Dia?

6.6K 568 19
                                    

3 Bulan sudah waktu berlalu, sudah tiga bulan juga kami hidup bersama sebagai pasangan suami istri. Bahagia? Ya aku bahagia dengan kehidupan baru ku ini, aku sangat-sangat bahagia bisa hidup bersama dengan Abang pria yang sudah lama aku sukai dan kagumi. Selama ini Alhamdulillah kami baik-baik saja, Abang orang yang baik, dia sangat perhatian padaku, dia juga adalah Imam yang baik, dia bimbing aku untuk menjadi lebih baik, kadang jika aku salah dia menegurku dan menasehati ku dengan baik, apa-apa yang tidak aku ketahui dia beritahu. Yang aku tak sangka ternyata dia pernah sekolah di pesantren, namun hanya dua tahun saja, ia tidak sanggup karena peraturan yang begitu ketat, tapi setidaknya ada ilmu agama yang ia dapatkan selama belajar di sana, ilmu itulah yang ia amalkan, Allah tuntun hatinya masuk pesantren meskipun hanya dua tahun saja dari sana ia banyak tahu lagi tentang agama.

Kehidupanku setelah menjadi seorang istri seperti biasa, hanya saja tugas dan kewajibanku berbeda dari aku yang dulu. Sebelum kerja menyiapkan sarapan, setelah itu langsung berangkat kerja, pulang jam Lima sore, setelah sholat maghrib aku menyiapkan makan malam, jika males kami makan di luar, dan weekend barulah aku bersih-bersih rumah, nyuci pakaian ku dan pakaian Abang. Tidak lelah, karena aku sudah terbiasa mengerjakan hal itu.

"Dokter..."

"Astaghfirullah. Dara?"

"Dokter ngelamun apa sih? Dari tadi saya panggil gak denger"

"Eh gak kok. Kenapa?"

"Dokter Farah nunggu di luar"

"Tumben gak langsung masuk"

"Takut ada pasien"

"Makasih ya"

"Iya Dok. Dah temuin dia, nanti ngelamun lagi" ucap Dara

"Iya-iya" jawabku. Aku meraih tasku, lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan ku.

"Hai kenapa gak langsung masuk"

"Ku kira kamu ada pasien jadinya aku nunggu disini"

"Kita mau ke mana?"

"Aku mau minum es cendol"

"Ulu...ulu...ngidam es cendol ya?"

"Iya tiba-tiba saja mau"

"Yaudah ayo" Aku dan Farah segera pergi meninggalkan klinik. Kami memang sering keluar makan siang bersama, tidak satu tempat kerja lagi bukan berarti kami tidak bisa makan siang seperti dulu, meski tidak setiap hari, tapi dalam satu minggu pasti ketemu. Kadang Farah yang menjemputku, kadang aku yang menyusul dia ke rumah sakit, dan terkadang juga aku keluar dengan Abang.

*******

Azam melangkah pergi menuju taman, ia ingin membeli batagor,  batagor langganannya yang berada di sebrang sana. Batagor salah satu makanan pengganjal perut saat ia males untuk mencari nasi, karena memang itulah juga makanan yang dekat dengan tempatnya bekerja.

"Abang" ucap seseorang di belakangnya. Azam langsung menoleh kebelakang. Tiba-tiba Azam terdiam menatap orang yang kini berada di belakangnya, Azam membalikkan tubuhnya menghadapi nya.

"Ada apa?" tanya Azam dengan nada dingin

"A...aku mau bicara" ucapnya. Azam menatap jam tangannya. "Ikuti saya" ucapnya melangkah pergi. Orang itu langsung mengikuti Azam, ia tidak tau ke mana Azam membawanya.

Tidak jauh berjalan, mereka sampai di sebuah kafe terdekat. Azam mengajaknya ke Kafe untuk mendengarkan apa yang ingin ia bicarakan. Sesampainya di Kafe, mereka duduk di kursi yang kosong.

"Mau pesan apa?"

"Vanilla late"

"Saya cappucino"

"Baiklah" ucap pelayan segera pergi membuatkan pesanan mereka.

Keadaan kembali hening, wanita itu terus menatap Azam sedangkan Azam, ia memilih mengalihkan pandangannya ke lain.

