Ara berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Perasaannya cemas saat mendapatkan kabar bahwa Bundanya masuk rumah sakit. Saat tahu kabar itu ia langsung menuju rumah sakit menggunakan mobil Hana, karena hari ini ia diantar oleh Azam. Sesampainya di ruangan Mawar, Ara langsung masuk kedalam ruangan itu.
"Bunda..." Ara berlari menghampiri Karin yang sedang terbaring lemah, Ara memeluknya, dan menangis.
"Hai kenapa nangis?"
"Bunda buat Ara khawatir" jawab Ara sambil terisak pelan
"Bunda tidak apa-apa, kata Dokter Bunda cuma kecapean"
"Cuma kecapean? Ya Allah Bunda, biar cuma kecapean Ara tetap khawatir, Bunda sih Ara bilang sudah jangan terlalu capek kerja, anak buah banyak, kenapa Bunda terlalu sibuk ngurus, Bunda...ingat kata Ara ini, kesehatan itu mahal Bun, lebih baik mencegah daripada mengobati, Bunda harus jaga kesehatan itu baik-baik"
"Kan Yah...Ayah sih ngabarin Ara, Bunda kena ceramahin Dokter kan"
"Abang tidak tau akhirnya akan seperti ini" jawab Rayyan
"Ayah juga, sibuk kerja aja, jagain Bunda Ayah, Ayah dan Bunda sebaiknya diam di rumah aja, santai menikmati hari tua, Ayah dan Bunda sudah tua, cukup-cukup sudah kerjanya"
"Kita tua Yah? Enak aja kami masih muda" ucap Karin
"Iya lihat Ayah, masih handsome, lihat gak ada uban kan? Ayah dan Bunda masih muda"
"Betul tuh, kita tidak terima di bilang tua" ucap Karin
"Ish...Bunda...Ayah...Ara serius!"
"Iya-iya, Bunda denger dan ingat apa kata Ara. Sini Bunda peluk. Uluh...kesian anak Bunda khawatir dengan Bunda. Bunda tidak apa-apa sayang. Besok sudah boleh pulang, darah tinggi Bunda kambuh"
"Kan...sudah berapa kali Ara ingatin, jangan makan makanan yang dilarang, Bunda makan apa?" tanya Ara menatap Karin
"Acar, Bunda khilaf"
"Halah khilaf konon. Bunda...kandungan garam atau natrium di dalam acar itu sangat tinggi, Acar itu dibuat dengan merendam mentimun ke dalam air yang sudah dicampur cuka dan garam kan? Semakin lama mentimun atau sayuran lain direndam di air garam, semakin banyak pula garam yang diserap. Makannya sudah tau Bunda memiliki riwayat hipertensi masih saja makan acar, sebaiknya Bunda menghindarinya dari sekarang. Ingat Bunda! Ayah larang Bunda makan makanan yang membuat darah tinggi" ucap Ara
"Siap Bos. Ingat ya sayang" ucap Rayyan
"Ara gak mau Bunda sakit, Bunda sakit Ara sedih, Bunda suka liat Ara sedih?"
Karin menggelengkan kepalanya, "Tidak sayang"
"Jangan buat Ara sedih. Bunda tau gak?"
"Gak tau"
"Kan Ara belum selesai bicaranya. Ara ke sini minjam mobil Kak Hana, mobil yang Ara kemudi laju...hampir saja nabrak orang yang mau nyebrang, demi cepat sampai sini Ara rela pertaruhkan nyawa, bagaimana kalau saja Ara kecelakaan dan meninggal, siapa yang sedih? Bunda juga yang sedih, Ayah sedih, Abang? Mungkin Abang stres kehilangan istri tercinta ini" Rayyan dan Karin terdiam mendengarkan cerita Ara.
"Maafkan Bunda. Bunda janji tidak akan makan itu"
"Janji?"
"Iya janji. Bunda tidak akan khilaf lagi"
"Awas ya! Obat sudah diminum?" tanya Ara sambil mengambil kursi untuk duduk
"Sudah, baru saja"
"Baguslah. Huh...baru bisa bernapas lega" ucap Ara yang kini sudah duduk.
"Mau minum?" tawar Rayyan
"Iya Yah. Ara haus, tenggorokan Ara kering"
"Iyalah panjang lebar Ara ceramah. Nih minum dulu" ucap Rayyan sambil menyodorkan sebotol minuman
****
Ara duduk di kursi tunggu yang ada di koridor rumah sakit, ia menyandarkan kepalanya di dinding. Ara memilih keluar ruangan, Ara tidak sanggup melihat sang Bunda terbaring di dalam kamar sana. Ara menatap orang yang lalu lalang di depanya. Ia merindukan rumah sakit ini, rumah sakit tempat ia bekerja dulu. Ia teringat, ia sering duduk di kursi yang ada di depan sana, di sana juga ia tau bahwa sebenarnya Hanif adalah Azam yang ia cari. Banyak kenangan Indah di rumah sakit ini yang masih Ara ingat.
"Woy"
"Ya Allah...kebiasaan kalau datang bukan salam yang di ucap"
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam" jawab Ara
"Kenapa ada di sini?"
"Bunda di rawat di dalam sana"
"Hah? Tante? Ya Allah bagaimana keadaan Tante sekarang? Kenapa sakit? Sakit apa? Kapan masuknya Ra? Is...aku mau liat"
"Sabar nyai, tarik napas dulu. Nanyanya satu-satu"
"Sakit apa Ra?"
"Darah tinggi Bunda kambuh. Tapi sekarang sudah membaik. Gih sana kalau mau liat"
"Kapan masuknya?"
"Satu jam yang lalu"
"Astaghfirullah...aku ke dalam dulu" ucap Farah pergi meninggalkan Ara. Sepeninggal Farah, Ara kembali termenung, mengingat kembali kenangan yang ada di sini.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam. Eh Dokter Faris"
"Termenung apa tuh? Saya perhatikan diam aja"
Ara tersenyum kearahnya, "Ingat kenangan dulu Dok, masa masih bekerja di sini"
"Pasti rindu ya?" Faris duduk di samping Ara
"Iya Dok rindu"
"Dulu saya sering melihat kamu duduk membaca novel di kursi itu. Sudah sangat lama saya tidak melihat kamu di situ, karena kamu sudah tidak bekerja di sini. Masih suka membaca?"
"Masih Dok, sudah terlanjur suka membaca, rasanya susah melepaskan sesuatu yang membuat saya suka"
Tanpa Ara sadari, dari kejauhan Azam menatapnya yang sedang asik ngobrol dengan Faris. Hati Azam seperti membara melihat kedekatan mereka.
"Ekhem..."
"Abang?" ucap Ara langsung berdiri
"Bunda di mana?"
"Di ruangan itu"
"Antar Abang ke sana" pinta Azam
"Saya masuk dulu Dok. Ayo Bang" ucap Ara memegang tangan Azam. Faris hanya bisa bersabar melihat kemesraan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)
Teen FictionDILARANG PLAGIAT! PLAGIAT MINGGIR! HARGAI KARYA ORANG JIKA KAMU INGIN DIHARGAI JIKA TERDAPAT KESAMAAN DALAM NAMA TOKOH, TEMPAT, KATA-KATA DAN ALUR ITU UNSUR TIDAK KESENGAJAAN CERITA INI MURNI DARI IMAJINASI SAYA Sequel dari Cerita TAKDIR KU MENJAD...