Perut Ara semakin membesar, tinggal beberapa hari saja lagi ia akan melahirkan. Sungguh hal itu membuat Ara ngeri dan takut membayangkan proses bersalin nanti. Tidak banyak hal-hal yang Ara minta saat hamil, ia juga tidak meminta hal yang aneh-aneh. Ara menikmati saat kehamilannya, akhirnya ia merasakan bagaimana rasanya mengandung. Ia bersyukur ia salah satu orang yang bisa menjadi seorang Ibu, karena yang Ara tau, tidak semua wanita bisa hamil.
Hari-hari Ara berjalan seperti biasanya, ia masih bekerja di klinik, bahkan saat mendekati hari persalinannya pun Ara masih bekerja, hamil bukan alasan bagi Ara untuk beristirahat di rumah, ia tetap menjalani aktivitasnya seperti biasa.
Beberapa menit yang lalu, Ara dan Azam sampai di rumah. Sepulang dari kerja mereka langsung mandi, setelah itu beristirahat sejenak sambil menunggu maghrib.
Ara duduk di sofa sambil mengatur napasnya, ia merasa lelah, sehingga tidak ada tenaga untuk menaiki tangga.
"Bee baik-baik aja?"
"Baik Bang, Ara cuma lelah. Abang ke kamar aja"
"Abang ambilkan air" ucap Azam melangkah menuju dapur. Semenjak Ara hamil Azam sangat perhatian dengan Ara, Ara mau ke kamar mandi saja ia temeni. Ara tersenyum menatap kepergian Azam, tingkat kekhawatiran Azam sangat tinggi, ia sangat takut jika terjadi apa-apa dengan Azam.
Beberapa menit kemudian Azam kembali ke ruang tamu dengan membawa secangkir air putih, karena tidak ada pembantu, mau apa-apa ambil sendiri.
"Minum Bee"
"Makasih Abang sayang"
"Bee Abang gendong ya ke kamarnya"
"Eh gak usah Bang. Ara berat banget" jawab Ara sambil terkekeh. "Bang..."
"Iya Bee?"
"Ada sesuatu yang ingin Ara bilang" ekspresi wajah Ara berubah, Azam yang melihatnya menjadi khawatir.
"Apa?"
"Sebenarnya sudah lama Ara ingin memberi tahu hal ini, dan sekarang sudah tiba waktunya Abang mengetahui hal ini"
"Bee Apa? Abang jadi deg degan"
"Ini" Ara menyodorkan sebuah foto. Azam langsung menatap foto yang Ara berikan.
"Ya Allah. Beneran ini Bee?"
"Iya"
"Alhamdulillah ya Allah...Bee...ini kejutan yang Indah lagi. Alhamdulillah makasih ya Allah" Azam terus menatap foto hasil USG kehamilan Ara.
"Ara pun kaget Bang, Allah memberikan kita anak sekaligus dua" Azam memeluk Ara, ia sangat bahagia mendengar berita itu.
"Lihat sayang rencana Allah Indah kan? Allah beri apa yang tidak kita minta, hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, benar kata orang
Allah adalah sutradara terbaik dalam panggung kehidupan ini. Allah adalah penulis skenario terbaik dalam hidup ini, lihat Rencana Allah, adalah sebaik-baik rencana dan apa yang Allah berikan pada kita ini adalah kado terindah untuk setiap sabar kita. Hebat ya Allah, ada-ada saja rencana Nya yang membuat kita takjub dan bersyukur""Benar kata Abang. Memang waktu itu Ara sempat kecewa dengan takdir Allah, menangis karena keinginan tidak menjadi kenyataan. Tapi hari ini Ara bisa tersenyum bahagia dan bersyukur, ternyata semua kesulitan, kepedihan dan kesakitan yang dulu Ara rasakan adalah bagian dari proses kebahagiaan yang saat ini Ara dapatkan, dan ternyata rencana Allah jauh lebih indah dari setiap rencana hamba-Nya" ucap Ara menatap wajah Azam. Azam terdiam mendengar kata-kata yang Ara ucapkan. Ia juga tidak menyangka Ara bisa melewati semua itu.
"Abang...aw...sakit...Bang...perut Ara sakit" Ara merengek kesakitan sambil memegang perutnya.
"Sayang mau lahiran? Kan waktunya belum"
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)
Teen FictionDILARANG PLAGIAT! PLAGIAT MINGGIR! HARGAI KARYA ORANG JIKA KAMU INGIN DIHARGAI JIKA TERDAPAT KESAMAAN DALAM NAMA TOKOH, TEMPAT, KATA-KATA DAN ALUR ITU UNSUR TIDAK KESENGAJAAN CERITA INI MURNI DARI IMAJINASI SAYA Sequel dari Cerita TAKDIR KU MENJAD...