Hari ini Azam mengajak Ara untuk tinggal di rumahnya, Azam ingin mereka tinggal di rumah nya. Klinik dan rumah sakit tempat Azam dan Ara bekerja tidak jauh dari rumah, lebih dekat dari rumah orang tua Ara. Meski rumah Azam tidak sebesar rumah Ara, ia bahagia, asal ia tinggal bersama Azam.
"Inilah rumah kita sayang, rumah kita surga kita, Abang harap Bee suka tinggal disini, maaf tidak sebesar rumah Bee"
"Ara tidak masalah mau tinggal di rumah kecil, gubuk atau apa yang penting sama Abang. Ini besar kok Bang, desain sendiri Bang?"
"Iya"
"Bagus Bang, rapi dan bersih" ucap Ara sambil melihat-lihat isi rumah Azam
"Nih debu, hampir seminggu tidak di tempati"
"Nanti Ara bersihkan"
"Bee mau ada yang bantu-bantu ngurus rumah?"
"Enggak Bang, Ara bisa sendiri, In Syaa Allah"
"Yakin nih?"
"Iya. Ara sudah biasa, karena waktu di Malaysia kemarin, Ara tidak memerlukan bantuan Bibi"
"Alhamdulillah kalau Bee sudah biasa, tapi kalau sudah tidak sanggup kasih tau Abang biar Abang cari Art"
"Siap Abang"
"Ayo kita ke kamar. Rumah ini cuma ada empat kamar Bee tidak sebanyak kamar yang ada di rumah Bee"
"Abang nih, jangan suka membandingkan, yang penting kan ada kamar"
"Iya Bee. Oh iya bahan dapur kosong, nanti mau ikut Abang belanja?"
"Mau dong. Biasanya Abang sendiri yang belanja"
"Iya mau gak mau Abang harus masak sendiri, kan gak ada siapa-siapa di rumah ini, kadang Abang beli di luar, kadang juga Abang gak makan karena males masak dan keluar, tapi sekarang ada Bee jadi Abang gak akan kelaparan lagi"
"Ara janji tidak akan membiarkan Abang kelaparan"
"Dah kita ke atas" ajak Azam sambil merengkuh pinggang Ara. Azam yang Ara kenal dulu beda dengan Azam sekarang, sifat Azam saat menjadi suaminya berubah menjadi lembut, beda dengan Azam yang Ara kenal sebagai sahabatnya.
******
Selesai sholat magrib, aku langsung menuju dapur untuk menyiapkan makan malam untuk kami berdua. Kini aku sudah pindah ke rumah Abang, aku akan menjadi istri sepenuhnya, masak, bersih-bersih, nyuci dan kegiatan lainya harus ku kerjakan sendirian, tanpa bantuan Bibi. Aku harus bisa membagi waktu ku, untuk suami, beres-beres rumah, dan kerja, aku harus bisa mengerjakan semua itu karena itu adalah tugas dan tanggung jawabku sebagai seorang istri.
Di rumah ini, aku akan memulai kehidupan yang baru, menciptakan kenangan baru bersama Abang. Aku selalu berdoa, semoga Allah jaga keluarga kecilku, semoga kami selalu bersama sampai surgaNya, dan aku siap, siap untuk ujian-ujian yang nanti akan menghampiri ku, ku harap aku bisa melewatinya dengan ikhlas dan sabar. "Ya Allah Rencana apakah yang akan kau takdirkan untuk ku
Indah atau malah sebaliknya, apapun itu, aku akan menerima kenyataan itu, semoga aku dapat melewati setiap masalah hidup yang Engkau berikan untuk ku""Bee..."
"Astagfirullah. Abang" Tiba-tiba Abang memelukku dari belakang
"Terkejut?"
"Abang kalau datang beri salam"
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam. Ara kira Abang gak pulang, mau langsung nunggu sholat isya aja?"
"Abang rindu Bee makanya mau cepat-cepat pulang. Setelah Imam baca doa, Abang langsung keluar. Bee masak apa?"
"Masak yang simpel aja Bang. Nasi goreng"
"Bee..."
"Abang...jangan ganggu Ara, Ara lagi masak"
"Bee wangi banget" ucap Abang sambil mencium-cium leherku
"Kan sudah mandi, tapi kalau belum mandi pun Ara tetap wangi. Abang duduklah di situ"
"Abang bantu?"
"Gak perlu, Abang duduk di kursi. Abang mau minum?"
"Gak, Bee selesaikan aja masaknya, Abang duduk sambil memandang Bee"
"Nah gitu, daripada Abang ganggu Ara" ucapku sambil mengaduk nasi goreng yang sebentar lagi akan siap makan. Aku menatap Abang yang sedang duduk sambil memperhatikan ku masak, dia memang seperti itu, suka menatapku.
Setelah nasi goreng ku siap, aku langsung menghidangkannya di piring, Abang sudah tidak sabar lagi untuk memakannya.
"Baca doa dulu Bang"
"Bismillahirrahmanirrahim" ucapnya, lalu langsung menyantapnya.
"Enak?"
"Tidak pernah tidak enak kalau Bee yang masak"
Suasana di meja makan kembali hening, hanya ada suara sendok yang kena piring. Memang sepi, karena hanya ada aku dan Abang yang dirumah ini.
*******
Aku melipat mukena ku, lalu meletakannya di atas karpet bulu. Abang belum datang dari masjid, dan aku hanya sendirian sholat di rumah ini. Aku melangkah menuju kasur, aku rasa aku sudah ngantuk, besok aku harus kembali bekerja setelah hampir seminggu aku cuti. Badanku terasa lelah, karena pagi tadi beres-beres rumah ini yang ditinggal hampir seminggu, membersihkan ruangan yang ada di rumah ini dan lainya. Aku membaringkan tubuhku di atas kasur, ku tarik selimut lalu memejamkan mata. Sepi, hanya ada suara jangkrik yang terdengar.
Krek...
Suara knop pintu berbunyi. Aku membuka mataku, menatap orang yang sudah berdiri di abang pintu kamar.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam, Bang"
"Eh sudah ngantuk?"
"Iya Bang, ngantuk banget"
"Yaudah tidur aja. Abang mau main game dulu" ucapnya, lalu duduk di sofa sambil menatap tv
"Game apa?"
"Bola"
"Ara tidur duluan"
"Iya tidurlah"
Aku kembali memejamkan mataku yang sudah sangat ngantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)
Teen FictionDILARANG PLAGIAT! PLAGIAT MINGGIR! HARGAI KARYA ORANG JIKA KAMU INGIN DIHARGAI JIKA TERDAPAT KESAMAAN DALAM NAMA TOKOH, TEMPAT, KATA-KATA DAN ALUR ITU UNSUR TIDAK KESENGAJAAN CERITA INI MURNI DARI IMAJINASI SAYA Sequel dari Cerita TAKDIR KU MENJAD...