sudah menemaniku belanja Far, aku tidak yakin apakah kita akan bisa seperti ini lagi nanti"

"Kamu mau kemana Ra?"

"Aku akan pergi...pergi kesebuah tempat yang tidak ada orang-orang yang bisa menemuiku"

"Hah! Kemana?"

"Hatimu"

"Is...aku kira kamu mau pergi"

"Bukankah setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan?"

"Kamu bicara apa Ra? Dah ah jangan bahas itu, kamu buat aku takut"

"Far..." ucap Ara sambil berjalan menuju pintu keluar

"Iya"

"Tidak jadi, nanti saja"

"Kamu ini, bicara aja"

"Nanti saja"

"Yakin gak mau sekarang?"

"Iya nanti saja" jawab Ara sambil tersenyum. Sebenarnya ada sesuatu yang ingin ia ceritakan, namun ia rasa belum waktu yang tepat untuk menceritakannya pada Farah.

******

Sepulang dari mall, Ara menyuruh Bunda dan Ayahnya untuk duduk di sofa. Ada sesuatu yang sangat ingin Ara beri tahu pada kedua orang tuanya, hal ini sudah ia pikirkan baik-baik, dan ia benar-benar yakin dengan keputusannya, sebulanan ini ia memikirkan hal ini, dan di bantu dengan sholat istikharah, Ara menemukan jawabannya.

"Ara mau lanjut kuliah S2 ke Malaysia" Karin dan Rayyan melongo tak percaya dengan keinginan Ara.

"Yang benar, Nak?"

"Iya Bunda, hal ini sudah Ara pikirkan baik-baik, Ara mau kuliah sampai S2, jadi Ara minta restu dan izin dari Bunda dan Ayah"

"Kenapa tiba-tiba mau lanjut ke S2?" tanya Rayyan

"Kenapa tidak di sini aja?" tanya Karin

"Ara mau cari pengalaman dengan tinggal di sana Bun, Ara mau belajar lebih mandiri lagi"

"Beneran Ara mau ke sana?"

"Iya Ayah, Ara benar-benar ingin, dan Ara sudah mendaftarkan diri"

"Terus?"

"Ara diterima"

Rayyan dan Karin saling memandang, mereka bingung harus berkata apa karena hal ini sangatlah mendadak.

"Bagaimana Yah, Bun?"

"Bunda terserah Ayah aja, kalau Bunda ngizinin tapi gak tau kalau Ayah"

"Ayah gimana?"

"Baiklah Ayah izinkan Ara lanjut kuliah ke sana"

"Alhamdulillah, makasih Yah, Bun, Ara sayang kalian, In Syaa Allah ini yang terbaik untuk Ara, Ara masih haus akan ilmu, maka dari itu Ara mau lanjut kuliah"

"Apapun yang terbaik untuk Ara kami berdua akan selalu mendukung"

"Makasih Bunda, Ayah...selalu dukung Ara. Ara janji setelah selesai kuliah Ara akan balik ke sini. Namun Ara mohon Bunda dan Ayah jangan beritahu siapapun Ara kuliah di Malaysia, bilang saja Ara lanjut kuliah di luar Negeri"

"Kenapa Ra?" tanya Rayyan

"Tidak apa-apa Yah, cuma Ara mau itu aja, kalian jangan beritahu siapapun"

"Baiklah jika itu yang kamu mau Ra. Jadi kapan berangkat?"

"In Syaa Allah empat hari lagi"

"Cepat sekali"

"Terus kerjaan?"

"Ara sudah disetujui untuk resign, dan sekarang tinggal menyelesaikan hal-hal yang belum beres"

"Ya Allah Ra, ini benar-benar mendadak sekali, kenapa Ara tiba-tiba mau?"

"Ara sudah lama menginginkan hal ini Bun, tapi Ara tidak menceritakannya"

"Ara...Bunda belum siap terpisah dengan Ara, kita belum pernah terpisah lama kan? Pasti Bunda akan merindukan Ara, rumah ini akan sepi tanpa Ara. Bunda rasa Bunda tak bisa membayangkan tanpa Ara"

"Bunda...Ara juga pasti akan rindu dengan Bunda, Ayah, dan Adek, nanti sering-sering jengukin Ara ya"

"Pasti sayang"

"Sayang ini, Ara belum juga pergi sudah sedih" ucap Rayyan

"Iyalah Mas..."

"Di sana nanti sama siapa?"

"Ini sudah Ara bicarakan dan rundingkan bersama Aqila"

"Oh jadi Aqila kuliah disitu juga?"

"Iya Ayah, dia yang mengajak Ara kuliah disana, dan Ara pikir-pikir ada baiknya juga, Ara pun mampu untuk bayarnya, ada tabungan yang selama ini Ara kumpulkan jika gajihan tiba"

"Masalah uang Ayah yang tanggung Ra. Simpan saja tabungan Ara, siapa tau nanti Ara membutuhkan uang itu"

"Eh gak usah Yah"

"Ayah tetap bayarin uang kuliah kamu Ra. Nanti tinggalnya di mana?"

"Aqila sudah dapat rumah, nanti kami tingal berdua di sana, Aqila juga sudah melihat-lihat rumahnya"

"Syukurlah kalau ada teman Ra, Bunda lega dengarnya"

"Iya Bunda tenang ada Aqila"

"Iyalah, setidaknya Bunda lega ada teman kamu di sana"

"Aa...Bunda...Ara sayang Bunda, sama Ayah" Ara memeluk keduanya, sebentar lagi ia akan terpisah dengan mereka, ia tidak tinggal di rumah ini lagi.

Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang