Minho tidak tahu apa yang salah dengan dirinya. Dia tidak mengerti kenapa semua orang selalu saja menggapnya sebagai seseorang yang murahan dan rendahan. Minho tidak terlahir dari orang tua yang berasal dari dunia yang gelap. Dia terlahir seperti remaja lelaki pada umumnya, berlimpah kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Namun semuanya berubah ketika orang tuanya bercerai. Ayahnya menuduh ibunya berselingkuh dan Minho bukanlah anak kandungnya. Hal itu membuat ibunya sangat sedih, dan tak lama meninggal dunia karena sakit. Berita tentang itu pun tersebar dan mungkin saja ini yang membuat dirinya menjadi murahan dan rendahan di mata semua orang.
Semenjak itu Minho hidup sendiri. Memenuhi semua kehidupannya sendiri dengan menjadi pelayan di sebuah café. Ayahnya tidak pernah sekalipun peduli padanya dan Minho juga berharap kalau ayahnya tidak pernah menampakkan wajahnya di depan matanya lagi. Dia muak dengan lelaki yang sudah mengambil nyawa ibunya itu dan berharap lelaki itu lenyap selamanya, sama seperti ketika dia melenyapkan nyawa ibunya.
"Kak Minho, kenapa kakak melamun disini?" Minho mengadahkan kepalanya ketika mendapati sosok wajah mirip tupai disebelahnya yang kini melempar senyum.
"Sedang apa kamu disini?" tanya Minho malas
Lelaki di sebelahnya hanya tersenyum dan duduk disebelahnya. "Aku mau menemani kak Minho. Kak Minho sendirian."
"Aku gak butuh ditemenin, Han Jisung. Enyah dariku!" kata Minho kemudian beranjak meninggalkan Jisung yang menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Minho meninggalkan halaman belakang sekolah tempat dia membolos seharian ini. Dia tidak suka kalau ada seseorang yang ikut membolos atau menemaninya membolos. Namun, sepertinya itu pengecualian untuk seorang Han Jisung. Adik tingkatnya yang sangat aneh. Minho selalu merasa Jisung ada dimana-mana untuk mengawasinya. Minho pernah memergoki Jisung ketika ia sedang mengganti pakaiannya untuk berolahraga. Sungguh, jikalau ada seseorang yang mau berteman dengannya, Minho akan menerimanya dengan senang hati, namun tidak dengan hal seperti ini. Jisung seperti seorang penguntit.
Minho berharap kehidupannya tidak sesulit ini. Selain mendapat perundungan, Minho selalu diteror oleh surat-surat di lokernya. Semua surat itu berisi kata-kata manis dan menggoda. Tidak hanya itu, ada juga foto-foto dirinya dan segala aktifitasnya di rumah atau disekolah. Minho tidak tahu siapa yang melakukannya. Dia sempat menuduh Jisung (setelah apa yang dilakukannya) namun dia tidak memiliki bukti Jisung melakukan itu. Dampaknya sekaranga adalah bocah itu selalu ada di dekanya. Dimanapun dan itu membuat Minho sedikit stres dan ketakutan. Dia berharap bocah itu bisa lenyap.
"Aku berharap agar bocah itu tidak menggangguku la—aduh!"
Minho tiba-tiba tersungkur, ketika seseorang dengan sengaja menabrakkan dirinya ke tubuh Minho. Minho meringis diiringi tawa yang menggema disana.
"Hahaha! Rasakan itu!" kata Heejin.
"Lelaki murahan seperti mu memang layak mendapatkan perlakuan seperti ini! Hahaha!" sahut Juyeon.
Mereka berdua tertawa kemudian melewati Minho yang masih berusaha untuk bangun. Mereka juga tidak segan-segan menendang Minho sampai pemuda manis itu kembali tersungkur. Minho hanya diam dan tidak membalas mereka. Hatinya sangat sakit, namun dia tidak bisa melakukan apapun. Dia kemudian bangkit dan meninggalkan koridor menuju kelasnya tanpa sepatah katapun. Sayangnya, dia tidak menyadari kalau seseorang tengah mengamatinya dengan tatapan dinginnya.
*
Keesokkan harinya, Minho datang kesekolah sedikit lebih pagi dari biasanya. Sebenarnya dia tidak mau terkena resiko dicegat di depan gerbang hanya karena terlambat lima menit saja. Jadi dia memutuskan untuk berangkat sedikit lebih pagi dari biasanya. Ketika ia sampai disekolah, ia sedikit mendengar para sisqa tengah membicarakan sesuatu yang tampaknya sangat penting. Minho tidak tahu apa yang mereka bicarakan dan Minho juga tidak ingin tahu apa itu.