Ara menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan. Kini mereka berdua sudah sampai di Indonesia, tepatnya di Bandung. Ara senang akhirnya ia bisa kembali ke tanah air nya. Ada banyak hal yang ia rindukan di Bandung, tidak hanya rindu keluarga dan teman-teman, ia juga rindu dengan kliniknya, ia rindu bekerja memeriksa pasien.
Ara menatap rumah Azam, sudah tiga minggu ia pergi meninggalkan rumah itu. Azam memegang tangan Ara, lalu mengajaknya untuk masuk ke dalam. Akhirnya Azam bisa membawa Ara untuk pulang kembali ke rumahnya, akhirnya pencariannya selama ini sudah berakhir bahagia.
Ara dan Azam melangkah menuju pintu. Azam membukakan pintu masuk untuk Ara, Ara tersenyum manis melihat perlakuan Azam padanya.
"SELAMAT DATANG" Ara melongo menutup mulutnya dengan tangannya. Ia terkejut tiba-tiba saja keluarganya ada di dalam rumah itu.
"Ya Allah...Bunda..." Ia menghampiri Karin yang sudah berdiri menyambut kedatangan Ara.
"Maafkan Ara Bun. Ma...Maafkan Ara ya" ucapnya memeluk sang Bunda
"Kami sudah memaafkan. Jangan main kabur lagi ya" ucap Arini
"Kalau mau kabur bilang" sambung Karin
"Kalau Ara bilang mah itu bukan kabur"
"Alhamdulillah sekarang kalian berdua sudah sampai di Bandung. Kita harus bersyukur Allah persatuan lagi keluarga kita" ucap Afnan. Ara menghampiri Afnan, lalu bersalaman dengan mertuanya, setelah itu ia mencium punggung tangan sang Ayah yang juga ada di situ. "Ara minta maaf karena sudah membuat kalian khawatir"
"Dah sekarang duduk. Kita baca doa selamat dulu, karena kalian sudah selamat sampai tujuan"
Ara tidak menyangka keluarganya menyambut kedatangannya, Ara kira mereka akan memarahinya karena sudah membuat mereka khawatir dan panik karena kepergiannya. Ara bersyukur Allah mempersatukan dan mempertemukannya dengan keluarga besarnya.
Setelah Afnan selesai membaca doa. Mereka semua makan-makan bersama, ada banyak makanan yang sudah Arini dan Karin siapkan untuk mereka makan bersama. Kelurga itu kurang lengkap, karena tidak ada Rafiq bersama mereka, Rafiq sibuk bekerja sehingga tidak bisa ikut menyambut sang Kakak kembali.
Sambil makan, Ara bercerita tentang alasan dan tahap-tahap pengobatan yang Ara lakukan. Mereka semua hanya diam menyimak Ara cerita Ara, sesekali mereka mengangguk paham dengan cerita Ara. Tiga minggu Karin tidak mendengar suara putrinya itu, ia rindu dengannya, ia tersenyum menatap Ara yang sedang asik bercerita, begitu banyak sudah ujian yang putrinya hadapi. Karin hanya bisa mendoakan semoga Ara selalu kuat dan sabar menjalani setiap takdir kehidupan yang Allah berikan untuknya.
"Bunda"
"Iya"
"Bunda senyum-senyum sendiri menatap Ara. Kenapa? Ara tambah cantik kan?" Karin memalingkan wajahnya, "Mau muntah Bunda mendengarnya Ra. Biasa aja, gak ada yang berubah dengan kamu"
"Mama, dan Papa menginap di sini, kan?"
"Iya, tapi besok pagi-pagi kami harus kembali ke Jakarta"
"Bunda dan Ayah? Nginep di sini gak?"
"Enggak...kalau Bunda engine di sini, Bunda mau tidur sama kamu boleh?"
"Eh gak mau...masa Bunda tega misahin Ara sama Abang. Tiga minggu Bun tiga minggu gak tidur sama Abang"
"Rindu lah tu, siapa suruh main acara pergi"
"Pastilah" Ara memeluk Azam yang duduk di sampingnya
"Ulu...ulu...manjanya dia" ucap Arini sambil terkekeh.
"Senang liat kalian seperti ini Ra, kalau ada masalah itu berbagi, jangan di simpan sendiri, cari jalan keluarnya bersama, dan jangan ada kebohongan, harus saling jujur agar tidak terjadi kesalahpahaman" ucap Rayyan
"Iya Ayah!" jawab Ara dan Azam
"Ingat apa kata Ayah" ucap Karin
"Iya Bun"
"Mama harap kalian berdua selalu bahagia, saling setia, ya Azam ya, jangan sampai kamu berbalik arah dari Ara, jaga Ara baik-baik, masalah anak kita serahkan pada Allah, yang penting sudah berusaha, hasil akhirnya biar Allah yang tentukan" ucap Arini
"Azam tidak akan berpaling dari Ara Ma, Ara sudah begitu sempurna untuk Azam, buat apa mencari kebahagiaan lain selagi kebahagiaan Azam ada pada Ara" Azam menatap Ara, "Kata orang kita harus melepaskan sesuatu yang kita sayangi demi kebahagiaan yang akan datang, tapi tidak dengan Azam, Azam tidak akan melepaskan Ara, Azam sudah sangat bahagia, tidak perlu lagi mencari kebahagiaan yang baru" Azam mencium tangan Ara, Ara tersenyum bahagia mendengar ucapan Azam. Ia berharap apa yang Azam katakan benar-benar tulus dari hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)
Teen FictionDILARANG PLAGIAT! PLAGIAT MINGGIR! HARGAI KARYA ORANG JIKA KAMU INGIN DIHARGAI JIKA TERDAPAT KESAMAAN DALAM NAMA TOKOH, TEMPAT, KATA-KATA DAN ALUR ITU UNSUR TIDAK KESENGAJAAN CERITA INI MURNI DARI IMAJINASI SAYA Sequel dari Cerita TAKDIR KU MENJAD...