Bandung
Satu tahun sudah waktu berlalu, begitu banyak kenangan yang tak bisa Ara lupakan selama berada di Malaysia, begitu berat ujian yang sudah Ara hadapi di negeri orang, begitu banyak pelajaran hidup yang sudah Ara dapatkan. Ara berusah untuk bangkit dari kesedihan yang Allah berikan, tanpa sadar Ara mampu melewatinya. Ara belajar ikhlas dan menerima setiap takdir yang Allah berikan, awalnya memang sulit untuk menghadapinya, namun seiring berjalannya waktu Ara mampu mengembalikan dirinya seperti dulu.
Ara telah membuka lembaran dan mengunci buku harian lamanya. Buku harian dengan cerita yang sedih, ia kunci erat-erat tak ingin membukanya saking ia kuncinya, ia tak ingin menginggat masa lalu yang menyedihkan itu. Selama ini kehilangan Haris lah hal yang tersedih yang pernah ia rasakan.
Hari ini Ara bahagia sekali, setelah dua tahun lebih ia tidak pulang ke Indonesia kini akhrinya ia memutuskan kembali ke negaranya, kuliahnya sudah selesai, tidak ada alasan yang harus membuatnya menetap lebih lama. Ia sudah sangat merindukan keluarganya dan juga teman-temannya, Ara sudah tidak sabar lagi untuk bertemu mereka semua, sengaja ia tidak pulang-pulang selama tinggal di Malaysia, agar ia bisa merasakan bagaimana rasanya rindu yang berlebihan karena tidak bertemu.
Ara dan Aqila baru saja turun dari pesawat, kini mereka berdua mencari keluarga yang sudah dari tadi menyambut kedatangan mereka berdua.
"Qil...Qil...fotokan dong. Nanti belum tentu aku bisa kebandara lagi" ucap Ara
"Iya-iya. Berpose sebaik mungkin" ucap Aqila
"Sudah"
"1,2,3"
Ara tersenyum manis sambil membawa boneka yang pernah Haris berikan padanya, tidak hanya Azam yang pernah memberikannya boneka, namun Haris juga.
Setelah berfoto, Ara dan Aqila kembali berjalan mencari keluarganya.
"Bunda...Ayah..." Ara berlari menuju rombongan keluarganya
"Ara..."
"Ya Allah...Ara rindu kalian" Ara memeluk Bunda, Ayah dan Adiknya
"Kak Ara..."
"Rafiq...ya Allah dua tahun kita tidak bertemu, kamu yang gak mau menemui Kakak"
"Gak papa, yang penting Kakak sudah bertemu Rafiq"
"Rindunya Bunda"
"Ara juga rindu. Ayah, Bunda sehat?"
"Alhamdulillah kami sehat"
"Kamu baik-baik aja kan Ra?"
"Alhamdulillah Yah Ara baik. Nenek...Kakek" Satu persatu Ara menatap keluarga yang menjemputnya, ia senang bisa melihat dan bertemu mereka lagi. Ia bersyukur Allah memberikan kesempatan untuk kembali bertemu dan berkumpul bersama keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)
Teen FictionDILARANG PLAGIAT! PLAGIAT MINGGIR! HARGAI KARYA ORANG JIKA KAMU INGIN DIHARGAI JIKA TERDAPAT KESAMAAN DALAM NAMA TOKOH, TEMPAT, KATA-KATA DAN ALUR ITU UNSUR TIDAK KESENGAJAAN CERITA INI MURNI DARI IMAJINASI SAYA Sequel dari Cerita TAKDIR KU MENJAD...