Namanya Midnight Cafe. Cafe itu ada di sudut jalan sepi. Tidak terlalu identik dan mencolok dengan cafè-cafè lainnya dan tidak selazim cafè-cafè malam pada umumnya. Cafè itu bernuansa hitam, putih dan cokelat yang sangat cocok diterangi oleh lampu jalanan yang tampak temaram. Setiap jam sepuluh malam, disaat cafè-cafè malam mulai menutup tirainya dan membalik papan tanda mereka menjadi 'close', cafè ini justru mulai menggeliat perlahan. Lampunya di hidupkan dan papan tanda mereka dibalik menjadi 'open'. Cafè ini akan ramai ketika tengah malam. Oleh sebab itu, Cafè ini dinamakan Midnight Cafè.
Ownernya adalah seorang gadis muda bernama Arein. Dia sudah mengelola cafè ini sejak lama. Cafè ini menawarkan kopi dengan kelezatan tiada tara. Namun, ada sesuatu yang membuat cafè ini berbeda dari cafè lainnya. Ada empat jenis kopi yang harganya mencapai puluhan juta rupiah. Namun keempat jenis kopi ini memiliki sesuatu yang spesial. Hanya dengan melihat keempat jenis kopi ini, maka kamu akan tergoda dengan rasanya. Karena keempat kopi ini tidak ditawarkan secara biasa seperti jenis kopi lainnya.
Hari ini adalah hari buka Midnight Cafè. Arein sudah dari jam sepuluh malam melayani para pelanggannya. Pakaiannya yang khas era gothic berwarna hitam dan abu-abu, dengan bandana abu-abu di rambutnya yang pendek sebahu, sangat membuat karismanya sebagai seorang owner cafè yang apik terlihat. Dia sudah hampir menunggu lama namun, entah kenapa, kopi-kopi kesayangannya belum datang. Hampir tengah malam dan biasanya para pelanggan kesayangannya dengan dompet tebal akan datang dan membeli mereka untuk dihabiskan di satu malam ini.
Tapi, sejujurnya Arein tidak membutuhkan banyak uang untuk sekarang ini. Karena salah satu kopi terbaiknya berhasil memikat dua orang pelanggan kemarin malam dan Arein mendapatkan untung lebih banyak karena bayaran dua kali lipat. Sayangnya, dia sekarang memiliki janji dengan seorang pelanggan yang menunggunya. Pelanggan itu akan datang nanti, namun Arein masih menanti kopi-kopi manisnya itu datang. Berkali-kali dia mencoba mengangkat telepon, namun mereka tidak ada yang menjawab.
"Kemana mereka?" keluhnya.
Ting!
Bertepatan dengan itu, pintu cafè terbuka dan mendapati empat orang pemuda berparas manis nan cantik memasuki cafè. Dua dari keempat pemuda itu tampak memapah salah satu dari mereka. Mereka menghampiri Arein yang ada di meja resepsionis.
"Maafkan kami, kami tidak mengangkat telepon, nona Arein." kata salah satu dari mereka.
"Tidak apa Minho. Tapi syukur kalian datang tepat waktu," kata Arein sambil tersenyum. "Eum, Felix, Jisung, kenapa dengan Seungmin?"
"Ugh, nona Arein, aku tidak bisa berjalan. Dua pelanggan gila kemarin membuatku benar-benar seharian ini tidak bisa kemana-mana. Makanya, aku meminta Felix dan Jisung membantuku. Aku tidak yakin bisa melayani pelanggan malam ini," jawab Seungmin.
"Tapi kau menyukainya kan?" sahut seseorang di sebelah Felix. Dengan lampu yang sedikit temaram, Arein bisa melihat jejak kemarahan di wajah Seungmin.
"Jelaslah, Minho hyung! Mana ada uke masokis yang tidak suka 'di makan' oleh dua orang sekaligus, huh?!" cibir Felix yang sontak mendapat keplakan dari Seungmin.
Arein hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku empat kopi kesayangannya ini. Obrolan mereka sedikit vulgar, namun sepertinya para pelanggan tidak mempedulikan mereka berlima dan larut dalam dunianya sendiri. Arein memandang Seungmin yang sesekali masih meringis.
"Hm, baiklah. Hari ini aku akan blacklist kamu, tapi sebagai gantinya, kamu bantu aku melayani pelanggan lainnya dengan mengantarkan dan membuat kopi, bagaimana? Dengan catatan, tidak ada goda-menggoda, Kim," tawar Arein.
"Tidak masalah nona,"
Arein mengangguk. "Felix dan Jisung, kalian tetap melayani pelanggan. Kurasa ..." Arein memandang dari kejauhan ketika melihat ada beberapa orang yang masuk, kemudian melempar seringai. "... Kalian akan mendapatkan pelanggan malam ini,"