"Bicaralah" ucap Azam tanpa menatap orang yang duduk di depannya.

"Maaf" ucapnya tertunduk.

"Cuma itu?"

"Maaf Bang"

"Aku ingin tau, kenapa kamu ninggalin aku? Kenapa? Kenapa Bilqis? Kamu sudah mempermalukan aku dan keluarga besarku, tidak hanya itu hatiku terluka karena kamu pergi begitu saja, tanpa memberi tahu, tanpa pamit"

"Maaf"

"Aku kecewa sama kamu Qis!"

"Maaf"

"Aku benar-benar kecewa! Sekarang dengan santainya kamu mengajakku bicara? Apa maksud kamu Qis, berani juga kamu menemuiku."

"Aku pergi karena aku belum siap"

"Belum siap? Terus kenapa kamu diam? Kenapa kamu gak nolak saat aku mengajak kamu menikah? Kenapa gak terus terang Qis, lebih baik jujur dibandingkan harus mendustakan perasaan kamu. Kamu sudah mempermalukan ku Qis"

"Saat itu aku benar-benar tidak siap Bang, bagiku terlalu muda lagi untuk menikah. Aku takut, takut jika gagal menjadi istri yang baik untuk kamu. Maafkan aku Bang" Azam terdiam sambil mencerna kata-kata Bilqis.

"Ini minumannya" ucap pelayan itu

"Makasih" ucap Azam

"Maafkan aku Bang"

"Tidak mudah bagiku untuk meluapkan semua itu Qis, aku benar-benar kecewa sama kamu!"

"Maaf Bang"

"Tidak ada lagi yang ingin dibicarakan? Saya sibuk" ucap Azam langsung pergi meninggalkan Bilqis, belum sempat Azam meminum kopi yang ia pesan, Azam terlebih dahulu pergi. Azam tidak menyangka ia bertemu Bilqis, wanita yang hampir menjadi istrinya, wanita yang sudah mempermalukan dirinya dan keluarganya, wanita yang sudah membuatnya kecewa dan hampir trauma dengan pernikahan. Azam ingin menemuinya karena ia ingin tau apa alasan wanita itu meninggalkannya di hari pernikahan mereka.

*******

Ara duduk di kasur menyadarkan tubuhnya di dinding sambil membaca novel yang baru sore tadi ia beli. Ara masih suka membaca novel, karena hanya itu yang bisa mengobati kejenuhannya hanya itu yang bisa ia lakukan ketika tidak ada pekerjaan yang dilakukan.

"Bee" ucap Azam yang baru saja masuk ke dalam kamar. Ara meliriknya lalu kembali melanjutkan membaca.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Azam duduk di kasur.

"Tidak ada" jawab Ara tanpa menatap Azam

"Bohong, dari tadi Abang perhatikan Bee diam aja, gak banyak bicara. Ada apa?"

"Gak ada apa-apa, hanya lelah aja"

"Yakin?"

"Iya. Abang...ada sesuatu yang ingin Abang ceritakan?" tanya Ara

"Tidak ada" jawab Azam. Ara menganggukkan kepalanya lalu kembali membaca.

"Bee" Azam membaringkan kepalanya di kaki Ara yang tengah terhunjur. Azam mengganggu Ara yang tengah membaca.

"Cilukba..." Azam mengambil novel Ara sehingga menampakan wajah Ara yang sedang menatap Azam.

"Abang...Ara mau baca"

"Baca terus, Abang di abaikan, yang disini nih butuh perhatian Bee"

"Abang mau apa?"

"Mau Bee"

"Ara kan ada disini"

"Tapi Abang mau Bee menatap Abang bukan novel ini"

"Oh jadi cemburu dengan novel?"

"Iyalah, novel terus yang di baca"

"Abang pindah ke bantal, Ara mau tidur"

"Cepat banget tidurnya"

"Sudah ngantuk" jawab Ara

"Nanti dulu, kita nonton TV atau main game"

"Ara ngantuk!" ucapnya sedikit menaikan suaranya. Azam langsung bangun dan duduk di samping Ara. Setelah Azam bangun Ara langsung membaringkan tubuhnya, dan membelakangi Azam.

Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang