10

9.5K 613 4
                                    

Aku memang sedang tidak dekat dengan siapapun, tidak ada kabar yang aku tunggu, aku tidak sedang mencintai siapapun. Aku hanya memberikan waktu untuk hatiku agar bisa lebih leluasa menikmati bahagia, tanpa memikirkan tentang Cinta.

Kali ini giliran aku yang kena shift malam, bergantian dengan dokter-dokter yang sudah terdahulu bekerja di malam hari, sebenarnya tidak terlalu capek kena shift malam ini, namun harus bisa melawan rasa ngantuk, jaga-jaga jika ada pasien yang keadaanya gawat.

Selesai sholat isya, aku duduk di kursi yang ada di depan ruanganku, duduk sambil melihat keluarga pasien yang lalu lalang menjenguk pasien, tidak hanya duduk santai saja, ada novel yang menemaniku.

"Dokter Ara"

"Sudah belinya?"

"Iya dong"

"Cepat banget"

"Gak ada orang, jadi gak ngantri, nah makan"

"Pas dingin-dingin seperti ini makan pisang goreng"

"Tadi ketemu Dokter Farah juga"

"Beli ini juga?"

"Iya. Ini dari Dokter Faris" ucap Bella menyodorkan secangkir kopi

"Beneran dari Dokter Faris?"

"Iya Dokter"

Aku terdiam menatap kopi itu, tidak hanya satu kali atau dua kali dia membelikan ku kopi, namun sering sekali, dia tau aku sangat menyukai kopi, aku bingung dengan perasaannya, aku curiga dia mempunyai perasaan padaku.

"Lah diam, makan Dok" ucap Bella

"Iya" jawabku

Malam ini aku di temani oleh Bella dan Desi, mereka perawat yang bertugas di ruangan Melati ini, mereka berdua yang membantu ku menangani pasien yang membutuhkan bantuan kami.

"Dari mana Des?"

"Beli nasi campur Dok, tadi gak sempat makan"

"Ambil pisang goreng dulu"

"Siapa yang beli?"

"Bella"

"Tumben, minta ya"

"Ambillah" ucap Bella

"Saya kedalam dulu Dok"

"Iya"

"Malam ini udaranya dingin ya Dok, sepertinya hujan mau turun"

"Mungkin Bel, rasanya mau tidur"

"Iya Dok, enak tidur malam-malam dingin seperti ini, bisa lupa bangun lagi"

"Saya pun kadang kalau tidur nyaman susah bangun, sampai-sampai Bunda yang bangunin"

"Eh bisa telat bangun juga Dok?"

"Iya masa-masa belum terbiasa tapi sekarang Alhamdulillah sudah terbiasa"

"Dokter, Suster...tolong Ayah saya"

"Kenapa dengan Ayah kamu?"

"Ayo Dok"

"Desi gawat darurat!"

"Di mana?"

"Ayo"

Kami bertiga berlari masuk kedalam kamar nomor Dua.

"Keadaan beliau kritis Bel, kita harus menindak lanjuti" ucap ku panik

Tuttt

Layar monitor EKG menunjukkan garis lurus pasien mengalami henti jantung. 

“Siap RJP!” ucapku kepada perawat yang berada tepat di sampingku

Dengan sigap Bella mengambil tempat di sisi kiri pasien dan langsung melakukan pijat jantung luar.

Semenit
lima menit
belum ada respon.
Dan tiba-tiba layar monitor berubah menjadi Ventrikel Fibrilasi. “Siapkan DC Shock!” 

"Mohon untuk tunggu di luar ya " ucap Bella

Keadaan seperti ini lah yang membuat kami harus hati-hati dan siap siaga.

"Inalillahi wainailaihi roji'un"

"Meninggal Dok?"

"Iya Des, tolong catat jamnya"

"Baik Dok"

Dengan rasa berat hati, aku melangkah keluar menemui keluarga pasien, itulah kematian, ia bisa datang dimana saja dan kapanpun saja, aku pun akan seperti itu, pasti akan tiba masanya aku akan di lamar malaikat maut, dinikahkan dengan kematian dan bercerai dengan dunia yang selalu ku kejar.

"Mohon maaf, Pak Surya meninggal dunia" ucapku. Seketika itu juga tangis bergema di ruangan ini, sungguh aku tak sanggup melihat mereka menangis karena kehilangan seorang Ayah dalam hidup mereka.

"Terimakasih sudah melakukan sebaik mungkin Dok, mungkin ini lah sudah waktunya Dok" ucap Istri pasien.

"Maafkan saya yang tidak bisa menyelamtkan nyawa Bapak ini sudah kehendak Allah"

Setelah semua hal beres mengenai pasien, kami bertiga kembali ke ruangan, beristirahat dan menenangkan pikiran.

"Kesian keluarga pasien, aku sampai ikut menangis" ucap Desi sambil mengusap air matanya

"Suatu hari nanti kita akan seperti itu, lantas sudah siapkah kita? Sudah banyak kah bekal? Inilah yang membuat saya suka bekerja di sini, saya bisa ingat tentang kematian dan waktu sehat. Kematian sama dengan jodoh, sama-sama harus dipersiapkan. Sekarang banyak dari kita lebih mempersiapkan diri untuk jodoh, namun hanya sedikit yang benar-benar mempersiapkan kematian padahalkan yang paling di butuhkan adalah bekal kematian, sedang bekal jodoh sebenarnya bisa di persiapkan lebih setelah menikah nanti. Dan sebaiknya kita perlu melebihi membekali diri untuk persiapan kematian karena kan dua hal ini bersangkutan, kita mempersiapkan kematian otomatis kita juga mempersiapkan jodoh, kata orang jodoh itu cerminan diri, jika kita orang yang baik In Syaa Allah jodoh kita juga orang baik, benerkan? Kedua hal ini bersangkutan"

"Maksudnya Dok?" tanya Bella

"Gini, kata orang jodoh cerminan diri, makanya orang-orang banyak ingin merubah diri menjadi lebih baik lagi biar jodoh kita nanti seperti kita, padahal hal yang harus di utamakan itu adalah mempersiapikan kematian, Jangan mempersiapkan yang hanya tertuju pada satu tujuan fana"

"Bener kata Dokter, nih yang saya suka dari Dokter. Paham gak?" tanya Bella

"Paham-paham, makasih Dok nasehatnya"

"Sama-sama, saya mau ke toilet dulu, kalau ada apa-apa gedor aja pintu"

"Iya Dok"

******

Sesampainya di rumah, Ara menyenderkan kepalanya di sofa, ia sangat mengantuk sehingga tidak kuat lagi menaiki anak tangga dan tidur di kamarnya.

"KAKAK..."

"Ih...Rafiq...Kakak ngantuk, jangan berisik"

"Kesian Kakak, mau Rafiq buatkan sesuatu?"

"Tumben"

"Lagi baik hati nih"

"Kakak mau kamu jangan ganggu Kakak, Kakak lelah, ngantuk Fiq"

"Yaudah Rafiq gak ganggu" ucap Rafiq pergi meninggalkan Ara yang sudah membaringkan tubuhnya di sofa.

"Ara...mau tidur ke kamar"

"Ara ngantuk banget Bun" ucapnya sambil memejamkan matanya.

"Kesian anak Bunda, tidurlah dan jangan lupa makan"

"Iya Bun"

"Bunda mau ke Kafe" ucap Karin, namun Ara sudah mendengkur, terlelap tidur.

Takdir Mempersatukan Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang