Sabar

6.3K 559 13
                                    

Ara menatap ke arah luar jendela, pikirannya kembali teringat pada kejadian malam tadi. Bukan hanya satu kali atau dua kali Bundanya menanyakan hal yang sama, namun sudah sering. Bundanya sangat ingin mendapatkan cucu, Ara dan Azam juga sangat ingin namun apalah daya, Allah belum memberikan kepercayaan itu pada Ara. Ara mengalihkan pandangannya, ia menatap Farah yang sedang duduk di depannya, perut Farah sudah mulai terlihat membuncit meski tidak besar, ia ikut bahagia karena sebentar lagi sahabatnya itu akan menjadi seorang ibu.

"Hai kenapa memandang aku begitu?"

"Gak papa, cuma mikir, kapan aku seperti kamu Far, sudah hampir empat bulan menikah belum juga di berikan kepercayaan"

"Hei jangan ngomong begitu, di luar sana Ra, banyak loh orang yang sudah bertahun-tahun menikah belum Allah kasih anak juga, kamu ini masih di bilang baru, anak ini kan rezeki, mungkin belum waktunya, tapi nanti! kamu harus yakin, yakin nanti Allah pasti akan kasih, yang penting doa dan usaha. Dah jangan sedih, nikmati dulu waktu berdua kalian, nanti kalau sudah ada anak kalian jarang bisa seperti saat ini. Jangan putus asa!" ucap Farah sambil mengusap lembut tangan Ara

"Iya Far. Makasih ya...tapi rasanya memang kurang lengkap kebahagiaan ini tanpa kehadiran anak Far"

"Dah jangan terlalu dipikir, sekarang bawa minum dulu, dari tadi kopi itu belum kamu minum" ucap Farah. Ara meminum kopi yang dari tadi sudah ada di depanya. Dengan seteguk kopi saja sudah membuat hati nya sedikit tenang.

"Besok kamu libur?"

"Iya, besoknya aku kena shift malam"

"Hem...gak bisa ketemu dong"

"Iya, gak papa cuma satu minggu kok, nanti kalau sudah kena shift siang baru kita ketemu"

"Hem...iyalah" Ara kembali menatap kearah luar jendela. Iringan musik di kafe itu membuat Ara larut dalam lamunannya.

*******

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam. Sudah pulang. Ara mau minum apa? Biar Mama bikinkan"

"Eh gak usah Ma, Ara gak haus. Abang mana Ma?" tanya Ara

"Di atas, mungkin siap-siap untuk kerja"

"Ara ke atas dulu ya"

"Iya" jawab Arini

Ara menuju kamarnya yang ada di atas. Tidak akan lama lagi giliran Azam yang kerja, jika Azam kena shift malam Ara tidak banyak waktu untuk bertemu Azam, biasanya Azam pulang dari rumah sakit saat Ara sudah berangkat kerja, waktu Ara pulang saja ia bisa bertemu Azam, itupun hanya sebentar.

"Abang" Ara memeluk Azam dari belakang, ia sedang bercermin.

"Sayang sudah pulang. Syukur Abang bisa liat istri Abang sebelum berangkat kerja. Capek sayang?"

"Iya Bang" jawab Ara

Cup

"Bau gak Bang?" tanya Ara sambil terkekeh

"Bau, tapi Abang suka" Azam memeluk Ara, mencium-cium kepala Ara yang tertutup oleh hijab.

"Abang mau kopi? Biar Ara buatkan. Ini mau pergi kan?"

"Nanti aja berangkatnya, Abang mau melepas rindu sama Bee"

"Kebiasaan suka nunda. Ara mau mandi dulu"

"Nanti lah, Abang mau peluk Bee" Wajah Ara dan wajah Azam sangat dekat, sehingga Ara mampu merasakan hembusan nafas Azam. Semakin hari rasa Cinta itu semakin bertambah, membuat Ara semakin takut untuk kehilangan Azam, Ara sangat-sangat mencintai pria yang ada di depannya.

"Az...eh maaf-maaf Mama ganggu ya?" Arini berdiri di depan pintu kamar yang tidak terkunci, Ara langsung mendorong Azam karena ia terkejut dengan kehadiran Arini.

"Mama...apa Ma? Mama ganggu aja" keluh Azam

Arini tertawa melihat Azam yang kesal padanya, "Lain kali pintu ini ditutup, kan terciduk. Tuh teman kamu nyariin"

"Oh iya Bee, Abang berangkat dulu, hari ini Abang berangkat dengan Dafa, mobil belum di service"

"Gak mau pakai mobil Ara?"

"Kan Bee kepakai. Ya udah Abang berangkat dulu. Ma...jaga mantu kesayangan Mama ini"

"Iya, sudah sana, dia sudah lama nunggu kamu" ucap Arini

"Abang pergi dulu"

"Ara antar"

"Tidak usah. Sekarang Bee mandi, sudah bau. Assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam" jawab Ara

****

Aku dan Mama memasak untuk makan malam ini. Malam ini malam terakhir Mama dan Papa ada di rumah ini, aku akan kembali sendirian di rumah ini, karena besok mereka akan kembali ke Jakarta.

"Sedapnya bau" ucap Papa

"Duduk Pa, sebentar lagi siap makanannya" ucapku

"Gak sabarnya mau makan. Pasti enak"

"Iyalah Pa, kan Ara yang masak. Mama hanya bantu-bantu saja" ucap Mama

"Beruntung Azam dapat seorang istri pandai masak seperti kamu Ra, mau makan yang enak-enak gak perlu keluar"

"Alhamdulillah Pa. Jarang Abang mau makan diluar Pa, katanya enak masakan Ara"

"Baguslah, lumayan gak keluar uang"

"Iya Pa"

Setelah semua lauk masak, aku dan Mama segera menghidangkan makanan di atas meja. Papa sudah duduk terlebih dahulu, tidak sabar untuk makan masakan ku.

Jangan kada ingatlah votenya (jangan lupa votenya)

Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang