17

7.7K 637 20
                                    

Ara menatap sebuah undangan biru yang saat ini ada di tangannya, beberapa menit yang lalu ia memberikannya pada Ara. Ara larut dalam lamunannya, orang yang selalu ia sebut dalam doanya sebentar lagi akan bersanding bersama orang lain bukan dirinya. Ara sudah ikhlas, jika memang inilah takdir yang Allah berikan untuknya, doa-doanya sudah terjawab dengan kenyataan pahit. Ara sadari bahwa mereka tidak ditakdirkan bersama, tidak ditakdirkan menjadi suami istri melainkan hanya menjadi seorang sahabat tidak lebih dari itu. Tidak ada yang tahu seperti apa hatinya saat ini setelah menerima undangan itu, hanya Allah yang paham dengan perasaannya saat ini.

"Dokter Ara dipanggil Pak Ilyas"

"Makasih ya"

"Iya Dok"

Ara segera beranjak pergi menemui orang yang bertemu dengannya. Sejanak ia melupakan tentang undangan itu. Setelah sampai di ruangan, Ara mengetuk pintu lalu masuk ke dalam ruangan itu.

"Ada apa Pak?"

"Surat yang kamu berikan sudah disetujui"

"Alhamdulillah. Makasih Pak"

"Sama-sama Ra. Semoga sukses"

"Aamiin Pak"

"Jadi selesaikan apa yang harus diselesaikan"

"Siap Pak. Saya permisi dulu"

"Silakan"

Setelah keluar dari ruangan itu, hatinya tiba-tiba berubah menjadi bahagia.

Ara melangkah menuju paman batagor, ia ingin sekali makan batagor yang ada di depan rumah sakit, batagor itu salah satu langganannya dengan Azam, mereka suka makan batagor disana, namun sekarang sepertinya hal itu tidak akan terjadi lagu, suasana sudah beda, sebentar lagi Azam milik orang lain. Lagi dan lagi Ara teringat kembali hal itu, hal yang masih membuatnya nyesek jika teringat kembali dan menerima kenyataan.

"Batagor dua Pak, bungkus" ucap Ara

"Iya Dok"

Setelah memesan, Ara duduk dikursi yang sudah di sediakan, menunggu batagor yang sedang di bikinkan. Ara tersenyum pada orang yang ada di sampingnya, lalu kembali menatap paman batagor, namun tiba-tiba ia ingin kembali melihat orang yang ada di sampingannya, Ara kembali menatapnya, sambil mengingat.

"Tante Arini Kan?" tanya Ara ragu-ragu

"Eh kok bisa tau?" tanyanya. Ara tersenyum bahagia, lalu langsung memeluknya. Wanita itu kaget dengan apa yang Ara lakukan.

"Kenal gak ini siapa?" tanya Ara

"Maaf Dek saya gak kenal" jawabnya, karena Ara seorang wanita yang terlalu pede, ia berani memeluk orang yang tidak mengenali nya.

"Ini Ara"

"Ara? Ara anak Karin?"

"Iya Kiara Alifa Binti Rayyan Altair"

"Ya Allah...beneran ini Ara?"

"Iya Ma, ini Ara"

"Maa Syaa Allah...Alhamdulillah...Mama bisa ketemu kamu lagi Ra...ya Allah sudah besar kamu Ra, sudah jadi Dokter juga" Arini memeluk erat Ara, melepas rasa rindunya pada anak angkatnya.

"Akhirnya Mama ingat ini Ara. Papa mana Ma?"

"Mama sendirian Ra. Papa ada di rumah, rumah Azam, kami kesini mau jengukin Azam, kesian dia tinggal sendirian. Azam sudah cerita sama Mama, katanya Ara yang dulu comel sekarang cantik sudah jadi Dokter, malah satu rumah sakit katanya. Kedatangan Mama kesini juga niatnya mau cari kamu dan mau liat kamu, dan sekarang Mama sudah ketemu kamu, dan benar kata Azam kamu cantik, is... Gemes Mama liatnya Ra, Ara yang comel dulu sudah dewasa, Mama jadi ingin kamu jadi mantu Mama Ra, tapi..."

"Mungkin Bilqis lah jodoh terbaik untuk Azam Ma."

"Kamu sudah tau?"

"Iya, Azam yang cerita, kita juga pernah bertemu. Mama masih terlihat muda"

"Bisa aja. Bunda apakabar Ra?"

"Bunda baik Ma, semuanya Alhamdulillah sehat"

"Ini batagor nya. Ini punya Bu Dokter"

"Berapa? Ma biae Ara yang bayar"

"Empat puluh ribu"

"Ini. Makasih Pak. Mama mau ketemu Azam kan?"

"Iya"

"Ayo Ara ajak Mama ke ruangannya"

"Makasih loh sudah bayarkan batagor ini"

"Sama-sama Ma. Ayo Ma" Ara menggandeng tangan Arini, ia sangat merindukan seorang wanita yang saat ini ada di samping nya.

Disepanjang lorong rumah sakit, Ara terus bercerita dengan Arini, begitu juga dengan Arini, baru beberapa menit mereka bertemu sudah akrab, padahal tadi seperti orang asing.

"Ulu...ulu...sudah ketemu anak kesayangan nih"

"Iya Zam, Mama sudah ketemu anak Mama yang hilang selama Empat belas tahun lebih" jawab Arini, sedangkan Ara masih Setia memegang tangan Arini

"Nih batagor untuk kamu. Tadi Mama hanya lewat sini, namun tiba-tiba mau menemui kamu, eh ketemu si cantik juga. Ra ada kantin gak? Kita ngobrol di kantin yuk"

"Ada Ma, ayo"

"Azam ikut"

"Ikut aja. Ayo sayang" ajak Arini

"Hem...sudah ketemu anak baru, anak lama dilupain"

"Mama rindu banget sama Ara zam, mengertilah, tuh Azam cemburu"

"Azam...Azam...aku gak bakalan mengambil Mama kok" ucap Ara.

Sesampainya di kantin, Ara dan Arini asik ngobrol, mereka mengabaikan Azam yang ada depan mereka, disela-sela obrolan Ara tertawa lepas menceritakan kenangan masa lalunya, seakan lupa dengan hatinya yang tengah retak. Dengan bercanda lah Ara mampu menghilangkan rasa sedihnya, walaupun hanya sesaat, jika sepi kembali menghampiri rasa sedih itu akan kembali muncul.

"Ara ingat gak waktu Ara nginep di rumah Mama? Ara suka banget intip Azam mandi"

"Ingat Ma, Azam marah, lalu ngejar Ara, pas handuk yang ia pakai lepas jadi telanjang Haha..." Ara tertawa keras, sedangkan Azam ia merasa malu jika ingat masa itu.

"Ara ini sama seperti Azam, sama-sama suka jahil, tapi Mama suka lihat kalian, kompak walau sering bertengkar. Hah...tidak terasa sudah dewasa anak Mama ini, sudah mau menikah, Mama? Sudah semakin tua. Mama harap hubungan persahabatan kalian ini tidak akan putus walau sudah berkeluarga, Mama senang melihat kalian berdua dari pertemuan yang Allah atur membuat kalian akrab sampai sekarang"

"Aamiin Ma, semoga saja kami berdua masih bisa mempertahankan kebersamaan ini" jawab Ara sambil menatap Azam.

"Aku ragu Zam, ragu jika kita bisa seperti ini, jalan-jalan, joging dan menghabiskan waktu bersama, bercanda gurau dan bercerita tentang banyak hal" lirih Ara

Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang